Tak Melulu karena Berperilaku Buruk
Siswa SMA/SMK Tinggal Kelas
SURABAYA – Tingginya angka tidak naik kelas di jenjang SMA/ SMK menimbulkan berbagai tanggapan. Pihak sekolah diminta segera melakukan introspeksi dan evaluasi. Harapannya, ke depan angka siswa yang tidak naik kelas bisa berkurang atau bahkan tidak ada sama sekali.
Kepala SMKN 3 Surabaya Mudianto tak menampik bahwa jumlah siswa yang tidak naik kelas di sekolahnya cukup banyak. Mencapai 50 orang. Namun, para siswa itu bukannya sama sekali tidak bisa mengikuti pelajaran. ”Mereka perlu dibina lagi,” katanya kemarin (17/6).
Menurut Mudianto, ada beberapa faktor yang mengakibatkan siswa tinggal kelas. Salah satunya, kompetensi siswa terhadap suatu materi dianggap kurang. Karena itu, siswa terpaksa tinggal kelas. Kalau memaksa naik kelas, sekolah khawatir siswa tersebut tidak bisa mengikuti pelajaran dengan baik. Akibatnya, dia semakin tertinggal.
Faktor lain, lanjut Mudianto, siswa ”tercebur” pada pilihan ke- dua. Misalnya, anak tersebut sebenarnya menyukai otomotif dan memilih jurusan itu di pilihan pertama. Namun, karena nilainya kurang, siswa tersebut masuk pilihan kedua. Misalnya, jurusan gambar bangunan. ”Otomatis siswa jadi tidak bersemangat mengikuti pelajaran,” terangnya.
SMKN 3 mengupayakan programprogram khusus untuk menanggulangi masalah tersebut. Salah satunya, menerapkan stadium general mulai tahun pelajaran 2016–2017. Upaya itu memberikan pemahaman jurusan kepada para siswa.
Mudianto akan mengenalkan jurusan kepada murid-murid baru. Harapannya, tak ada lagi siswa yang tidak naik kelas dengan alasan tidak cocok dengan jurusan yang dipilihnya sendiri.
Sementara itu, salah seorang siswa program keahlian teknik gambar bangunan SMKN 3 mengakui, ada temannya yang tidak naik kelas. Tidak hanya sering membolos, siswa itu juga menghadapi masalah dengan guru.
Meski demikian, ada kasus selain perilaku buruk yang berdampak siswa tidak naik kelas. Misalnya, yang diungkapkan Muhammad Sofyan Hadi, wali kelas XII di SMKN 5. Ada siswa yang membolos melebihi batas toleransi karena alasan tertentu. ”Saya sudah tiga kali berkomunikasi dengan dia. Jadi, kemarin saya belain ribut buat pertahanin anak ini di rapat,” ujarnya.
Sofyan mengungkapkan, sekolah memutuskan untuk tidak menaikkan anak itu ke kelas XIII. Padahal, pada tahun sebelumnya, anak tersebut sudah tidak naik kelas. SMKN 5 menerapkan masa belajar empat tahun. ”Ternyata orang tuanya cerai. Lalu, anak ini sibuk bekerja sehingga terpaksa bolos sekolah,” tambahnya.
Meski pelajarannya tertinggal, lanjut Sofyan, muridnya itu antusias belajar. Jika ada tugas, siswa tersebut tetap mengumpulkan meski sangat lambat jika dibandingkan dengan teman-temannya.
Ketua Dewan Pendidikan Jatim Prof Akh. Muzakki meminta sekolah membangun motivasi dan rasa bangga kepada anak didiknya.
Selain itu, dilakukan penguatan kompetensi praktis maupun teknis melalui laboratorium agar ada sinergi kuat dengan pembelajaran di kelas. Kemudian, remedi pembelajaran harus dilakukan sejak pokok bahasan awal semester agar kelemahan siswa terkontrol. (kik/ant/c7/nda)