Jawa Pos

Hi-Tech Mall Makin Sepi

Jelang Kontrak dengan Pemkot Berakhir

-

SURABAYA – Pedagang komputer dan elektronik di Hi-Tech Mall mempunyai waktu dua tahun untuk menghabisk­an kontrak. Sebagian memang masih bertahan. Namun, sudah ada yang mencari tempat lain. Tempat itu bakal diambil alih oleh Pemkot setelah dikelola PT Sasana Boga selama 20 tahun.

Jawa Pos mendatangi pusat perbelanja­an di Jalan Kusuma Bangsa tersebut kemarin (6/7). Lantai lower ground (LG) terlihat sepi. Tidak banyak orang yang berbelanja baju atau sepatu di sana. Begitu naik ke lantai ground (G), baru terlihat aktivitas jualbeli yang lebih ramai.

Namun, itu hanya tampak di stan-stan strategis di dekat tangga dan jalan utama. Begitu masuk lebih dalam, banyak stan yang sudah tutup. Semakin naik, suasana makin sepi. Bahkan, di salah satu lorong di lantai 2, hanya ada tiga stan yang buka. Maklum, lantai 2 Hi-Tech diisi banyak distributo­r. Pembeli terkadang tidak datang langsung karena sudah langganan.

Suasana semakin sepi tampak di lantai 3. Tidak ada aktivitas apa pun. Hanya ada petugas kebersihan yang mondar-mandir membawa bak sampah. Seluruh ruangan tidak dipakai sejak lama. Bekas bioskop dan auditorium terlihat dipenuhi debu. Beberapa keramik lantai sudah tercongkel. Karduskard­us juga dibiarkan berserakan.

Pantauan dilakukan kembali di lantai G. Salah seorang pedagang komputer mengaku bahwa tokonya masih cukup ramai. Namun, dia tidak mau namanya disebutkan di koran karena khawatir bisnisnya dipersulit. Dia mengeluhka­n kondisi saat ini. Lima tahun lalu, omzet penjualan di tokonya bisa tiga kali lipat. ”Karena mau diputus kontrak sama pemkot, pelayanan pengelola hanya ala kadarnya,” ujarnya.

Banyak pedagang yang mengeluhka­n fasilitas di sana. Sejumlah stan sudah bocor. Perbaikan gedung juga tidak dilakukan. Plafon dan dinding ruangan terlihat sangat kusam. ”Logikanya mau diputus kontrak, pengelola ya rugi dong kalau mau memperbaik­i. Tapi, kalau begini yang rugi ya kami,” keluh pria yang memiliki stan dengan harga sewa Rp 45 juta per tahun tersebut.

Dengan tidak adanya upaya pengelola menarik pembeli, pedagang semakin kesulitan menaikkan omzet. Bahkan, ada pengelola Hi-Tech yang mulai menawarkan para pedagang untuk pindah ke ITC.

Dia bingung mendapat tawaran itu. Sebab, para pembeli komputer masih melirik Hi-Tech ketimbang ITC. Hi-Tech merupakan ikon pusat komputer yang bahkan sudah tersohor hingga ke Indonesia Timur. Namun, jika tidak segera menyiapkan tempat pindah, bisnisnya bisa terhenti. Karena itu, dia meminta kejelasan dari pemkot. Dia mendengar bahwa Hi-Tech bakal digunakan untuk gedung kesenian. Tetapi, dia merasa Hi-Tech terlalu besar jika hanya dimanfaatk­an untuk kepentinga­n itu.

Salah satu solusi yang diharapkan pedagang ialah Hi-Tech tetap jadi ikon perbelanja­an komputer sekaligus tempat kesenian. Lantai 3 yang kosong bisa dimanfaatk­an untuk kegiatan kesenian. ”Masak satu mal mau diisi seniman. Kalau kita kolaborasi, pasti lebih ramai,” harapnya.

Kabid Sarpras Wilayah Badan Perencanaa­n Pembanguna­n Kota (Bappeko) Herlambang Sucahyo menjelaska­n, saat ini rencana pemanfaata­n Hi-Tech masih belum berubah. ”Masih tetap fungsi pariwisata dan komersil,” ucapnya.

Namun, pemkot belum memutuskan nasib pedagang nantinya. Menurut kontrak perjanjian, gedung tersebut bakal diserahkan ke pemkot pada 2019. Pemkot bisa mengelola sendiri atau menunjuk pihak ketiga.

Kepala Dinas Pengelolaa­n Bangunan dan Tanah (DPBT) Maria Theresia Ekawati Rahayu menuturkan bahwa Hi-Tech bakal digunakan untuk menghidupk­an kampung seni di belakang.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia