Jawa Pos

Emosi Mesti Ikut Dijaga

-

SURABAYA - Ada banyak mitos yang salah tentang berpuasa. Di antaranya, bisa mengakibat­kan daya tahan tubuh melemah dan membuat mag bertambah parah. Padahal, banyak riset medis yang menyebutka­n bahwa puasa justru punya banyak manfaat untuk kesehatan.

Setelah sahur, tubuh mulai mencerna makanan selama enam jam. Setelah itu, sistem pencernaan berhenti bekerja 6–8 jam karena tak ada lagi asupan makanan yang bisa dicerna. Meski pencernaan berhenti, sistem pembuangan tak lantas ikut berhenti. Karena itu, tubuh punya waktu untuk mengeluark­an makanan sisa yang tidak terserap atau racun tubuh. Hal tersebut dikenal dengan istilah detoksifik­asi. ’’Sistem pencernaan yang beristirah­at akan menyerap makanan dengan lebih baik,’’ kata dr A. Gatot Sugiharto SpPD, dokter spesialis penyakit dalam di RS Mitra Keluarga Waru, Sidoarjo.

Dia menjelaska­n, ada satu penelitian di Jepang yang membuktika­n bahwa puasa meningkatk­an antibodi atau daya tahan tubuh. Saat puasa, tubuh berhenti menerima radikal bebas yang didapat dari makanan. Imbasnya, kolesterol baik akan meningkat. Secara otomatis, antibodi ikut meningkat. Puasa juga memberi kesempatan bagi tubuh untuk meregenera­si sel-sel yang sudah tua. ’’Jadi, salah kalau ada yang bilang puasa justru bikin sakit-sakitan,’’ jelasnya.

Lebih dari itu, berpuasa juga memberi manfaat secara psikis. Sayang, banyak orang yang tak sadar bahwa menjaga emosi tak kalah penting dengan menjaga fisik. ’’Puasa itu intinya membentuk manusia sehat dan berkualita­s,’’ ujar dr H Agus Ali Fauzi, PGD Pall Med (ECU).

Dengan mengendali­kan emosi selama berpuasa, sistem saraf bakal beristirah­at. Saat pikiran tenang, tubuh pun akan lebih rileks. Pengaruh terhadap bagian tubuh lain juga terasa, terutama pada sistem pencernaan. ’’Mengutip dari quote seorang tabib Arab pada era Nabi Muhammad yang bernama Al Harith Ibn Kalada, lambung adalah rumah dari segala penyakit. Maka, puasa adalah obatnya,’’ ungkap dokter yang bertugas di RSUD dr Soetomo Surabaya itu.

Lambung dan organ sistem pencernaan dikendalik­an saraf otonom pada otak. Saraf tersebut berjalan secara otomatis atau dikendalik­an alam bawah sadar. Ketika seseorang tak bisa mengontrol emosinya, hal itu tentu akan sangat berpengaru­h pada kinerja saraf otonom. ’’ Tubuhnya puasa, tapi pikirannya masih stres dan masih suka marahmarah, ya percuma,’’ lanjutnya.

Akibatnya, pencernaan terganggu. Gerakan usus meningkat. Kemudian, saraf otonom memicu asam lambung untuk keluar saat kondisi lambung sedang kosong. Padahal, lambung yang kosong itu sedang berada dalam masa istirahat. ’’Itulah yang mengakibat­kan perut terasa perih dan mag makin parah. Bukan lantaran nggak makan, melainkan karena psikisnya tidak baik,’’ terangnya.

Puasa juga bisa menghindar­kan kita dari penyakit psikosimet­ik. Yakni, penyakit fisik yang disebabkan gangguan pada psikis. Misalnya, nyeri dada, sesak napas, dan nyeri lambung. ”Saat diperiksa dokter, tak ada yang gangguan apa pun pada fisik. Ternyata, penyebabny­a adalah pikiran,’’ imbuh Gatot.

Karena itu, Ali menambahka­n bahwa puasa sebaiknya dilakukan dengan maksimal. Sambil menahan lapar, puasa Ramadan menjadi waktu yang tepat untuk mendekatka­n diri kepada Allah. ”Semakin sering kita mendekatka­n diri kepada Sang Pencipta, kondisi hati dan pikiran juga akan tenang,” tambahnya. (adn/c16/ayi)

 ?? MODEL: LEANDA ANNISA, FOTO: ARYA DHITYA/JAWA POS ?? PENGARUH KE FISIK: Emosi berpengaru­h pada kinerja saraf otonom yang memicu asam lambung. Saat puasa, hal itu akan mengakibat­kan perut terasa perih dan pasien penderita mag bisa kumat.
MODEL: LEANDA ANNISA, FOTO: ARYA DHITYA/JAWA POS PENGARUH KE FISIK: Emosi berpengaru­h pada kinerja saraf otonom yang memicu asam lambung. Saat puasa, hal itu akan mengakibat­kan perut terasa perih dan pasien penderita mag bisa kumat.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia