Mengapa Harus Kontroversi?
PERMENDIKBUD Nomor 23 Tahun 2017 tentang pemberlakuan sekolah lima hari yang menuai kritik dan mengalami kontroversi di masyarakat. Sebagian kalangan menilai kebijakan menteri pendidikan kali ini perlu dikaji karena terkesan memaksakan. Banyak orang mengatakan sekolah-sekolah di pinggiran kota merasa belum siap.
Di era globalisasi seperti ini, kebijakan sekolah lima hari atau full day school (FDS) memang sudah waktunya. Banyak orang tua murid yang sibuk bekerja atau pengejar karir demi masa depan anak dan keluarganya. Komunikasi dan perhatian orang tua terhadap anak sangat terbatas. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, orang tua murid lebih memilih memercayakan atau menyekolahkan anaknya ke sekolah yang memiliki jam belajar lebih panjang (FDS).
Belajar di sekolah lima hari membuat aktivitas belajar maupun bermain anak-anak lebih terkontrol. Pendidikan budi pekerti/karakter dapat diterapkan dengan baik di sekolah karena guru memiliki peran utama dalam pengembangan pendidikan karakter anak, nomor duanya adalah orang tua dan lingkungan. UU 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Permendiknas 22/2006 tentang Standar Isi, Permendiknas 23/2006 tentang Standar Kompetensi Kelulusan (SKL), Inpres 1/2010 tentang Percepatan Pelaksanaan Prioritas Pembangunan Nasional Tahun 2010 memerintahkan pengembangan karakter peserta didik melalui pendidikan di sekolah.
Kurikulum yang digunakan dalam FDS sama dengan kurikulum yang berlaku dan disahkan oleh pemerintah. Walaupun jumlah jam belajarnya 8 jam sehari, kegiatan belajar mengajar (KBM) bisa berjalan dengan baik dan lancar. Karena pembagian jadwal antara jam belajar dan bermain serta kebutuhan siswa seperti makan (jajanan kantin) minum cukup memadai, sarana dan prasarananya juga terpenuhi. Dengan sistem seperti itu, orang tua murid merasa tenang jika putraputrinya bersekolah yang menjalankan sistem FDS.
Hal itu terbukti dengan banyak bermunculnya penerapan sekolah FDS di kotakota atau daerah industri. Seperti di Sidoarjo, banyak sekolah yang melaksanakan FDS, di antaranya Madrasah Ibtidaiyah Nahdlatul Ulama (MI NU) Pucang, SD Muhammadiyah 1 Sidoarjo, dan SDI Sabilillah. Rata-rata sekolah yang berlabel FDS di Kota Delta setiap tahun pelajaran baru mengalami kebanjiran murid dibanding dengan sekolah umum.
Jika Permendikbud 23/2017 bisa diterapkan dan diterima oleh masyarakat, pendidikan Indonesia akan lebih maju. Generasi yang dicetak lebih kompeten dan mampu bersaing di mancanegara. Dengan sekolah lima hari pula, guru bisa menyelesaikan tugas administrasinya dengan baik, seperti perumusan RPP, penentuan metode dan model pembelajaran di kelas, pembuatan media pembelajaran, hingga pelaksanaan evaluasi setelah kegiatan pembelajaran. Tidak hanya administrasi yang bisa dikerjakan oleh guru dengan sekolah lima hari, guru lebih kreatif dan produktif. Empat kompetensi yang harus dimiliki oleh guru seperti pedagogik, kepribadian, profesional, dan sosial akan terkuasai dengan baik.
Indonesia bukan merupakan negara pertama penggagas FDS. Banyak negara maju dan berkembang yang menerapkan pendidikan FDS seperti Spanyol, Prancis, Tiongkok, Jerman, Jepang, bahkan Singapura yang tidak jauh dari negara kita juga melaksanakan FDS. Hal itu disebabkan pertimbangan untuk mengakomodasi para orang tua agar lebih bisa seimbang dalam bekerja dan mengurus keluarga. (*) *) Pembina Masis SMAN 2 Sidoarjo AHMAD ARIF*