Pasutri Ketujuh Terjerat Korupsi
Gubernur Bengkulu dan Istri Jadi Tersangka
JAKARTA – Kekompakan pasangan suami istri (pasutri) bisa menjadi kunci rumah tangga bahagia. Namun, jika terkait urusan rasuah, kekompakan itu bisa menjadi kunci menuju bui.
Dalam sejarah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), lembaga antirasuah tersebut sudah menjerat enam pasutri yang terlibat korupsi
Nah, Gubernur Bengkulu Ridwan Mukti (RM) dan Lily Martiani Maddari (LMM) dipastikan menjadi pasutri ketujuh ( selengkapnya lihat grafis).
Setelah memeriksa Ridwan dan Lily selama 1 x 24 jam, KPK akhirnya menetapkan keduanya sebagai tersangka penerima suap Rp 1,26 miliar dari Joni Wijaya, direktur PT Statika Mitra Sarana (SMS).
Hasil pemeriksaan awal KPK, Ridwan dan Lily bersama dengan Bendahara Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Golkar Bengkulu Rico Diansari diduga menerima tunjangan hari raya (THR) haram dari Joni.
Uang itu merupakan bagian fee proyek Rp 4,7 miliar atau 10 persen dari dua proyek peningkatan jalan ( hotmix) senilai Rp 47 miliar yang dikerjakan PT SMS di Rejang Lebong, Bengkulu, tahun ini.
Hasil penyidikan awal KPK, istri gubernur Bengkulu tersebut memiliki peran aktif dalam indikasi suap. Lily yang pernah menjadi anggota DPRD Sumsel Fraksi Partai Golkar periode 2005–2015 diduga berperan sebagai pengepul uang komisi proyek dari para pengusaha. Salah satunya dari Joni yang kemarin turut ditetapkan sebagai tersangka.
Lily ditengarai menjadi representasi sang gubernur Bengkulu yang baru menjabat setahun terakhir tersebut. Untuk memuluskan praktik kotor itu, Rico Diansari ditengarai sengaja diplot sebagai perwakilan pengusaha. Dalam kasus ini, Rico yang juga pengusaha berperan sebagai perantara penerima uang dari Joni.
Wakil Ketua KPK Saut Situmorang menjelaskan, uang Rp 1,26 miliar diamankan dari dua lokasi berbeda. Pertama, uang Rp 1 miliar dibawa dari rumah pribadi gubernur Bengkulu di Kelurahan Sidomulyo, Kecamatan Gading Cempaka, Kota Bengkulu. Sisanya diamankan dari tangan Joni yang ditangkap di sebuah hotel di Kota Bengkulu. ”Masyarakat yang menyampaikan laporan ini ke KPK,” ujarnya di gedung KPK, kemarin (21/6).
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menambahkan, total ada empat orang yang dijadikan tersangka kemarin. Yakni, Ridwan, Lily, dan Rico sebagai penerima serta Joni sebagai pemberi. Seorang staf Rico bernama Aris yang juga digiring ke KPK pada Selasa (20/6) hanya berstatus saksi. Dia dikembalikan ke Bengkulu.
Setelah menetapkan tersangka, tim KPK melakukan penyegelan di sejumlah lokasi di Bengkulu. Di antaranya, kantor gubernur, rumah gubernur, dan kantor perusahaan Rico. Tim penyidik langsung mengumpulkan barang bukti yang berkaitan dengan perkara itu. Khususnya terkait peningkatan jalan di jalur TES-Muara Aman dan di Curuk Air Dingin yang menjadi objek suap.
Alexander menyebutkan, KPK sejatinya menyayangkan terjadinya OTT itu. Sebab, tahun lalu Ridwan berkomitmen menjadikan Bengkulu sebagai provinsi bebas korupsi. Ridwan sempat meminta KPK melakukan kegiatan koordinasi, supervisi, dan pencegahan (korsup) di Bengkulu. Ada empat bidang yang menjadi prioritas, yakni e-planning, e-procurement, e-PTSP, dan penguatan aparat pengawasan intern pemerintah (APIP).
”Masalah pengadaan barang dan jasa di daerah itu masih menjadi pusaran korupsi yang dilakukan pejabat,” ungkapnya.
Untuk kepentingan penyidikan, para tersangka kemarin langsung diinapkan di rumah tahanan negara cabang KPK selama 20 hari ke depan. Ridwan ditahan di Rutan Cabang KPK di Guntur, Lily di Rutan Cabang KPK di kantor KPK lama Kavling C1 Jalan HR Rasuna Said, Rico di Rutan Polres Jakarta Pusat, dan Joni di Rutan Polres, Cipinang, Jakarta Timur.
Sementara itu, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo mengatakan, pihaknya masih menunggu pemberitahuan resmi dari KPK terkait dengan status gubernur Bengkulu. Jika nanti gubernur Bengkulu dinyatakan sebagai tersangka dan ditahan, pihaknya akan menyiapkan pelaksana tugas (Plt).
Mengenai maraknya pejabat yang terkena OTT KPK, Tjahjo merasa prihatin. Sebab, terungkapnya berbagai skandal seolah tidak menjadi pelajaran bagi para pemangku kebijakan. Korupsi masih terus dilakukan.
Disinggung soal langkah konkretnya ke depan, Tjahjo mengatakan bahwa sebagaimana hasil koordinasi dengan KPK, kampanye penggunaan e-government akan kembali digencarkan. Tujuannya, perencanaan pembangunan bisa dilakukan secara transparan. Dengan demikian, celah-celah penyimpangan tertutup.
Selain itu, lanjut dia, penguatan lembaga inspektorat daerah yang kuat dan independen akan dilakukan. Saat ini pihaknya masih menyusun regulasi agar lembaga pengawas internal tersebut bisa menjalankan fungsinya secara baik. Salah satunya dengan tidak menempatkan inspektorat di bawah kepala daerah.
Selama ini, kata dia, inspektorat cenderung tidak memiliki keberanian untuk mengawasi kepala daerah. Sebab, secara struktural, kepala daerah menjadi atasannya. Untuk itu, nanti pertanggungjawaban dilakukan ke kepala daerah satu level di atasnya. ”Nanti pengangkatan dan pemberhentian inspektur kabupaten/kota atas persetujuan gubernur. Inspektur provinsi atas persetujuan Mendagri.” (tyo/far/c7/owi)