Jawa Pos

Temukan Passion di Usia Muda

Kalau ingin menulis dengan baik, membacalah. Dari kebiasaan membaca sejak kecil, Bryan Kenneth Handoko, 14, menjadi penulis. Sebuah buku telah dihasilkan. Buku selanjutny­a menunggu untuk dirilis.

-

ORANG tua selalu membiasaka­n Bryan, begitu dia biasa disapa, untuk membaca sejak kecil. Pelajar kelas IX SMP Gloria 2 itu paling sering dibelikan seri buku WHY oleh ortunya. Semakin lama, koleksinya semakin bertambah. ’’Sampai jadi perpustaka­an mini di rumah,’’ ujarnya.

Seiring bertambahn­ya usia, koleksi di perpustaka­an mininya semakin berderet. Bukan hanya sekadar buku pengetahua­n yang mudah dipahami anak-anak, ’’Sekarang lebih suka novel Inggris.’’ Karena itu, pergi ke toko buku jadi kegiatan rutin Bryan. Kalau bacaannya sudah habis, dia belanja lagi. ’’Sekali beli bisa 3–4 buku,’’ tuturnya.

Biasanya, dia melihat sinopsis dan penghargaa­n yang telah diraih sang pengarang. Lalu, dia juga memeriksa salah satu halaman dari buku yang sudah dibuka. Dia baca satu halaman penuh. Kalau satu halaman saja sudah membuatnya tertarik, langsung masuk keranjang. ’’Kalau satu halaman isinya bagus, seluruhnya pasti bagus,’’ katanya.

Dari membaca, putra pertama pasangan Handoko dan Elyana itu belajar menulis. Dia sudah berhasil menerbitka­n satu buku. Buku berjudul Defeating Darkness itu rilis Maret 2016.

Dia tadinya tidak terpikir untuk menulis buku. Hanya, ketika iseng mengikuti lomba menulis cerita di salah satu konsultan SDM, dia berhasil mendapatka­n peringkat. Eh, ternyata bisa juga ya, me nu lis. Bryan mulai menyadari adanya potensi tersebut. Sejak itu dia mulai menyusun buku sendiri. Bryan senang bisa menemukan passionnya sejak dini. Hal yang belum tentu dialami anak-anak lain. Penyuka cerita-cerita fiksi tersebut menulis buku dengan genre itu. Alur ceritanya terinspira­si dari Percy Jackson dan Harry Potter. Cerita tentang sihir.

Buku pertamanya itu diselesaik­an dalam waktu enam bulan. Buku tersebut tadinya terbit melalui self publishing. ’’Dua minggu setelahnya baru dapat kabar bisa masuk toko buku,’’ ucap penyuka buku All the Light We Cannot See karya Anthony Doerr itu.

Meski baru menulis satu buku, Bryan pun mengalami apa yang dirasakan penulis lain dalam me- nulis. Buntu ide. ’’Kalau lagi begitu, berhenti menulis. Lakukan hal lain,’’ ungkapnya. Jika terlalu dipaksa berpikir untuk mendapatka­n inspirasi, malah tidak maksimal.

Biasanya, dia lebih mudah mendapatka­n ide setelah membaca buku, menonton film, serta main game. Setelah ide muncul, dia segera menuangkan­nya ke dalam tulisan. ’’Langsung selesaikan satu bab, jangan berhenti di tengahteng­ah. Nanti lupa,’’ ungkapnya.

Pengidola J.K. Rowling itu juga aktif di klub menulis. Di klub itu, dia mendapatka­n teman-teman yang bisa diajak berdiskusi. Salah satunya ketika menentukan judul buku pertamanya. Bryan membuat 12 judul buku. Kemudian, dia survei ke teman-temannya. ’’Mereka setuju Defeating Darkness merupakan judul yang paling keren,’’ jelasnya.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia