Diangket, Percepat Bongkar Kasus E-KTP
DI TENGAH gencarnya DPR mengangket Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), sikap jalan terus lembaga antikorupsi itu patut didukung. KPK terus memeriksa orang-orang yang pernah mengurusi proyek KTP elektronik (e-KTP) di DPR. Termasuk Yasonna H. Laoly (kini menteri hukum dan hak asasi manusia) yang harus menghadapi pemeriksaan KPK kemarin (3/7). Meski dia sudah membantah dan berdalih namanya dicatut, jelas KPK tak boleh percaya begitu saja.
Rekam jejak politikus PDIP itu ”dikejar” saat jadi anggota DPR periode lalu. Jaksa menyinggung nama Yasonna saat mendakwa dua pejabat Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Irman dan Sugiharto. Sang mantan anggota DPR diduga menerima USD 84 ribu (sekitar Rp 1,1 miliar) lewat sejawat legislatornya yang juga politikus Partai Hanura, Miryam S. Haryani.
Yasonna hanyalah satu di antara banyak mantan dan anggota DPR yang keserempet kasus megakorupsi e-KTP yang merugikan negara Rp 2,3 triliun ini. Nama ”besar” lain dari DPR yang mendapat sorotan tajam adalah Setya Novanto. Sosok yang sukses kembali jadi ketua DPR setelah lolos kasus ”papa minta saham” itu disebut-sebut menerima jatah Rp 574 miliar!
Tak bisa tidak, KPK mesti mempercepat pemeriksaan mereka. Bila bukti-bukti cukup, perlu ditingkatkan statusnya. Jangan ragu. Serangan angket jangan sampai mengendurkan jihad pembersihan negara dari korupsi. Termasuk mereka yang mengkhianati rakyat yang telah mengirimnya ke kursi parlemen.
Kebisingan lewat angket itu, kalau sampai melemahkan KPK, bisa mengaburkan penyelesaian borok korupsi di legislatif. Kalau lewat angket ini KPK terlihat tak sempurna, tak apa-apa. Koreksi apa yang perlu dikoreksi. Namun, KPK tetap menjadi tumpuan utama, bahwa kasus-kasus besar seperti ini tetap lebih tepercaya ditangani lembaga anak kandung reformasi itu.
Jangan dilupakan pula, terus kawal pengungkapan kasus Novel Baswedan. Kalau polisi tak mampu, segera bentuk tim pencari fakta independen! (*)