Bunuh Sepupu Ipar, Dituntut 10 Tahun
SURABAYA – Agung Dwi Praptono alias Anton harus bersiap mendekam lama di balik jeruji besi. Jaksa penuntut umum ( JPU) meminta majelis hakim menjatuhkan hukuman sepuluh tahun penjara. Anton dinilai terbukti membunuh sepupu iparnya.
Dalam sidang di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya kemarin (3/7), Anton hanya tertunduk saat JPU Ali Prakosa membacakan tuntutan. Sorot matanya tajam. Dari caranya memandang, terlihat ketegangan.
Anton pantas gusar. JPU menganggap perbuatan Anton membunuh sepupu iparnya, Subijanto, telah terbukti. Sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam dakwaan primer, pasal 338 KUHP. ”Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa berupa pidana selama sepuluh tahun penjara,” ujar Ali.
Tuntutan tersebut sebenarnya lebih ringan daripada ancaman hukuman maksimal pasal tersebut. Menurut Ali, pengakuan serta janji terdakwa yang tidak akan mengulangi perbuatannya menjadi pertimbangan yang meringankan tuntutan. Selain itu, terdakwa belum pernah dihukum. ”Perbuatan terdakwa meresahkan masyarakat,” lanjutnya tentang pertimbangan yang memberatkan.
Mendengar tuntutan itu, kuasa hukum terdakwa, Fariji, menyatakan akan mengajukan pleidoi. Menurut dia, kliennya tidak sepenuhnya salah. Anton melakukan hal tersebut karena dalam posisi melindungi diri. ”Sebelum mem- bunuh, sempat ada cekcok. Klien saya dipukul duluan,” ucap Fariji setelah sidang. Sidang yang dipimpin hakim Pesta Partogih itu dilanjutkan pekan depan.
Ihwal pembunuhan tersebut bermula dari pertengkaran antara Anton dan Subijanto pada 9 Februari lalu. Saat itu Anton yang sedang sibuk memasak mendapat pukulan dari Subijanto. Anton sempat tersungkur. Korban mendaratkan bogem mentahnya ke arah Anton beberapa kali.
Akhirnya, pria 41 tahun tersebut membalas perlakuan Subijanto. Anton mengambil talenan dan memukulkannya ke kepala Subijanto. Bukannya selesai, Subijanto malah menantang Anton untuk terus berkelahi. Anton yang lebih dominan sempat mencekik korban selama 2 menit. Kemudian, dia melayangkan jab yang mendarat di rahang Subijanto. Pertengkaran yang terjadi di dapur rumah Anton itu berujung dengan kematian Subijanto.
Sementara itu, suasana sidang kemarin terlihat lengang. Hanya beberapa hakim yang bersidang perkara pidana. Padahal, saat pagi, sidang perdata dan niaga tetap berlangsung. ”Kalau kami siap saja, hanya satu hakim yang tidak masuk karena sakit,” ungkap Ketua PN Surabaya Sujatmiko.
Memang, tahanan yang datang ke PN Surabaya kemarin tidak sebanyak biasanya. Hanya ada dua bus. Itu pun tidak penuh. Padahal, biasanya ada empat bus tahanan yang terisi penuh. (aji/c16/fal)