Akhirnya Tunda Tambahan Nilai
Dalam Penerimaan Peserta Didik Baru SMA
SURABAYA – Masyarakat yang akan mendaftarkan putra-putrinya ke jenjang SMA negeri kini boleh bernapas lega. Sebab, kemarin (21/6) Dinas Pendidikan Jawa Timur menunda pelaksanaan sistem penambahan 12,5 poin. Dengan langkah itu, seluruh siswa kini bisa bersaing untuk memperebutkan sekolah yang dituju.
Penundaan tersebut memang pantas diterapkan. Sebab, langkah itu sejak awal memicu gelombang protes dari para pelaku pendidikan hingga wali murid. Mereka mendatangi ruang klinik pendidikan Dispendik Jatim. Bukan hanya itu. Protes juga terjadi di ranah media sosial. Penilaiannya satu: kebijakan tersebut dianggap tidak adil dan mendadak.
Kepala Dinas Pendidikan Jawa Timur Saiful Rachman menyatakan bahwa sistem penambahan poin itu lebih baik diterapkan tahun depan. Harapannya, masyarakat bisa lebih menyiapkan diri
Sesuai petunjuk teknis, seleksinya kembali menggunakan nilai ujian nasional (unas) dan kartu keluarga,’’ katanya.
Sebelumnya, Saiful menilai bahwa sistem penambahan poin tersebut bisa memberikan kesempatan yang cukup luas. Terutama pada masyarakat yang akan mendaftarkan anaknya ke jenjang SMA untuk diterima di zona masing-masing. Hal itu sesuai dengan Permendikbud Nomor 17 Tahun 2017 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) ayat 1 dan 2.
Dalam pasal 15 ayat 1 disebutkan bahwa sekolah yang diselenggarakan pemerintah daerah wajib menerima calon peserta didik yang berdomisili pada radius zona terdekat dari sekolah. Jumlahnya minimal 90 persen dari total jumlah keseluruhan peserta didik yang diterima.
Pada ayat 2 dijelaskan bahwa domisili calon peserta didik sebagaimana dimaksud pada ayat 1 berdasar alamat pada kartu keluarga yang diterbitkan paling lambat enam bulan sebelum pelaksanaan PPDB. Jadi, semua sekolah bisa dapat siswa. Selama ini Surabaya yang diserbu ke SMA kompleks saja,’’ katanya.
Wiji Saksono, salah satu wali murid, mengatakan lega dengan langkah Dispendik Jatim yang membatalkan kebijakan tersebut. Setidaknya kebijakan itu tidak berlaku tahun ini yang notabene PPDB sudah berjalan.
Namun, dia menanyakan persentase 90 persen yang dinilai masih rancu. Yakni, antara zona internal dalam kota dan zona luar kota. Sebesar 90 persen itu zona dalam atau zona Surabaya?’’ ucapnya. Demikian juga kuota sisanya yang 10 persen. Sebesar 10 persen itu zona luar atau zona luar Surabaya?’’ tambahnya.
Dia berharap 90 persen itu ditujukan untuk KK atau SMP zona Surabaya dan 10 persen sisanya untuk KK atau SMP zona luar Surabaya. Terkait hal itu, dia berharap Dispendik Jatim melengkapinya dalam penjelasan resmi yang tertuang dalam laman ppdbjatim.net.
Persoalan yang dikeluhkan wali murid tentang PPDB, tampaknya, bukan hanya pada sistem poin. Rosy Umi, wali murid lainnya, menanyakan konsistensi zonasi. Pada awal PPDB Jatim diluncurkan, Kecamatan Sawahan masuk zona 3. Pihaknya juga rajin mengawal anaknya unutk melakukan simulasi sejak dibuka pada 3 Juni lalu.
Namun, pada 16 Juni zonanya berubah. Kecamatan Sawahan masuk zona 2. Atas perubahan itu, pihaknya melapor ke Cabang Dinas Pendidikan Jawa Timur. Laporan itu pun sudah ditanggapi dengan baik. Pagi di zona 2, siang kembali ke zona 3,’’ ungkapnya.
Sayang, Kecamatan Sawahan ternyata dikembalikan lagi ke zona 2. Saya hanya mempertanyakan kenapa mudah sekali sistem zonasi ini diubah,’’ ungkapnya. Hal itu tentu berpengaruh dalam sekolah yang dipilih. Beda zona tentu beda sekolah. Padahal, pemilihan sekolah sudah dipertimbangkan dengan sebaik-baiknya.
Masalah zonasi juga dikeluhkan Aziz Alimul Hidayat, wali murid yang lain. Menurut dia, penetapan zona selama ini perlu diperbarui.
SMA kompleks kan unggulan semua. Nah, itu harus dipecah zonanya,’’ ujar wakil rektor I Universitas Muhammadiyah Surabaya tersebut. SMA dengan kualitas bagus jangan sampai terpusat di satu zona. Hal itu, lanjut dia, bisa menghambat anak dari zona lain untuk masuk ke sana.
Menurut Aziz, memang berkumpulnya seluruh sekolah unggulan di satu tempat itu akan menguntungkan siswa di zona tersebut. Kelemahannya, zona lain tidak akan punya kesempatan ke sekolah bagus yang kebanyakan di tengah,’’ paparnya.
Mengenai hal itu, Dispendik Jawa Timur memang mengubah zona Kecamatan Sawahan dari zona 3 ke zona 2. Pertimbangannya mendekati SMAN 21 yang berada dalam satu Kecamatan Sawahan. Kepala UPT Teknologi Informasi Komunikasi Pendidikan Dispendik Jatim Ema Sumiarti menjelaskan, aturan itu akan disosialisasikan melalui website dan sekolah.
Mengenai zona yang berubahubah, anggota Dewan Pendidikan Jawa Timur Isa Anshori menyebut hal itu disesuaikan dengan perkembangan. Penyebabnya, zona 3 dianggap ada penumpukan pendaftar. Persaingan pun lebih ketat. Karena itu, Kecamatan Sawahan dialihkan ke zona 2.
Artinya, siswa punya kesempatan lebih banyak untuk diterima,’’ jelasnya.
Ada juga zona Kecamatan Gubeng yang awalnya zona 4 kini masuk zona 1. Zona 1 meliputi Kenjeran, Semampir, Bulak, Simokerto, Krembangan, dan Pabean Cantian. Pembagian zona itu kurang menguntungkan bagi siswa di Kecamatan Gubeng. Sebab, jangkauan siswa untuk sekolah jadi lebih jauh.
Isa menyebutkan, aturan PPDB sebenarnya sudah tertuang dalam juknis PPDB. Karena itu, masyarakat pun menjadikan juknis tersebut sebagai acuan.
Aturan yang tidak tertulis sudah pasti menimbulkan reaksi, termasuk tentang sistem poin,’’ paparnya. (puj/c15/git)