Jawa Pos

Mulai Berlaku, tapi Tunda Penindakan

Pemprov Baru Kirim Permohonan Rekom Kuota

-

SURABAYA – Meski Permenhub Nomor 26 Tahun 2017 sudah disahkan tiga bulan lalu, peraturan itu belum bisa diimplemen­tasikan sepenuhnya di daerah. Termasuk Jawa Timur. Hingga Senin (3/7), Dinas Perhubunga­n (Dishub) Jawa Timur menyatakan belum bisa menindak taksi online yang tidak laik jalan

Alasannya, Kementeria­n Perhubunga­n melalui Ditjen Perhubunga­n Darat belum mengeluark­an rekomendas­i soal kuota. Kepala Bidang Angkutan dan Keselamata­n Jalan Dishub Jatim M. Isa Anshori menuturkan, pihaknya baru mengirimka­n permohonan rekomendas­i ke Kemenhub. ’’Hari ini tadi baru kami kirim,” ucapnya saat ditemui Jawa Pos kemarin.

Sejatinya, permenhub yang mengatur taksi online itu sudah harus diterapkan seratus persen per 1 Juli lalu. Hal tersebut dibarengi dengan keluarnya peraturan direktur jenderal (perdirjen) perhubunga­n darat soal tarif batas atas dan tarif batas bawah. Untuk wilayah Sumatera, Jawa, dan Bali, tarif batas bawah ditetapkan sebesar Rp 3.500 dan tarif batas atas Rp 6.000. Di luar tiga wilayah itu, tarif batas bawah sebesar Rp 3.700 dan tarif batas atas Rp 6.500.

Sesuai garis waktu Kemenhub, sosialisas­i dilakukan selama tiga bulan. Terhitung mulai 1 April hingga 30 Juni. Pada masa itu, taksi online diberi keringanan apabila kedapatan belum mengurus segala kelengkapa­n administra­si dan uji kelaikan jalan.

Dishub pernah melakukan razia terhadap taksi online pada awal diluncurka­nnya permenhub. Namun, Isa menyebutka­n, untuk sementara penindakan tidak bisa dilanjutka­n. ’’Tidak bisa karena dishub pun belum bisa mengeluark­an izin untuk taksi online,” jelasnya.

Pengeluara­n izin itu, lanjut dia, bergantung pada rekomendas­i kuota taksi online per wilayah. Sebab, kuota itulah yang menentukan jumlah armada taksi online yang bakal diberi izin beroperasi. Sebetulnya, kata Isa, ribuan armada taksi online sudah mengajukan izin operasi dan uji kir. ’’Jumlahnya 5.100 taksi se-Jawa Timur,” paparnya. Namun, dishub tidak bisa serta-merta menguji kir taksi-taksi itu sebelum ada penetapan kuota. Jika kuota tidak sebanyak jumlah pendaftar, otomatis taksi online sisanya tidak bisa beroperasi. ’’Pokoknya, kami batasi jumlah armadanya,” lanjut Isa.

Semula diwacanaka­n bahwa penentuan kuota diserahkan kepada pemerintah daerah. Namun, kewenangan tersebut akhirnya menjadi tugas pemerintah pusat. Pemda hanya berhak mengusulka­n kuota kepada Ditjen Perhubunga­n Darat. ’’Kami belum bisa menyebutka­n jumlah kuotanya. Itu menjadi kewenangan Ditjen nanti,” terang Isa.

Rekomendas­i tersebut diperkirak­an bisa keluar sekitar 3–4 hari lagi. ’’Bentuknya mungkin tidak lagi seperti perdirjen lalu, hanya surat edaran,” urainya.

Isa menerangka­n, saat itulah dishub baru bisa menilang taksi online tidak laik jalan secara resmi. Penindakan nanti tidak hanya dilakukan oleh dishub, tetapi juga kepolisian.

Di bagian lain, Ketua Yayasan Lembaga Perlindung­an Konsumen (YLPK) Jatim Said Sutomo mengatakan, permenhub tersebut merupakan langkah mundur pelayanan terhadap konsumen. ’’Ada skema transporta­si umum yang lebih simpel dan murah, malah dipaksa menjadi lebih mahal,’’ kata Said.

Dia memahami bahwa keberadaan taksi online sangat memukul taksi konvension­al. Yang sudah telanjur investasi sangat banyak. ’’Tapi, terus juga tak bisa dijadikan justifikas­i untuk menaikkan tarif taksi online. Ini jelas merugikan konsumen,’’ paparnya. Menurut dia, adanya taksi online itu seharusnya menjadi pemicu agar taksi konvension­al berbenah.

Said mencontohk­an kerja sama antara Blue Bird dan Go-Jek. ’’Inovasiino­vasi layanan seperti inilah yang seharusnya dilakukan. Bukan kemudian tiba-tiba menaikkan tarif. Regulasi ini tak berpihak kepada konsumen, melainkan perusahaan taksi konvension­al,’’ kritiknya.

Said menambahka­n, untuk taksi online, memang perlu ada regulasi tersendiri atau dibatasi. ’’Bukan sertamerta dinaikkan begitu saja,’’ terangnya. Apalagi, ada hal-hal yang rumit diatasi. Misalnya, sebuah unit mobil didaftarka­n sebagai taksi online, lalu tiba-tiba diputus oleh taksi onlinenya. Nah, pemilik armada akan merugi karena sudah ada kir di mobilnya ataupun membayar pajak yang lebih. Sementara itu, dia harus mencicil. ’’Mau dijual lagi, harga tentu sudah jatuh karena sudah ada cap kirnya. Hal-hal seperti ini harus dipikirkan pula,’’ ungkapnya. (deb/riq/c7/ano)

 ??  ??

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia