Pemerintahan Masih Samar, Ratu Tunda Pidato
May Janji Brexit Tak Terganggu
LONDON – Kekalahan Partai Konservatif dalam pemilu parlemen pekan lalu membawa efek domino. Pidato Ratu Elizabeth II yang dijadwalkan pada 19 Juni nanti diundur beberapa hari. Dalam pidato tersebut, biasanya ratu membacakan poin-poin rencana pemerintah setahun mendatang di hadapan parlemen yang disiarkan secara nasional.
BBC melaporkan, salah satu kemungkinan alasan penundaan adalah pidato itu harus ditulis di atas kertas perkamen yang terbuat dari kulit kambing. Dibutuhkan beberapa hari agar tulisan di atas perkamen tersebut kering. Nah, karena negosiasi antara Partai Konservatif dan Partai Serikat Demokrat/Democratic Unionist Party (DUP) belum membuahkan hasil, perkamen itu tidak akan siap.
Hingga kemarin (12/6), Perdana Menteri (PM) Inggris Theresa May memang belum bisa membentuk pemerintahan baru. Meski, sehari sebelumnya dia menyusun kabinet. Dukungan DUP tetap dibutuhkan agar kabinet baru dapat terbentuk. Sebab, partai yang digawangi May gagal mendapatkan mayoritas suara.
Karut-marut masalah dalam negeri tidak bakal berimbas pada Brexit. Begitu janji kubu Theresa May. Juru bicara May menegaskan bahwa keputusan Inggris keluar dari Uni Eropa (UE) tidak akan berubah. ” Tentu saja, bakal ada diskusi di kabinet, tapi dia (Menteri Brexit David Davis, Red) sudah menyatakan bahwa kami telah menetapkan rencana kami dengan jelas dan tidak ada perubahan untuk itu,” bunyi pernyataan yang mereka rilis kemarin.
May masih berkomitmen menyelesaikan proses Brexit dalam dua tahun seperti rencana semula. Inggris masih memiliki opsi untuk keluar dari proses negosiasi tanpa kesepakatan apa pun dengan negara-negara anggota UE. ”Kami masih menginginkan kesepakatan terbaik untuk Inggris. Kami yakin bisa melakukan hal tersebut,” tegas May.
Dia mengakui, pidato Ratu Elizabeth II akan ditunda. Namun, dia menambahkan bahwa pembicaraan dengan DUP masih berlangsung saat ini dan sudah ada kemajuan. Tidak dijelaskan detail kemajuan yang dimaksud. Konservatif dan DUP mempunyai banyak pandangan yang berbeda. Banyak pihak yang sudah memprediksi perundingan keduanya berjalan alot. Bahkan, koalisi yang terbentuk bakal rapuh.
Keyakinan May soal Brexit, tampaknya, sulit terwujud. Sebab, Presiden Komisi Eropa JeanClaude Juncker kemarin menyatakan bahwa masalah di Inggris harus diselesaikan sebelum proses negosiasi dimulai. ”Kami telah menyiapkan negosiasi selama berbulan-bulan. Kini ’bola’ berada di tangan Inggris,” ujarnya pada majalah Der Spiegel.
Sementara itu, kemarin May menggalang dukungan anggota parlemen dari partainya. Partai yang memiliki sebutan Tory tersebut kini terbelah. Ada yang ingin May tetap berkuasa sebagai PM. Ada pula yang menginginkan dia untuk turun. Bagaimanapun juga, May bertanggung jawab atas kegagalan Partai Konservatif mendapatkan suara terbanyak di parlemen.
Jika saja May tidak bersikukuh mempercepat pemilu, hal itu tidak akan terjadi. Tory harus membayar mahal atas keputusan May tersebut. Beberapa anggota parlemen harus kehilangan kursi. Kini anggota partai menginginkan May lebih terbuka. (Reuters/BBC/ CNN/The Sun/sha/c14/any)