Kabut Tebal saat Helikopter Basarnas Jatuh
Seluruh Penumpang Meninggal Dunia
JAKARTA – Cuaca ditengarai menjadi penyebab jatuhnya helikopter Dauphin milik Basarnas di lereng Gunung Batuk, Temanggung, Minggu lalu (2/7). Saat kejadian, kabut tebal tiba-tiba menutupi kawasan di lokasi kejadian kecelakaan yang mengakibatkan delapan anggota Basarnas gugur itu
Jenazah delapan anggota Basarnas yang menumpang heli tersebut telah diserahkan kepada pihak keluarga kemarin (3/7). Mereka adalah Kapten Laut Haryanto, Kapten Laut Li Solihin, Serka MPU Hari Marsono, Peltu LPU Budi Santoso, Muhammad Afandi, Nyoto Purwanto, Budi Resti, dan Catur. Lima jenazah ditemukan dini hari, setelah jenazah Nyoto, Budi, dan Catur, ditemukan lebih dahulu.
”Ini masih berproses. Tapi, dugaan sementara karena kabut. Dari laporan masyarakat, kabut lebat saat kejadian,” jelas Direktur Operasi dan Latihan Basarnas Brigadir Jenderal TNI (Mar) Ivan Ahmad Riski Titus.
Tim gabungan dari Basarnas, TNI-AL, dan Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) sudah di lokasi dan mulai proses investigasi. Cockpit voice recorder (CVR) pun sudah diamankan pada pukul 01.00 WIB.
Memang, lanjut Ivan, kondisi cuaca di Semarang dan Pegunungan Dieng, titik start dan tujuan heli, dilaporkan cerah oleh BMKG. Laporan itu pula yang membuat pimpinan Basarnas memperbolehkan helikopter yang sebenarnya stand by di Gringsing untuk mengawal arus mudik dan balik tersebut terbang ke Pegunungan Dieng, memberikan pertolongan kepada korban meletusnya Kawah Sileri.
”Namun, dari rencana terbang 20 menit dari Semarang menuju Pegunungan Dieng, heli kehilangan kontak setelah terbang 17 menit,” papar Ivan.
Pengamat penerbangan Alvin Lie mengamini besarnya peran cuaca dalam penerbangan. Apalagi di wilayah pegunungan yang begitu cepat berubah situasinya. ”Beda satu lokasi atau jarak berapa meter tidak berjauhan saja bisa berbeda. Kemungkinan kabut dan hujan membatasi pandangan,” tuturnya. ”Begitu jarak pandang menurun, operasional bisa langsung terganggu karena heli terbang berdasar navigasi visual ( visual flight rule),” lanjutnya.
Proses evakuasi para korban, menurut Ivan, sangat sulit. Tim harus ekstrahati-hati karena harus melintasi perbukitan di tengah guyuran hujan. ”Jarak dari TKP ke desa terdekat itu sekitar 5 kilometer. Tim harus berjalan menggendong korban sampai posko terdekat,” tuturnya.
Tentara yang Humoris Tragedi helikopter Dauphin Basarnas meninggalkan duka mendalam bagi keluarga korban. Puguh Sarwono, adik kandung Peltu LPU Budi Santoso, tak mengira kakaknya akan meninggal begitu cepat. Berangkat tugas pada 30 Juni lalu, prajurit Skuadron Wing Udara 1 Puspenerbal itu harus stand by di Semarang. Keluarga tidak mendapatkan firasat sama sekali sampai kecelakaan Minggu lalu terjadi. ”Almarhum pintar melucu. Keponakan selalu kangen sama Budi,” kenang Puguh.
Juli sebenarnya merupakan bulan penuh kebahagiaan bagi Budi. Sebab, selain bertepatan dengan Hari Raya Idul Fitri, tepat 17 Juli nanti bilangan usia Budi bertambah. Bapak satu anak itu akan genap berusia 46 tahun.
Kesedihan mendalam juga dirasakan di kediaman korban lainnya, Serka MPU Hari Marsono, di Desa Bringinbendo, Kecamatan Taman, Sidoarjo. Maripin, ayah Hari, mengenang putranya sebagai sosok yang pantang menyerah. Hari sempat tidak lolos seleksi masuk TNI-AL. Namun, dia tidak segan mencoba lagi sampai berhasil.
”Saya masih inget waktu antar jemput ikut tes seleksi. Sekarang kok sudah meninggal,” kata Maripin dengan mata memerah. Hari gugur meninggalkan satu istri serta dua anak. (mia/aph/jos/c10/c9/ang)