Penusuk Brimob Terdoktrin via Internet
JAKARTA – Polri menemukan fakta baru terkait Mulyadi, pelaku teror penusukan dua anggota Brimob di depan Mabes Polri. Dia diduga kuat lone wolf yang tercuci otaknya melalui internet. Tidak ada hubungan struktural dengan kelompok mana pun yang terafiliasi ISIS
”Dari internet itu dia mengetahui paham radikal,” ujar Karopenmas Divhumas Polri Brigjen Rikwanto di Jakarta kemarin (2/7).
Dugaan itu menguat karena hingga saat ini belum ditemukan adanya keterkaitan penjual produk kosmetik tersebut dengan kelompok tertentu. Dalam analisis informasi dan teknologi (IT) melalui alat komunikasi pelaku, sama sekali tidak ada jejak komunikasi dengan orang atau kelompok tertentu.
” Yang terlihat adanya banyak konsumsi terhadap situs radikal dan grup radikal yang menyebarkan ajarannya. Tak ada komunikasi apa pun dengan Bahrun atau orang yang diduga anggota kelompok teror,” jelasnya.
Bagaimana pria 28 tahun itu berani melakukan aksi teror? Dia menyatakan, sangat mungkin aksi teror secara lone wolf alias sendirian dan tak terkoneksi jaringan teror tersebut dilakukan karena termotivasi maraknya materi yang diunggah di grup radikal. ”Khususnya soal amaliah dengan modus menusuk dan merampas senjata,” paparnya.
Dia menjelaskan, dari pemeriksaan terhadap teman Mulyadi semasa SMA yang bernama Angga, diketahui bahwa pada Minggu (25/6), Mulyadi menginap di rumah kosnya hingga Senin (26/6). ”Selama menginap ini, Mulyadi menunjukkan video-video ISIS,” tuturnya.
Mulyadi, lanjut dia, juga menceritakan persoalan jihad kepada temannya tersebut. ”Setelah itu, Angga mengantar Mulyadi ke Sta- siun Palmerah. Mulyadi menyebut ingin bertemu temannya,” ujarnya.
Teman Mulyadi lainnya, Zulkifli, dalam kesaksiannya juga menyebut seringnya pelaku menonton video ISIS dan berbagai ajarannya. ”Zulkifli ini teman satu kosan. Sejak akhir 2016, Mulyadi disebut kerap nonton video ISIS,” terang Rikwanto.
Terkait senjata pisau sangkur, pisau tersebut dibelinya dari sebuah situs belanja online. ”Kakak iparnya menyebut pisau itu dibeli tiga bulan yang lalu,” urainya.
Sementara itu, Kadivhumas Polri Irjen Setyo Wasisto menjelaskan, sudah banyak situs radikal yang ditangani dengan cara diblokir. Namun, ternyata semua itu terus tumbuh dengan menggunakan alamat situs lainnya. ”Tentu ini perlu diatasi bersama,” jelasnya.