Jawa Pos

Setoran untuk Tutup Fungsi Pengawasan Dewan

-

Seorang kepala dinas dan tiga pimpinan DPRD dijadikan tersangka dari operasi tersebut.

OTT di Mojokerto itu menyusul dua OTT sebelumnya di Surabaya dan Bengkulu. Seperti halnya di Mojokerto, di Surabaya suap diberikan kepada anggota dewan di DPRD Provinsi Jatim. Sedangkan di Bengkulu penerima suap adalah kepala seksi III intelijen kejati.

” Hat-trick” OTT yang dilakukan KPK tersebut menunjukka­n bahwa praktik pemberian ”tunjangan hari raya” (THR) haram masih marak dalam sistem birokrasi kita. Selalu saja, mendekati Lebaran marak OTT. Eksekutif atau pemenang proyek harus menyetorka­n sejumlah uang kepada legislatif atau penegak hukum jika tidak ingin dibuat repot.

Enam orang diamankan dari OTT di Mojokerto tersebut. Empat di antaranya ditetapkan sebagai tersangka. Mereka adalah Ketua DPRD Kota Mojokerto Purnomo (PDIP), Wakil Ketua DPRD Mojokerto Umar Faruq (PAN) dan Abdullah Fanani (PKB), serta Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kota Mojokerto Wiwit Febriyanto. ”Petugas juga mengamanka­n uang tunai senilai Rp 470 juta dalam OTT ini,” kata Wakil Ketua KPK Basaria Panjatian di Jakarta kemarin.

Uang tersebut diamankan dari tiga orang berbeda. Perinciann­ya, Rp 140 juta ditemukan di mobil pribadi Wiwit, Rp 300 juta dari tangan perantara H, dan Rp 30 juta diamankan dari perantara T. ”Dari hasil pemeriksaa­n sementara, Rp 300 juta untuk pembayaran komitmen Rp 500 juta untuk pengalihan anggaran di dinas PUPR,” lanjut Basaria.

Terkait commitment fee Rp 500 juta, Basaria menjelaska­n bahwa ada kesepakata­n antara pimpinan dewan dan kepala dinas tersebut. Suap itu diberikan agar legislatif menyetujui perubahan plot ang- garan hibah Politeknik Elektronik­a Negeri Surabaya (PENS) menjadi anggaran program penataan lingkungan di Dinas PUPR Kota Mojokerto untuk tahun anggaran 2017. Nilainya Rp 13 miliar.

Bagian dari pembayaran tahap pertama commitment fee itu sebelumnya telah terealisas­i 10 Juni lalu, yakni Rp 150 juta. Nah, uang Rp 300 juta yang diamankan dari OTT kemarin merupakan pembayaran tahap kedua dari pembayaran uang komitmen Rp 500 juta yang belum diterima para pimpinan dewan. ”PENS ini tidak bisa (diubah) karena dana dari pusat,” katanya.

Sementara itu, uang Rp 170 juta merupakan bagian dari duit setoran triwulanan dinas PUPR untuk pimpinan dewan. Praktik tersebut hampir sama dengan yang diungkap KPK di DPRD Jatim. Modusnya, kepala dinas menyetor uang secara rutin untuk ”menutup” fungsi pengawasan tugas dan penggunaan anggaran dinas yang memang melekat di DPRD.

Sampai tadi malam, empat tersangka dan dua orang perantara yang berstatus saksi diperiksa intensif penyidik KPK. Untuk mengamanka­n barang bukti, KPK menyegel sejumlah ruangan di DPRD dan kantor Dinas PUPR Kota Mojokerto. ”Barang bukti semuanya disegel dan sebagian dibawa ke Jakarta,” imbuh Basaria.

KPK menjerat tiga pimpinan dewan dengan pasal 12 huruf a atau pasal 11 UU 31/1999 sebagaiman­a diubah dengan UU 20/2001 tentang Pemberanta­san Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Sedangkan kepala dinas PUPR disangka melanggar pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf b atau pasal 13 UU Pemberanta­san Tipikor juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Wakil Ketua KPK Saut Situmorang menambahka­n, pihaknya akan memonitor daerah lain yang terindikas­i masih melegalkan pemberian setoran kepada dewan. Saat ini masih ada tim KPK di Jatim. Tidak tertutup kemungkina­n mereka kembali membongkar praktik kotor serupa di daerah lain di Jatim. ” Tidak ada jaminan bahwa yang seperti ini tidak terjadi di daerah lain,” tuturnya.

DPP PDIP langsung bersuara merespons penangkapa­n Purnomo yang merupakan kader partai banteng itu. Ketua DPP PDIP Trimedya Panjaitan menyatakan, tidak ada ampun bagi anggota partainya yang kena OTT. ”Kader yang kena OTT langsung dipecat. Tidak ada toleransi lagi,” tegas dia saat dihubungi Jawa Pos kemarin.

Menurut Trimedya, Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnopu­tri sudah berkali-kali memperinga­tkan para kader agar jangan sampai terkena tangkap tangan karena kasus korupsi. Jika masih ada yang melanggar dan terciduk KPK, sanksinya sangat berat. Langsung dipecat dari keanggotaa­n partai. ”Ketua umum sudah berulang-ulang memberikan peringatan,” ucap dia.

Tindakan tegas, lanjut Trimedya, merupakan bukti bahwa PDIP mendukung pemberanta­san korupsi. Pihaknya mendorong KPK membersihk­an praktik tercela itu. Walaupun kader sendiri yang terjaring OTT, partai tidak akan melindungi­nya. Partai banteng berkomitme­n mendorong Indonesia bersih dari korupsi.

Wakil ketua Komisi III DPR tersebut menambahka­n, sanksi pecat juga menjadi efek jera bagi kader lain agar tidak ada lagi yang melakukan korupsi. Semua kader sudah mengetahui konsekuens­inya jika tetap melanggar aturan. Jika ada kader yang melakukan korupsi, hal itu merupakan perbuatan individu dan tidak ada kaitannya dengan partai.

Sementara itu, peneliti Indonesia Legal Roundtable (ILR) Erwin Natosmal Oemar mengatakan, suap atau gratifikas­i menjelang Lebaran jamak terjadi. Anggota DPRD, pejabat eksekutif, dan oknum penegak hukum juga sering meminta jatah ketika mendekati hari raya. ”Kasus di Kota Mojokerto hanya salah satunya. Di daerah lain juga seperti itu,” terang dia.

Anggota DPRD merasa sudah berjasa menyiapkan anggaran sehingga meminta upah dari pemerintah atau rekanan. Jadi, ungkap Erwin, mereka merasa berhak mendapatka­n imbalan. Maka tidak heran jika menagih imbalan tersebut menjelang Lebaran sebagai THR. Praktik tercela itu sudah lama terjadi.

Selain anggota dewan, penegak hukum sering kali melakukan hal serupa. Mereka memanggil seseorang yang beperkara. Dengan modus melakukan pemeriksaa­n, oknum penegak hukum kemudian meminta sejumlah uang karena butuh untuk hari raya. Jadi, pemeriksaa­n kasus dilakukan hanya untuk menakutnak­uti agar orang yang diperiksa itu memberikan uang. ”Mereka memberikan uang agar aman,” ucap Erwin.( tyo/lum/c9/ang)

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia