Jawa Pos

Sisipkan Cerita tentang Indonesia Tiap Ada Yang Pesan Kopi

Indonesia dihadirkan pengelola SUBStore di Tokyo via makanan warungan, kopi toraja, serta buku dan piringan hitam. Beberapa artis tanah air juga pernah menggelar acara di sana. Wartawan Jawa Pos GUNAWAN SUTANTO mengunjung­inya beberapa waktu lalu. Cara SUB

-

LETAKNYA di kawasan yang dikenal sebagai salah satu sentra seniman di Tokyo. Persis di meja sebelah, sejumlah anak muda Jepang juga tengah asyik bercengker­ama.

Tapi, begitu membuka menu, hilang sudah semua ”ke-Jepang-an” itu. Yang hadir justru sepenuhnya Indonesia.

Ada nasi gila, gado-gado, nasi campur, hingga sambal matah. Tersedia pula olahan Indomie.

”Pokoknya, menu makanan di sini seperti warung di Indonesia,” kata Andhika Faisal, si pemilik kafe, sembari menyodorka­n es kopi kepada

Jawa Pos yang berkunjung Sabtu tiga pekan lalu (3/6).

Bagi yang biasa atau pernah nongkrong di Pasar Santa, Jakarta Selatan, nama SUBStore tentu tak lagi asing. Bersama sekolah kopi ABCD, SUBStore menjadi perintis transforma­si Pasar Santa.

Sebuah pasar tradisiona­l biasa yang kemudian menjelma jadi

popup market dan tempat nongkrong paling hit

SUBStore dikenal karena menyediaka­n barang-barang khas.

Mulai buku, vinyl (piringan hitam), action figure, sampai pakaian. Dari Jakarta, mereka mengembang­kan sayap ke Bandung. Lalu, berlanjut ke Jepang yang dikelola Andika bersama sang istri, Kumi Takaba. Tepatnya di kawasan Koenji, Tokyo Barat.

”Bedanya, di sini kami jual kopi dan masakan Indonesia, bukan sekadar buku dan vinyl,” kata Andhika Faisal, pemilik SUBStore.

Kopi dari Indonesia memang diandalkan Andika di kafenya. ”Saya sengaja hanya menyediaka­n kopi Indonesia. Yang selalu ada toraja,” ujar alumnus visual communicat­ion design Universita­s Pelita Harapan tersebut.

Atas dasar itu pula, Andhika tak menyuguhka­n banyak menu kopi. Hanya black coffee. Tak ada menu blended coffee yang aneh-aneh.

Juga, tak ada espresso machine. Dia hanya mengandalk­an hand drip. Andhika memilih V60 sebagai media menyeduh kopi.

”Saya pilih yang simpel. Sebab, yang ingin saya tonjolkan cita rasa kopi Indonesia-nya,” ujar pria kelahiran 2 November itu.

Untuk urusan biji kopi, Andhika mendatangk­an langsung kopi toraja dari Indonesia. Dia membeli lewat kenalannya yang punya bisnis biji kopi di Pasar Santa.

Kepada tiap orang yang memesan kopi, Andhika tak lupa menyelipka­n sedikit storytelli­ng. Dia menyampaik­an pesan bahwa kopi yang disuguhkan berasal dari Indonesia. Sebuah negeri penghasil kopi terbesar di dunia. Negara yang konon paling banyak memiliki single origin.

Pilihan untuk mengedepan­kan kopi itu diambil juga karena dia melihat belakangan kopi menjadi ”minuman wajib” di Jepang. Beberapa orang bahkan menganggap budaya minum kopi di Jepang mulai menyaingi budaya minum teh.

”Memang orang Jepang mulai serius menikmati cita rasa kopi. Karena itu, black coffee jadi fovorit di sini,” katanya.

Menurut Andhika, tak jarang orang kembali ke kafenya karena larut dengan rasa kopi. ”Banyak yang datang kembali dan bertanya apakah saya punya biji kopi lainnya dari Indonesia selain toraja,” ujarnya.

Kalau sudah demikian, Andhika sering harus merelakan ”harta karunnya”. Dia mengeluark­an biji kopi yang seharusnya tidak untuk dijual, lalu diseduhkan untuk si tamu.

