Harus Tajam hingga Bisa Membelah Rambut
Sejak kecil Didik Hariadi suka dengan pisau. Kesukaan itulah yang ditekuni sebagai usaha. Hasilnya, pisau buatannya laris. Dikenal kuat dan tajam.
RUANGAN khusus berukuran 3 x 4 meter di rumah Didik Hariadi di RT 4, RW 1, Dusun Boharan, Desa Keboharan, Kecamatan Krian, terbilang lengkap. Ada tungku pembakaran baja, beragam potongan kayu aneka jenis, potongan pelat baja, gerinda, ampelas, sampai beragam pisau setengah jadi.
Di tempat itulah Didik ’’menyulap’’ pelat baja menjadi pisau beraneka jenis dan ukuran. Tiap pagi, lalu dilanjutkan sore hingga malam, Didik sibuk di sana. Begitu juga saat hari libur. ’’Bekerja ini sebagai hobi, sejak tiga tahun lalu. Sejak kecil memang suka dengan pisau,’’ kata pria kelahiran 1 Januari 1980 itu.
Meski baru dimulai tiga tahun lalu, pisau buatan Didik sudah dikenal di mana-mana. Meski tidak ada tulisan menerima pesanan pisau di depan rumahnya, banyak yang datang ke Didik untuk membeli pisau. Salah satunya, Ketua DPRD Kabupaten Sidoarjo Sullamul Hadi Nurmawan. ’’Gus Wawan (panggilan Sulamul, Red) pesan pisau untuk menyembelih,’’ ucap bapak dua anak tersebut.
Didik hanya mengenalkan produk buatannya lewat Facebook dan mulut ke mulut. Kesan dari orang yang pernah memesan ternyata menarik orang lain untuk ikutan memesan pisau ke Didik. Apalagi, Didik bisa membuat pisau apa saja. Sesuai desain dari pemesan. Mau senjata ala-ala Jepang seperti shuriken pun bisa dibuatkan. ’’Ada yang pernah pesan pedang mirip yang dipakai Rambo di filmnya,’’ katanya.
Pisau yang dibuat Didik, meski manual, tidak kalah dengan bikinan pabrik. Malah lebih tajam dan lebih kuat. Dia tidak sembarangan dalam membuat pisau. Ada cara tersendiri yang dipelajari sejak remaja. Bahkan, dia juga belajar metalurgi. Terkait dengan komposisi baja sekaligus pengolahannya. Misalnya, soal perhitungan komposisi bahan baku. Didik memilih bahan baku baja yang komposisi karbonnya harus di atas 0,60 persen. Jika di bawah itu, ketajamannya kurang. Jadi tidak awet tajam. Setiap beli baja itu saya lihat komposisinya,’’ ucapnya.
Kandungan mangan juga dilihat. Semakin banyak mangan, baja jadi semakin ulet,’’ tambahnya.
Jika sudah tahu komposisi baja yang akan digunakan, dia lebih mudah menentukan cara pengolahannya. Misalnya, baja jenis Sld hitachi, dia tidak perlu menyepuhnya menggunakan air. Baja tersebut cukup didinginkan dengan cara dikipas. ’’Jika baja itu terkena air setelah dibakar, hasilnya akan terlalu keras. Jika terlalu keras, akan mudah patah,’’ ucapnya.
Didik selalu membeli bahan baku dari pabrik. Bahan baku tersebut berupa baja yang belum diolah. Tidak menggunakan baja bekas seperti per mobil bekas atau cakram motor. ’’Belinya pelat baja dari pabrik yang jelas komposisinya dan belum pernah diolah sama sekali, itu memengaruhi kualitas,’’ ucap suami Lukik Hariani itu.
Baja dari pabrik tersebut diolah
hingga menjadi pisau sesuai pesanan. Baja tersebut dibentuk sesuai desain. Lalu, dia membakarnya menggunakan tungku dari batu bata tahan api. Selain itu, dia menajamkan bahan tersebut dengan ampelas. Tungkunya saya panaskan menggunakan gas elpiji. Pengaturan suhu saat membakar itu juga diatur,’’ jelasnya.
Didik tidak menempa baja untuk pisaunya sebagaimana di pandai besi. Dia hanya membentuk sesuai desain, menyepuh menggunakan tungku buatannya, lalu menajamkan dengan ampelas. Nyepuh dan mengampelasnya ini tidak sembarangan,’’ ungkapnya. Dia baru berhenti menajamkan pisau buatannya jika sudah bisa digunakan untuk membelah rambut. Sangat tajam.
Untuk pegangan, Didik juga tidak sembarangan. Dia menggunakan kayu keras. Antara lain, jati, sonokeling, ulin, sonokembang atau ang- sana, serta Red Amboyna. Agar kesan natural tetap muncul, kayu untuk gagang tidak dicat. Dibiarkan sesuai motif aslinya. ’’Motifnya ini jadi seni tersendiri. Ya mirip batu akik gitu. Semakin bagus motifnya bisa jadi semakin mahal,’’ ungkapnya. Harga setengah meter kayu untuk gagangnya saja ada yang sampai Rp 3 juta.
Dalam sebulan, Didik bisa menyelesaikan sekitar empat buah pisau pesanan berukuran 38 sentimeter. Untuk pisau kecil, dia bisa menyelesaikan tiga pisau dalam seminggu. Harganya bervariasi. Sesuai jenis bahan dan tingkat kesulitan. Misalnya, pisau standar dari material baja dengan sarung pisau terbuat dari bahan PVC harganya sekitar Rp 1,8 juta. Untuk material seperti baja sub-9a, harganya berkisar Rp 900 ribu–Rp 1 juta. ’’Sesuai dengan bahan bakunya. Jadi, harganya menyesuaikan,’’ jelasnya.