Konglomerasi Keuangan Wajib Punya Induk Usaha
JAKARTA – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) segera menerbitkan peraturan OJK tentang konglomerasi perusahaan jasa keuangan. Dalam rancangan peraturan OJK (RPOJK) yang saat ini disusun, OJK mengatur penetapan perusahaan induk konglomerasi keuangan (PIKK) yang mewajibkan konglomerasi keuangan (KK) memiliki induk usaha holding company. KK atau yang saat ini disebut induk usaha dapat berupa perusahaan jasa keuangan maupun perusahaan non-jasa keuangan.
Deputi Komisioner Pengawasan Terintegrasi OJK Agus Edy Siregar mencontohkan, konglomerasi terjadi pada Grup BCA. BCA kini menjadi induk usaha anak-anak perusahaannya seperti BCA Sekuritas dan BCA Finance. BCA disebut KK yang dapat menjadi PIKK setelah mematuhi POJK yang berlaku.
Sementara itu, Bank Mega saat ini bisa disebut KK yang membawahkan Mega Central Finance dan Mega Capital Sekuritas. PIKK-nya bisa jadi Bank Mega atau perusahaan lain di bawah naungan gurita bisnis CT Corp yang dinilai layak.
’’OJK membuat aturan tersebut karena Indonesia belum punya aturan tentang konglomerasi keuangan. Sementara konglomerasi keuangan itu banyak yang berkongsi, baik dengan sesama perusahaan jasa keuangan ataupun perusahaan lain, seperti media massa,’’ katanya saat diskusi bersama wartawan kemarin (12/6).
Menurut Agus, Indonesia memang agak ketinggalan dalam hal tersebut. Sebab, negara tetangga seperti Malaysia, Korea, dan Singapura telah menerapkan aturan tentang financial holding company.
Dalam RPOJK tentang PIKK, yang wajib membentuk PIKK adalah pemegang saham pengendali atau pemegang saham pengendali terakhir. ’’PIKK dapat berupa salah satu perusahaan jasa keuangan dalam atau dapat pula berupa entitas non-jasa keuangan. Baik yang sudah ada maupun yang baru dibentuk. Jika calon PIKK berupa entitas nonjasa keuangan, perusahaan itu lebih dulu dinyatakan sebagai Lembaga Jasa Keuangan Lainnya oleh OJK sebagaimana diatur pada UU Nomor 21 Tahun 2011 tentang OJK. Dengan begitu, PIKK tersebut akan tunduk kepada dan diawasi OJK,’’ terang Agus.
KK yang wajib membentuk PIKK adalah konglomerasi yang mempunyai minimal dua perusahaan jasa keuangan, tetapi bidang industrinya berbeda. Misalnya, bank dengan asuransi atau multifinance dengan perusahaan asset management. Serta, minimal memiliki total aset Rp 2 triliun dari perusahaan-perusahaan yang tergabung dalam konglomerasi itu.
OJK berencana mengesahkan aturan tersebut menjadi POJK sebelum akhir tahun. Selanjutnya, kewajiban penerapannya dilaksanakan pada 1 Januari 2019.
Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman D. Hadad menuturkan, pembuatan RPOJK konglomerasi keuangan merupakan upaya regulator mengawasi konglomerasi yang kian menggurita. (rin/c22/sof)