”Saya memang menyimpan beberapa biji kopi dari berbagai daerah di Indonesia. Tapi tidak untuk saya jual karena tidak banyak,” ungkap penggemar kopi mandailing itu.

Pada Sabtu malam tiga pekan lalu tersebut, pengunjung SUBStore cukup banyak. Padahal, jarum jam sudah menunjuk pukul 23.30 waktu setempat. Di salah satu meja tampak beberapa anak muda asal Indonesia. Mayoritas mahasiswa dan pekerja di Tokyo.

”Saya suka tempatnya. Tidak besar, tapi kopinya spesial,” ujar Jeff, pengunjung berkebangs­aan Kanada yang malam itu datang bersama empat rekannya sesama ekspatriat.

Andhika mulai mengelola kafe berukuran 10 x 3 meter itu bermula dari kejenuhann­ya menjadi karyawan. Andhika dan Kumi memang sejak 2010 tinggal di Jepang atau setahun setelah menikah.

Mereka saling kenal saat sama-sama bekerja di sebuah hotel di Bali. Saat ini keduanya tinggal di daerah Suginami-ku, Tokyo.

”Kami merasa ingin bekerja sendiri yang sesuai passion. Akhirnya tahun lalu kami buka SUBStore ini,” kenang Andhika.

Pasangan suami istri itu sepakat menyewa bangunan di lantai 2 di kawasan Koenji untuk dijadikan kafe. Nama kafe dipilih SUBStore karena konsepnya memang sama dengan yang dikelola adiknya di Jakarta.

Konsep SUBStore tak ubahnya popup store kebanyakan. Pasar mereka anak muda yang punya ketertarik­an pada musik, buku, mainan, dan piringan hitam.

Beberapa barang yang dijual berkondisi baru dan bekas. SUBStore yang ada di Indonesia menjual beberapa barang yang didatangka­n langsung dari Jepang lewat Andhika.

Untuk makanan, dia dan istrinya yang bergantian masak. Kebetulan mereka berdua punya hobi masak.

Untuk koleksi buku dan vinyl, Andhika mendapatka­nnya dari saling tukar dengan SUBStore di Indonesia serta jaringan sesama kolektor.

Andhika mengaku, SUBStore tak hanya jadi jujukan warga Indonesia yang tinggal di Tokyo. Warga lokal juga sering datang. Mayoritas anak muda. Di luar itu, warga lokal yang datang biasanya merupakan orangorang yang pernah tinggal di Indonesia.

”Yang seperti itu datang ke sini seperti mengobati kangen pada masakan Indonesia.”

Yang menjadikan SUBStore jujukan anak muda tak lain karena kafe tersebut sering menggelar event. Terutama pemutaran film dan music performanc­e. Di akun media sosial SUBStore Tokyo, sejumlah seniman dari berbagai negara pernah datang dan tampil.

Termasuk beberapa artis Indonesia. Salah satunya Maliq & D’Essentials yang pernah melakukan pengambila­n gambar untuk klip video mereka yang bertajuk Senang.

Bukan hanya itu. Salah seorang penyanyi terkenal Malaysia Mohammad Noh bin Salleh juga pernah tampil di SUBStore. ”Waktu itu malah mereka tampil di luar kafe. Kondisinya sedang hujan, tapi juga banyak yang datang,” kenang Andhika.

Andhika berharap, dengan banyak dan beragamnya komunitas yang datang ke SUBStore Tokyo, makin banyak yang mengenal Indonesia. Dan, itu sudah mulai dirasakan begitu pengunjung menginjak naik anak tangga menuju pintu kafe.

Berbagai papan reklame produk asli Indonesia terpampang di sana. Mulai mi ”Indomie Seleraku…” sampai ”Jamu Cap Portret Nyonya Meneer”. (*/c10/ttg)

 ?? GUNAWAN SUTANTO/JAWA POS ?? RASA INDONESIA: Andhika Faisal menyeduh kopi dengan ditemani istrinya, Kumi Takaba, di SUBStore, Tokyo ( 3/ 6).
GUNAWAN SUTANTO/JAWA POS RASA INDONESIA: Andhika Faisal menyeduh kopi dengan ditemani istrinya, Kumi Takaba, di SUBStore, Tokyo ( 3/ 6).

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia