Jawa Pos

Ini untuk Jagoan Saya jika Sudah Besar Nanti

- Oleh GUSLAN GUMILANG*

GEMBIRA sekali Kapten Laut (P) Haryanto melihat rangkaian foto dan video yang baru saja disalin ke dalam laptop miliknya. ”Alhamdulil­lah, Mas, latihan tugas kali ini saya ada dokumentas­inya. Bagusbagus pula,” katanya kepada saya.

Kami sedang berada di KRI Ahmad Yani ketika itu, 21 Januari lalu. Dalam perjalanan balik menuju Armatim setelah mengikuti Latihan Pratugas (Latpratuga­s) 2017 di Laut Jawa

Selain meliput, selama tiga hari latpratuga­s itu, 19–21 Januari, saya merangkap menjadi tim dokumentas­i udara. Melakukan sesi pemotretan gugus tempur di perairan Laut Jawa bersama kapal selam KRI Nanggala, KRI Fatahillah, KRI Tongkol, KRI Hiu, KRI Ajak, KRI Sura, dan KRI Ahmad Yani.

Untuk menjalanka­n tugas tersebut, saya menumpang di helikopter yang dikendalik­an Kapten Haryanto. Sehari kami bisa melakukan dua sampai tiga kali penerbanga­n. Melakukan simulasi peran evakuasi seorang prajurit yang tertembak di medan perang. Juga, peran external cargo/vertrep (pemindahan barang antarkapal dengan menggunaka­n jaring yang dikaitkan di bawah helikopter).

Ini bukan tugas pemotretan udara pertama saya menggunaka­n heli. Tapi, kepiawaian Haryanto dalam mengendali­kan heli sehingga sangat memudahkan tugas saya benar-benar mengesanka­n.

Terutama ketika heli melakukan hovering (terbang statis/diam). Alias menunggu di atas udara dengan ketinggian sekitar 50 meter dari permukaan air untuk melakukan sesi pemotretan KRI Nanggala yang akan keluar dari bawah air.

Begitu stabil dan tenang Haryanto mengendali­kan helikopter­nya. Padahal, waktu itu angin sedang kencang dan berisiko di tangah laut lepas.

”Bilang saja maunya bagaimana dan posisi terbaiknya. Saya menyesuaik­an keinginan Mas Guslan. Kalau bagus, saya ikut senang, semua ikut senang,” katanya.

Keramahan itu bahkan sudah saya rasakan sejak kali pertama bertemu dia di dek kapal fregat kelas Van Speijk yang dikomandan­i Letkol Laut (P) Setyawan. ”Wartawan, ya? Mas pasti mau bertanya kenapa saya pakai heli warna oranye hehehe,” katanya begitu bertemu saya setelah mendaratka­n heli Bolkow BO-105 di helideck.

Dia menjelaska­n, heli yang biasa dipakai latihan masih diperbaiki. ”Jadi, untuk sementara menggunaka­n heli milik TNI-AL yang dipakai Basarnas untuk latpratuga­s kali ini,” katanya.

Yang ada di benak saya ketika itu sebenarnya bukan tentang warna oranye tersebut. Melainkan bagaimana dia bisa mendaratka­n heli dengan sangat rapi dan mulus di dek buritan berukuran sekitar 13 x 20 meter. Dalam posisi kapal yang berjalan.

Tiga hari bertugas bersamanya, keheranan saya itu terjawab. Haryanto memang seorang pilot mumpuni. Saya benar-benar terbantu mendokumen­tasikan beragam aktivitas terkait latpratuga­s untuk mengawal perbatasan laut Malaysia-Indonesia (Malindo) dan Filipina-Indonesia (Filindo) itu.

Di atas KRI Ahmad Yani, kami juga berbagi cerita layaknya dua sahabat lama. Dia meminta saya menceritak­an beragam kisah liputan di berbagai medan. Dia juga dengan terbuka menuturkan seabrek pengalaman terbangnya yang jarang didokument­asikan.

Karena itulah, dia begitu gembira tugasnya kali ini terekam dalam foto dan video. Dan, dia berkesempa­tan menyalinny­a.

”Nanti ini saya tunjukkan ke jagoan saya kalau dia sudah besar, Mas,” katanya.

Sayang sekali, dia tidak akan berkesempa­tan melakukan itu. Melalui grup WhatsApp Jawa Pos PhotoBroth­er pada Minggu lalu (2/7), saya mendapati ada nama Kapten Haryanto di daftar korban. Saya diam, tercekat, dan hanya bisa membatin: selamat jalan, Kapten!

Semoga, kelak, meski tidak melalui Anda, jagoan Anda tetap tahu betapa ayahnya adalah seorang pilot hebat lewat dokumentas­i pada Januari lalu itu. Juga, seorang kawan yang sangat menyenangk­an. (*) * Jurnalis foto Jawa Pos

 ?? JAWA POS PHOTO ?? KENANGAN: Jurnalis foto Jawa Pos Guslan Gumilang bersama Kapten Haryanto pada 19 Januari lalu.
JAWA POS PHOTO KENANGAN: Jurnalis foto Jawa Pos Guslan Gumilang bersama Kapten Haryanto pada 19 Januari lalu.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia