Jawa Pos

Sepuluh Hari Lihat Dunia Serbaputih

Ihsan Santoso berjanji selalu beramal sosial. Pernah berhari-hari tidak sadar seperti ”mati suri”, lelaki asal Desa Mojopuro Wetan, Kecamatan Bungah, itu dikaruniai tambahan umur. Kini, dia menjadi bapak anak-anak yatim.

-

SEMUA berawal dari kemeriahan perayaan Hari Kemerdekaa­n RI pada 17 Agustus 2010. Desa riuh. Macammacam kegiatan berlangsun­g semarak di Desa Mojopuro Wetan. Anak-anak, remaja, dan orang dewasa menyaksika­n hiburan yang meriah.

Tiba-tiba saja semua berubah gelap bagi Ihsan. Tubuhnya kolaps. Kata sang istri, Ziyadatul Hikmah, tubuh Ihsan digotong warga dan dilarikan ke salah satu rumah sakit di Gresik. ”Saya dinyatakan kena kanker usus,” ungkap bapak tiga anak tersebut.

Sejak kolaps, Ihsan dirawat intensif di rumah sakit. Kondisinya tidak sadar, mungkin koma. Dia hanya merasakan tubuhnya terbaring di atas ranjang putih. Alumnus Universita­s Muhammadiy­ah Gresik itu merasakan matanya tetap terbuka. Dia bisa melihat sekeliling.Tapi, tidak ada pemandanga­n lain yang terlihat. ”Mataku melek. Tapi, semua terlihat putih,” katanya.

Selama sepuluh hari, tambah Hikmah, dirinya terus menangis melihat kondisi sang suami. Belum ada tanda-tanda siuman. Dia terus berdoa dan berharap kesehatan Ihsan pulih. Bisa segar bugar dan tersenyum untuk anak-anak dan istrinya.

Memasuki hari kesebelas, sebuah keajaiban terjadi. Selepas subuh, tubuh Ihsan bergerak-gerak. Dia merasa ajaib karena tiba-tiba juga bisa duduk. Matanya berkelilin­g ke sudut-sudut ruang perawatan rumah sakit. ”Saya langsung sujud syukur,” kenang lelaki 41 tahun tersebut. Dia memeluk seorang putrinya yang waktu itu ada di rumah sakit, Salisa Talazul Ayun.

Sebelas hari hidup dalam ”dunia serbaputih” mengubah hidupnya. Ihsan merasa, kalau saja saat itu benar-benar meninggal, dirinya tidak akan punya kesempatan lagi memperbaik­i diri. Tenggelam dalam tipuan dunia yang semu.

Dia memutuskan mengubah hidup. Sebelum itu, Ihsan suka sekali menikmati minuman ke ras ( miras). Hampir tidak ada hari tanpa khamer. Senang, senang saja. Seolah hidup di dunia ini kekal tiada akhir.

Sekarang, jangankan miras. Daging pun Ihsan enggan menyantap. Kanker usus juga telah dioperasi. ” Mugo-mugo saya terus diberi kesehatan karena saat ini digandoli 45 anak yatim,” ungkapnya. Ada anak-anak, ada remaja. Baik laki-laki maupun perempuan. Semua disekolahk­an. Bahkan, dikuliahka­n.

Bila dirata-rata, kebutuhan setiap anak sekitar Rp 600 ribu per bulan. Atau, total Rp 27 juta per bulan untuk 45 anak yatim. Sebagai karyawan sebuah perusahaan kayu ekspor, jabatan bendahara panti anak yatim tentu berisiko. ”Saya kerap utang kepada sekolah,” katanya, lantas tersenyum.

Setelah lima tahun berlalu, panti anak yatim membutuhka­n biaya yang semakin besar. Namun, Ihsan tetap tersenyum, bahagia. Tidak akan ada kesulitan yang permanen. ”Saya juga sudah berjanji pada diri saya akan lebih banyak mengabdika­n hidup untuk kegiatan sosial,” ucapnya.

Ihsan memanfaatk­an jaringan pertemanan. Ada seorang pengusaha yang komit untuk mencukupi kebutuhan anak-anak yatim itu. Pengusaha tersebut hampir tidak pernah menengok anakanak asuhnya di panti. Namun, utusannya selalu menanyakan kebutuhan panti. ”Pengusaha itu juga membangun asrama anak putri di sini,” katanya.

Salah seorang anak yatim, Muhammad Rifki Andriyanto, mengatakan sangat bersyukur tinggal di panti itu. Dia tinggal sejak kelas III SD. Sekarang Andriyanto sudah berkuliah di Universita­s Trunojoyo, Madura. Tepatnya, semester VI jurusan pendidikan informatik­a.

Ada juga dua anak yatim lain yang berkuliah di Universita­s Internasio­nal Semen Indonesia (UISI ) Gresik dan Universita­s Muhammadiy­ah Malang (UMM). Biaya mereka ditanggung panti. ”Semoga para pengurus panti diberi kesehatan. Dengan begitu, adik-adik saya di panti bisa mendapatka­n pendidikan di perguruan tinggi,” kata Andriyanto. (chucnul cahyadi/c7/roz)

 ?? CHUSNUL CAHYADI/JAWAPOS ??
CHUSNUL CAHYADI/JAWAPOS

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia