PEMBUNUH NOMOR DUA
Kanker serviks yang menjadi penyebab kematian artis Julia Perez adalah momok bagi perempuan. Menurut data World Health Organization (WHO), kanker serviks merupakan jenis kanker kedua yang paling banyak menyerang perempuan di dunia setelah kanker payudara. Berikut penjelasan singkat mengenai kanker serviks oleh Ketua Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI) Surabaya Dr dr Brahmana Askandar SpOG (K).
Penyebab
Kanker serviks disebabkan infeksi human papillomavirus (HPV) risiko tinggi. Terdapat 13 tipe HPV risiko tinggi. Yakni HPV 16, 18, 31, 33, 35, 39, 45, 51, 52, 56, 58, 59, dan 68. ”Dua jenis yang paling banyak terdapat pada kanker serviks adalah HPV 16 dan 18,” kata Brahmana. Ada juga HPV risiko rendah yang tidak menyebabkan kanker serviks. Tidak berarti setiap perempuan yang terinfeksi HPV risiko tinggi pasti terkena kanker serviks. Virus itu akan tereliminasi oleh sistem daya tahan tubuh. Hanya yang infeksinya menetap ( persistent) yang akan mengubah sel epitel serviks normal menjadi kanker serviks. ”Proses itu tak berlangsung dalam waktu cepat, tapi membutuhkan waktu lama dan melalui tahap prakanker,” imbuh Brahmana.
Faktor Risiko
Hubungan seksual dengan sering berganti pasangan. Memulai hubungan seksual di usia muda. Merokok. Punya keluarga dengan riwayat kanker serviks (meski begitu, perlu diingat bahwa kanker serviks bukanlah penyakit keturunan).
Gejala
Keputihan yang berbau tidak sedap. Nyeri pada perut bagian bawah. Pendarahan sesudah berhubungan seksual, terkadang terjadi berulangulang (tapi tidak berarti seluruh perempuan dengan keluhan perdarahan setelah berhubungan seks pasti mengidap kanker serviks, harus dipastikan lagi oleh dokter). Pendarahan sesudah menopause. Pada kanker serviks stadium lanjut, pendarahan berulang meski tidak berhubungan seksual.
Pencegahan
Setiap perempuan yang sudah melakukan aktivitas seksual wajib melakukan skrining rutin melalui pemeriksaan Pap smear. Paling tidak tiga tahun setelah melakukan hubungan seks pertama. Pap smear dilakukan setahun sekali sampai usia 65 tahun. Bila tidak ada fasilitas Pap smear, dapat dilakukan pemeriksaan IVA (inspeksi visual dengan asam asetat). Melakukan vaksinasi HPV untuk memberikan proteksi terhadap infeksi HPV risiko tinggi. Vaksin HPV sebaiknya diberikan di usia remaja, saat belum melakukan hubungan seksual. Bahkan bisa dimulai pada usia 9 tahun. Sampai saat ini, vaksin yang tersedia di Indonesia mampu memberikan proteksi terhadap HPV 16 dan 18, belum terhadap semua tipe HPV risiko tinggi. Pascavaksinasi, kewajiban skrining tetap harus dilakukan. ”Risiko kanker serviks bukan menjadi nol, namun menjadi jauh lebih kecil,” jelas Brahmana.
Pengobatan
Kanker serviks terbagi menjadi 8 stadium. Yakni I-A, I-B, II-A, II-B, III-A, III-B, IV-A, dan IV-B. Yang disebut stadium dini adalah I-A dan II-A. Selebihnya dikategorikan sebagai stadium lanjut.
STADIUM DINI
Dilakukan pengangkatan jaringan kanker dengan pembedahan laser atau listrik. Dalam stadium selanjutnya, dilakukan pengangkatan rahim total, kelenjar getah bening sekitar, dan sepertiga atas vagina. Lama operasi biasanya 4–6 jam. Pascaoperasi, sebagian area tetap harus diberi radiasi/kemoterapi sebagai terapi tambahan.
STADIUM LANJUT
Pengobatan utama adalah kemoradiasi yang berupa kombinasi kemoterapi dan radiasi, bukan operasi. Di RSUD dr Soetomo, Surabaya, hampir 80 persen pasien adalah pasien stadium lanjut dan memerlukan radiasi. ”Saking banyaknya, antrean radiasi sangat panjang. Perlu waktu tunggu 2–3 bulan untuk radiasi. Hal itu memengaruhi harapan kesembuhan pasien kanker serviks,” papar Brahmana. Untuk stadium IV, tujuan pengobatan adalah paliatif dengan misi utama menjaga kualitas hidup pasien. Beberapa pasien stadium lanjut juga memerlukan operasi urologi yang berupa pemasangan pipa saluran kencing sampai pembuatan lubang saluran kencing di perut. Itu dilakukan untuk mengatasi komplikasi saluran kencing dan ginjal.