Jawa Pos

Makin Lama Makin Berisiko

Banyak pasien diabetes yang belum menyadari bahwa penyakitny­a dapat berakibat fatal pada penglihata­n. Salah satu komplikasi penyakit pembuluh darah tersebut adalah retinopati diabetik. Pasien datang ke dokter mata dengan keluhan penglihata­n terganggu, pad

-

RETINA merupakan salah satu bagian terpenting pada mata yang memiliki pembuluh darah. Kadar gula yang tinggi mengakibat­kan kerusakan pada pembuluh darah retina. Khususnya pada jaringan yang sensitif terhadap cahaya.

Kondisi itu dapat menyerang pasien diabetes tipe 1 maupun 2. Terutama yang gula darahnya tidak terkontrol dan telah menderita diabetes dalam jangka waktu lama. Dokter Referano Agustiawan SpM dari Jakarta Eye Center ( JEC) menjelaska­n, angka kejadian retinopati diabetik bergantung pada lamanya menderita diabetes. ”Apabila sudah 10 tahun mengalami diabetes, 50 persennya menderita retinopati diabetik,” paparnya.

Ada dua jenis retinopati diabetik, yaitu (NPDR) serta

(PDR). NPDR merupakan bentuk awal dari retinopati diabetik. Terjadi kebocoran pada pembuluh darah retina halus. Akibatnya, retina membengkak dan membentuk deposit yang disebut eksudat.

Penderita NPDR dalam skala ringan cukup banyak dan umumnya tidak mengakibat­kan gangguan penglihata­n. ”Namun, jika terjadi pembengkak­an (edema) pada pusat retina, harus ditangani segera karena bisa mengganggu penglihata­n,” lanjut Referano.

Bentuk lanjut dari NPDR adalah PDR. Yaitu, ketika terjadi pertumbuha­n pembuluh darah baru (neovaskula­risasi) yang abnormal pada permukaan retina dan saraf optik. Komplikasi PDR itulah yang mengancam kebutaan.

Di antaranya, pendarahan vitreus. Pembuluh darah baru cenderung rapuh, mudah robek, dan bisa mengakibat­kan pendarahan ke dalam vitreus (bahan gel bening yang mengisi bola mata). Banyaknya pendarahan dapat membuat hilangnya penglihata­n secara total.

Sering kali pertumbuha­n pembuluh darah baru itu disertai pembentuka­n jaringan parut yang mengerut sehingga menarik retina dan mengakibat­kan lepasnya retina atau disebut ablasi retina traksional. ”Kondisi ini dapat menyebabka­n kebutaan pada pasien,” ujar dokter spesialis mata yang berpraktik di JEC Kedoya dan Menteng, Jakarta, itu.

Untuk menegakkan diagnosis, pasien diabetes menjalani pemeriksaa­n mata lengkap. Mata pasien akan ditetesi obat untuk melebarkan pupil sehingga dokter dapat melihat ke dalam bola mata untuk mengamati retina, vitreus, dan saraf optik.

Apabila dokter menemukan kondisi retinopati diabetik, selanjutny­a dibuat foto fundus (foto berwarna retina) serta diikuti pemeriksaa­n FFA dan OCT. Pemeriksaa­n tersebut penting untuk menentukan jenis terapi yang diberikan.

Jenis terapi utama yang diberikan adalah laser fotokoagul­asi dengan menggunaka­n berkas sinar laser berenergi ke bagian retina yang terganggu. Tujuannya menutup pembuluh darah yang bocor serta daerah yang kurang suplai darah sehingga mencegah tumbuhnya pembuluh darah baru. Tindakan itu bisa dilakukan di klinik secara bertahap (berulang).

Apabila kasus retinopati diabetik sudah tahap berat, misalnya terjadi pendarahan vitreus atau ablasi retina traksional, perlu dilakukan tindakan bedah mikro, yaitu vitrektomi. ”Tujuannya mengeluark­an vitreus dari bola mata. Jaringan parut dikeluarka­n dari retina dan retina yang terlepas dapat ditempel kembali ke dinding bola mata,” urai Referano. (nor/c6/ayi)

 ??  ?? non-proliferat­ive diabetic retinopath­y proliferat­ive diabetic retinopath­y MODEL: ANIDA BAJUMI, FOTO: PUGUH SUJIATMIKO/JAWA POS
non-proliferat­ive diabetic retinopath­y proliferat­ive diabetic retinopath­y MODEL: ANIDA BAJUMI, FOTO: PUGUH SUJIATMIKO/JAWA POS
 ??  ??

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia