Jawa Pos

Telusuri Kisah Cinta Pribumi dan Belanda

-

Ya, mereka adalah anggota Komunitas Indigo dan Telepati Surabaya (KITS). Komunitas itu mewadahi orang-orang dengan kelebihan. Mereka punya energi positif yang tak dipunyai orangorang kebanyakan.

Bagus Heri Setiaji adalah ketua KITS. Malam itu (21/6), bersama kawan-kawannya, dia sedang membahas sejarah Judo Kardono. Panglima yang menjabat saat Majapahit diperintah Jayanegara, raja kedua setelah Raden Wijaya, pada 1309–1328.

Judo Kardono dipercaya muksa (hilang bersama raganya) di tempat yang sekarang berada di Jalan Cempaka, di pusat kota Surabaya. Dulu, kata mereka, petilasan itu kerap diziarahi mantan Presiden Soeharto dan istrinya.

Agenda yang sedang dilakukan komunitas tersebut bernama Jalan-Jalan Misteri (JJM). Jadwalnya tidak pasti. Namanya juga misteri. Yang terang, tiap pekan selalu ada setidaknya sekali trip.

Tak sekadar cangkruk, mereka juga berkelilin­g petilasan. Di situ ada batu yoni, setinggi paha orang dewasa. ’’Yoni ini sebenarnya ada batunya di tengah. Jadi, namanya lingga dan yoni kalau lengkap. Melambangk­an kesuburan,’’ terang Dhanny Budiharto salah seorang anggota KITS.

Beberapa anggota mengamati ukiran-ukiran di batu. Beberapa di antara mereka juga sibuk berkelilin­g area petilasan. Ada pula yang mengambil air dari tengah yoni untuk cuci muka.

Di kompleks petilasan itu, ada dua bangunan yang mirip candi -candi di era Majapahit.

Di depan ada orang berbaju hitam yang berjaga di samping tangga. ’’Kalau ini tempat untuk semedi,’’ ujar Bagus sambil menunjuk bangunan berukuran 3 x 3 meter tersebut.

Petilasan Judo Kardono bukan satu-satunya tempat untuk JJM. Mereka pernah mengunjung­i bangunan yang disebut sebagai rumah hantu darmo di Surabaya Barat. Pernah juga mendatangi Balai Pemuda, yang pada zaman Belanda menjadi tempat dansadansi. ’’Ya, memang benar di sana banyak hal-hal mistis. Termasuk soal pesugihan,’’ ujar Bagus.

Di Balai Pemuda, kata Bagus, pernah terdapat sebuah piano yang kerap berbunyi sendiri saat malam. Sebab, ada seorang sinyo Belanda yang jatuh hati dengan perempuan pribumi. Tapi, cinta mereka kandas. Dan lelaki itu kerap memainkan piano untuk perempuan pujaannya tersebut. ’’Istilahnya mati ngenes karena cintanya nggak kesampaian,’’ tutur Bagus.

KITS sudah tiga tahun berdiri. ’’Sebenarnya kami ini orang stres semua, Mas,’’ celetuk Dhanny. Pertemuan mereka diawali lewat forum di Facebook yang lantas dikonkretk­an di Museum Kesehatan, Jalan Indrapura.

Tidak mau sebatas indigo, komunitas itu memasukkan unsur telepati. Menurut mereka, telepati bisa dipelajari. Kini anggota KITS mencapai 25 orang. Padahal, awalnya hanya 7–10 orang.

Menurut Dhanny, umumnya orang indigo cenderung introver. Mereka merasa bahwa kelebihan yang dipunyai adalah keanehan bagi orang lain.

Indigo bisa didefinisi­kan sebagai seseorang yang memiliki warna aura yang berbeda. Warna aura tersebut cenderung biru keunguan atau ungu kebiruan. ’’Kemampuan ini tidak dipelajari. Dan didapat secara lahiriah,’’ ujar Dhanny.

Masing-masing indigo memiliki kemampuan yang berbeda-beda. ’’Saya itu nggak bisa melihat (sesuatu, Red). Cuma tahu aja kalau ada sesuatu,’’ kata Dhanny.

Salah satu agenda rutin komunitas itu adalah menyosiali­sasikan indigo kepada masyarakat. Mereka juga mengadakan bakti sosial. Termasuk bagi-bagi takjil saat Ramadan. ’’Juga pijat gratis dan membaca kartu tarot,’’ ujar Bagus.

KITS pernah diminta berkomunik­asi dengan makhluk gaib. Misalnya, mengusir jin di klinik kecantikan. Menurut Bagus, di klinik yang sebenarnya baru selesai dibangun itu kerap ada hal aneh. Misalnya, tiba-tiba tercium bau busuk. ’’Ternyata, rumah itu sudah sepuluh tahun kosong. Dan yang punya klinik tidak tahu kalau sebelumnya kosong. Rumah kalau sepuluh tahun nggak ditempati bisa dipastikan ada yang huni,’’ ujar Dhanny.

Kemudian, bersama-sama dengan anggota KITS lainnya, mereka mencoba untuk mediasi dan mencari tahu apa yang sebenarnya ada di sana. ’’Mediasi ini untuk mencoba berkomunik­asi dengan ’mereka’. Ternyata ’mereka’ mokong dan ingin tetap tinggal di sana,’’ kenang Bagus.

Dengan bantuan anggota lainnya, penghuni atau makhluk halus di sana akhirnya bisa diusir. ’’Percaya nggak percaya, sampai keluar semacam asap di sana,’’ ujar Dhanny.

KITS tidak mau dipandang sebagai seorang paranormal. ’’Kalau indigo cenderung memakai kecerdasan spiritual. Bukan kelebihan yang didapat seperti paranormal,’’ kata Dhanny. Menurut mereka, kelebihan paranormal kerap didapat melalui olah laku yang panjang dan penuh risiko. Sedangkan indigo lebih ke bakat.

Menurut Bagus, akhir-akhir ini semakin banyak orang yang terobsesi menjadi seorang indigo. Padahal, dia tidak memiliki darah indigo. Biasanya, yang ingin menjadi indigo adalah anak-anak SMP dan SMA yang memandang indigo sebagai sesuatu yang keren. ’’Mental mereka belum stabil,’’ ujar bapak dua anak tersebut.

Kini KITS sedang menghadapi masa-masa perkembang­an. Mereka terus berupaya menjadikan KITS sebagai komunitas yang bermanfaat bagi sesama. Kegiatan sosial menjadi andalan mereka untuk berbaur dengan masyarakat. (*/c19/dos)

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia