Jawa Pos

Tinggalkan Mercusuar yang Roboh pada Zaman Belanda

Cirebon ikut memetik keuntungan dari ekspedisi Laksamana Cheng Ho ke Pulau Jawa. Niat awal sekadar mengisi air bersih, tapi berkembang menjadi penularan ilmu menangkap ikan, bertani, dan kesyahband­aran. Bahkan, persahabat­an dengan Tiongkok berlanjut hingg

-

SALAH satu kota penting di Jawa yang menjadi jujukan Cheng Ho adalah Cirebon. Penting dalam konteks penyebaran Islam di kawasan Asia Tenggara. Cheng Ho dan pasukannya mendatangi Cirebon tahun 1405 pada pelayaran pertamanya.

Mereka sebetulnya datang hanya untuk mengisi air bersih bagi kepentinga­n pasukan. Namun, mengisi air untuk armada Cheng Ho tentu membutuhka­n waktu lama. Sebab, kapal-kapalnya besar dan jumlah penumpangn­ya banyak. Singgah di wilayah dalam waktu lama tentu harus minta izin kepada penguasa lokal.

”Itulah awal persahabat­an kami (Cirebon, Red) dengan Cheng Ho,” kata Sultan Sepuh XIV Keraton Kasepuhan Cirebon Pangeran Raja Adipati Arief Natadining­rat (sultan Cirebon saat ini) kepada Jawa Pos.

Gusti Sultan, panggilan akrabnya, menyebutka­n bahwa saat itu Ke- sultanan Cirebon belum ada. Masih di bawah kekuasaan Kerajaan Sing Apura (bagian dari Kerajaan Pajajaran). ”Baru pada 1430 Kerajaan Cirebon ada. Dimulai ketika putra Kerajaan Pajajaran Pangeran Cakrabuana mendirikan Keraton Pakungwati,” terangnya.

Menurut Gusti Sultan, hampir semua wilayah Cirebon pernah didatangi Cheng Ho. Tapi, daerah yang menjadi tempat tinggal selama di Cirebon adalah kawasan Muara Jati. Daerah itu sekarang menjadi area makam Sunan Gunung Jati.

”Secara resminya, Cheng Ho memberikan hadiah kepada kami berupa guci dan piring-piring dengan lafaz tauhid,” kata Gusti Sultan. Kini benda-benda itu masuk dalam pusaka keramat Kesultanan Kasepuhan Cirebon yang hanya boleh dilihat pada Jumat.

Cheng Ho juga banyak memberikan bantuan alih teknologi ke masyarakat Cirebon. Di antara- nya adalah pembuatan jala penangkap ikan. Sehingga hasil tangkapan nelayan Cirebon menjadi lebih banyak. Bukan hanya itu, Cheng Ho juga mengajarka­n teknik bercocok tanam.

Hubungan Cirebon dengan Tiongkok tak hanya sampai pada kunjungan Cheng Ho. ”Hubungan pernikahan juga terjadi antara Sunan Gunung Jati, pendiri Kesultanan Cirebon yang juga salah seorang Wali Sanga, dengan salah satu putri dari Tiongkok, yakni Putri Ong Tien Nio,” ujar Gusti Sultan. Baju-baju peninggala­n Ong Tien Nio sampai sekarang masih tersimpan di museum dalam Keraton Kasepuhan Cirebon.

Cheng Ho dan Sunan Gunung Jati memang beda zaman. Cheng Ho kali pertama datang ke Cirebon pada 1405, sedangkan Sunan Gunung Jati memerintah Cirebon mulai 1479. ” Tapi, jika bukan Cheng Ho yang memulai hubungan baik, tentu tidak akan ada Putri Ong Tien Nio,” tuturnya.

Filolog Cirebon Raden Raffan Safari Hasyim menyebutka­n, pasukan Cheng Ho juga memberikan ilmu pengetahua­n tentang kesyahband­aran di sekitar Pelabuhan Muara Jati dan wilayah Kerajaan Sing Apura.

Salah satunya membangun mercusuar untuk mempermuda­h dalam mengontrol Pelabuhan Muara Jati. Setelah dibangun mercusuar, makin ramailah Pelabuhan Muara Jati sehingga terkenal di seantero Jawa, bahkan mancanegar­a.

Meski sempat lama singgah di Cirebon, tidak banyak petilasan Cheng Ho di daerah itu. Yang masih bisa dijumpai adalah bekas mercusuar di kawasan Muara Jati. Mercusuarn­ya sendiri roboh pada zaman Belanda. Kini satusatuny­a landmark justru bangunan modern berupa replika kapal yang dibangun pengusaha Cirebon keturunan Tionghoa. Yakni restoran berupa replika kapal Cheng Ho. (*/mik/JPG/c9/nw)

 ?? BOY SLAMET/JAWA POS ??
BOY SLAMET/JAWA POS
 ??  ?? superpower,
superpower,
 ??  ??

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia