Pusat Sudah Bisa Sanksi Daerah
Pakai PP Nomor 12 Tahun 2017
JAKARTA – Taji pemerintah pusat terhadap pemerintah daerah semakin kuat. Itu terjadi setelah Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 12 Tahun 2017 yang mengatur pembinaan, pengawasan, dan sanksi bagi kepala daerah maupun DPRD disahkan pemerintah pusat.
Pelaksana Tugas (Plt) Inspektur Jenderal (Irjen) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Sri Wahyuningsih menyatakan, PP tersebut merupakan turunan dari UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Regulasi itu diperlukan untuk menertibkan kepala daerah yang bandel dan tak taat dengan kebijakan nasional. ’’Untuk diberi pemahaman apa yang seharusnya dilakukan,” ujarnya saat dikonfirmasi kemarin (6/7).
Sri menjelaskan, ada belasan tindakan atau pelanggaran yang dilakukan kepala daerah yang memiliki konsekuensi sanksi. Misalnya, tidak menjalankan program strategis nasional, tidak menyusun APBD tepat waktu, pergi ke luar negeri tanpa izin, hingga menjadi pengurus perusahaan.
Bentuk sanksinya sendiri beragam dan bergantung seberapa besar kesalahan maupun inten- sitas kesalahannya. Mulai sanksi teguran, teguran lisan, pemberhentian sementara yang diikuti tidak diberikannya hak keuangan, hingga pemberhentian tetap. ”Kita sekolah kan ibaratnya begitu. Karena ini kan melakukan tidak sesuai dengan seharusnya,” imbuhnya.
Meski demikian, lanjut dia, sanksi tidak diberikan sertamerta. Sebelum pada tahap pemberian sanksi, ada sejumlah instrumen yang dilakukan pemerintah pusat sebagai upaya konfirmasi atau pendampingan. ”Harus dilihat dulu supaya dasarnya jelas,” terangnya.
Prosedur itu harus dilalui karena ada mekanisme banding di pengadilan tata usaha negara (PTUN) bagi kepala daerah maupun DPRD yang merasa tidak puas. Dengan demikian, pemerintah pusat harus teliti.
Sementara itu, Dirjen Otonomi Daerah Kemendagri Sumarsono menambahkan, dengan adanya instrumen hukum yang pasti, diharapkan tidak ada lagi pemerintah daerah yang membelot dari kebijakan nasional. ’’Sesuai instruksi presiden, semua pemerintahan itu harus tegak lurus,” ujarnya.
Pria yang akrab disapa Soni itu menyebutkan, selama ini, semua atruan tentang tertib APBD atau patuh dengan program strategis nasional ada. Namun, ironisnya, pelanggaran terhadap aturan tersebut tidak dibarengi dengan konsekuensi hukum.
”Dulu itu ompong. Ada larangan, tapi gak ada sanksi,” imbuhnya. Mantan Plt gubernur DKI Jakarta itu berharap, dengan jalannya pemerintahan yang satu komando, stabilitas dan pembangunan nasional bisa lebih cepat. (far/c17/fat)