Setia Hijau di Benua Biru
KESETIAAN dan loyalitas Bonek memang tidak terbantahkan. Berjaya atau terpuruk, kelompok suporter tertua dan terbesar di Indonesia itu akan selalu ada untuk Persebaya. Jiwa dan raga pun rela diberikan untuk bisa mendukung klub kebanggaannya tersebut.
Jarak pun seakan tidak menjadi masalah. Ke mana pun Persebaya bertanding, Bonek akan selalu ada. Mendukung secara langsung pahlawannya yang bertarung di lapangan.
Cinta itu juga dimiliki para Bonek yang saat ini hidup jauh dari Indonesia. Misalnya, mereka yang kini tinggal dan menetap di Benua Eropa. Walau tidak lagi bisa berada di stadion untuk mendukung Persebaya, Bonek yang berdomisili di Eropa punya cara tersendiri untuk membuktikan cintanya kepada Green Force. Saat Persebaya dipaksa mati oleh PSSI, mereka juga ikut beraksi melawan ketidakadilan tersebut. Memang tidak semasif rekannya di Indonesia. Namun, aksi mereka menuai banyak pujian. Seperti yang dilakukan Bonek Swiss dan Bonek England.
Bonek England, misalnya, sempat membentangkan banner bertulisan protes terhadap kesewenang-wenangan PSSI (saat itu) kepada Persebaya. Almas Udiy melakukan itu di depan dan di dalam Stadion Wembley, London (Inggris), pada 2013. Aksi yang cukup berani, mengingat hal tersebut dilakukan pada pertandingan akbar final Liga Champions. Foto dan video bentangan banner pada laga final yang mempertemukan Borussia Dortmund dengan Bayern Muenchen itu pun tersebar ke seantero jagat.
Nah, dari kisah banner itu, muncul kisah lain betapa solidnya persaudaraan sesama Bonek di luar negeri. Bonek England dan Bonek Swiss bersua di Wembley. Singkat cerita, banner dua bahasa itu berpindah tangan.
Salah seorang anggota Bonek Swiss Budiono mengatakan, usai pertandingan tersebut, banner itu diserahkan kepadanya. Lantas, aksi serupa dilakukan di Swiss. Bedanya, bukan dalam pertandingan resmi, melainkan di depan markas besar FIFA di Zurich, Swiss. Aksi sederhana itu pun mendapat perhatian luas di dunia maya. Budiono mengatakan, besarnya klub-klub Eropa tidak pernah menyilaukan matanya. Sedikit pun. Tidak bisa membuat dirinya pindah ke lain hati. Baginya, Persebaya adalah satu-satunya klub kebanggaan. Selamanya.
Hidup di Swiss atau negara Eropa yang lain tidak mudah bagi Bonek. ’’Tidak bisa menonton Persebaya secara langsung,’’ ungkap Budiono yang memilih menjadi pekerja sosial di Zurich. Yang lain, perbedaan warna dengan suporter lokal kadangkadang membuat keselamatannya terancam. ’’Kalau warnanya sama dengan Persebaya, aman. Tidak dikira lawan timnya,’’ katanya.
Untuk terus update tentang Persebaya, pria yang sudah sepuluh tahun tinggal di Swiss itu rajin berselancar di media sosial. Dia juga punya ’’perwakilan’’ Bonek Swiss di Indonesia yang sering memberikan banyak informasi terbaru tentang klub berkostum hijau tersebut. ’’Kamijuga langgananJawa Pos, terutama setiap Selasa edisi Persebaya. Saya selalu minta kirim ke Swiss,’’ bebernya.
Almas mengatakan, menjadi Bonek di tanah Inggris adalah sebuah kebanggaan. Membawa nama Persebaya di tengah negara sepak bola dengan berbagai tingkah polah pendukung masing-masing tim. Dia bisa membuktikan bahwa Bonek menjadi bagian kehidupan sepak bola dunia. ’’Bonek bisa membaur dengan warga dunia yang lain, bermanfaat bagi semua orang,’’ katanya.
Pria yang akrab disapa Brian itu menjelaskan, menggunakan atribut Bonek membuat identitas sebagai arek Suroboyo tergambar jelas. Bahkan, karena atribut tersebut, dia sering bertemu dengan warga Indonesia lain, terutama suporter Persebaya. ’’Silaturahmi jadi jalan, persaudaraan jadi makin baik. Saya ingin membuktikan kepada diri para Bonek yang baru atau lama agar senantiasa bisa memelihara silaturahmi,’’ ungkapnya.
Militansi Bonek bisa dibilang tetap ada bukan hanya untuk Persebaya di Eropa. Salah satu di antaranya, mendukung tim Indonesia yang sedang bertanding di Eropa. Brian mengatakan, dirinya dan kawan-kawan tidak segan hadir secara langsung memberikan dukungan kepada atlet Indonesia jika bertanding di Inggris atau negara lainnya.
Selain di dua negara itu, Bonek diketahui ada di beberapa negara lain. Misalnya, Rusia dan Jerman. Di dua negara tersebut, kebanyakan Bonek berstatus mahasiswa. Menimba ilmu yang bakal dibagi saat pulang ke Indonesia. ’’Memperbaiki citra Bonek. Bonek bukan biang rusuh. Bonek isinya bukan berandal. Bonek juga ada yang kuliah di Rusia,’’ tegas Akief Alfatih, Bonek yang berdomisili di Rusia. (rid/c4/ady)