Terus Kejar Penerima Aliran Dana
Penyidik KPK Periksa Menteri Yasonna
JAKARTA – Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly kembali berurusan dengan penyidik KPK. Kemarin (3/7) Yasonna harus menghadapi pemeriksaan
Keterangan politikus PDIP itu diperlukan untuk dikonfirmasi dengan Andi Narogong, tersangka pemberi suap dalam proyek e-KTP.
Yasonna dipanggil bukan tanpa alasan. Sebab, nama mantan anggota Komisi II DPR itu sempat disebut menerima aliran dana dari proyek e-KTP. Tak tanggungtanggung, dalam dakwaan dua tersangka e-KTP (Sugiharto dan Irman), Yasonna disebut menerima uang USD 84 ribu. Yasonna sendiri berkali-kali membantah telah menerima uang tersebut. Namun, KPK masih terus mengejar bukti penerimaan itu, salah satunya melalui pemeriksaan.
Yasonna sendiri sudah dua kali tak hadir ketika dia dipanggil untuk tersangka Andi Narogong. Yasonna membantah mangkir dari pemanggilan KPK. Menurut dia, ketidakdatangannya itu karena menjalankan tugas sebagai men- teri. Saat panggilan pertama, Yasonna mengaku harus menghadiri rapat terbatas dengan Presiden Joko Widodo.
Sementara itu, pada panggilan kedua, dia tengah melakukan lawatan untuk mengunjungi secretariat justice Hongkong terkait aset yang dicuri. ”Seharusnya saya tanggal 5 nanti (pemeriksaan di KPK, Red). Jadi, saya percepat karena ada tugas yang lain,” beber pria 64 tahun itu.
Mangkirnya Yasonna bukan kali ini saja. Ketika dimintai keterangan untuk tersangka Sugiharto dan Irman pada Februari lalu, dia juga tak langsung hadir. Yasonna sempat dua kali tidak hadir.
Kemarin Yasonna mendatangi KPK sekitar pukul 11.00 WIB. Dia menjalani pemeriksaan sekitar empat jam. Tak ada yang baru dari pernyataan Yasonna selain bantahan. ”Pokoknya saya sudah memberikan keterangan kepada penyidik,” ujarnya.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah menjelaskan, KPK terus mendalami fakta keterlibatan anggota DPR. Mereka yang diduga terlibat akan diperiksa. Yasonna diperiksa dalam kapasitasnya sebagai anggota Komisi II DPR. Ketika itu, Yasonna dianggap tahu karena terlibat pembahasan anggaran.
Ditanya apakah pemeriksaan Yasonna juga berkaitan dengan penerimaan uang seperti yang ada dalam dakwaan Sugiharto dan Irman, Febri menjawab normatif. ”KPK tidak bisa berandaiandai, kita harus menunggu fakta persidangan,” tuturnya.
Menurut Febri, KPK akan mendalami keterlibatan semua pihak. Termasuk Setya Novanto yang kini menjabat ketua DPR, yang juga disebut dalam kasus e-KTP. ”Sudah banyak dari unsur swasta dan birokrasi yang diperiksa,” ungkapnya. KPK tidak akan berhenti untuk mengusut kasus tersebut.
Kemarin KPK juga menjadwalkan pemeriksaan sejumlah saksi. Yakni, Ade Komarudin dan istrinya, Netty Marliza. Keduanya diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Andi Narogong. Sayang, keduanya tidak hadir. ”Saksi sudah izin. Nanti kita jadwalkan lagi,” tutup Febri.
Sementara itu, penyidikan e-KTP yang dilakukan KPK sering mendapatkan sorotan. Dalam menangani kasus tersebut, KPK dianggap terlalu berhati-hati. Peneliti hukum Indonesia Corruption Watch (ICW) Emerson Yuntho menyatakan, KPK seharusnya bisa segera memproses pihak lain, baik itu dari swasta maupun DPR. ’’Tidak ada alasan untuk menunda-nunda,’’ ujar Emerson.
Sejauh ini, dari kalangan DPR, hanya Setya Novanto yang namanya terus disebut-sebut. Termasuk dalam tuntutan Sugiharto dan Irman. Dalam tuntutan keduanya, Setya Novanto dianggap memenuhi unsur melakukan tindak pidana secara bersamasama sesuai dengan pasal 55 ayat 1 kesatu KUHP tentang penyertaan dalam perbuatan pidana.
Jaksa penuntut umum (JPU) KPK meyakini Setya Novanto sebagai kunci keberhasilan pembahasan anggaran e-KTP di komisi II pada 2010. Hal itu diperkuat adanya pertemuan antara Irman, Sugiharto, Diah, Andi Narogong, dan Setnov di Hotel Gran Melia Jakarta pada Februari 2010.
Kasus e-KTP kali pertama men- cuat dari nyanyian mantan Bendahara Umum Partai Demokrat M. Nazaruddin. Dia menyebut terjadi bancakan dalam pembahasan megaproyek e-KTP. Nazaruddin ketika itu menyebut satu per satu nama yang disebut menerima aliran dana. Beberapa nama yang disebut Nazar akhirnya juga tercantum dalam dakwaan Sugiharto dan Irman.
Penyidikan perkara ini cukup panjang. Sejak Nazaruddin bernyanyi pada 2013. Berdasar temuan KPK, ada tiga kelompok di pusaran proyek e-KTP. Tiga sektor itu adalah politikus, birokrat, dan pihak swasta. Dalam pembahasan inilah terjadi bancakan terhadap proyek senilai Rp 6 triliun itu. (lyn/c17/ang)