Jawa Pos

Berhadapan untuk Terapi Wicara

-

GRESIK – Penyandang gangguan wicara memerlukan terapi khusus. Untuk mencapai hasil yang lebih optimal, terapi dilakukan di depan cermin. Anak dan terapis berhadapan. Langsung saling melihat gerak bibir ketika berbicara.

Membaca gerak bibir bakal memudahkan anak untuk menirukan ucapan terapis. Pendamping anak berkebutuh­an khusus (ABK) UPT Resource Center Clara Lianda menjelaska­n, penyandang gangguan wicara, misalnya, rata-rata tidak bisa membedakan huruf P dan B. Karena itu, perlu media pendukung. ”Bisa pakai kertas yang ditaruh di depan bibir. Kalau kertasnya bergerak, berarti yang diucapkan huruf B,” paparnya.

Menurut Novia Yanurita, tenaga kesehatan yang juga pendamping ABK UPT Resource Center, gangguan wicara merupakan salah satu jenis keterlamba­tan tumbuh kembang. Penanganan harus dilakukan secara rutin.

Orang tua mengambil peran penting dalam memberikan stimulasi. Idealnya, stimulasi atau terapi dilakukan setiap hari. Tujuannya, mengatasi keterlamba­tan tumbuh kembang anak. ”Banyak orang tua yang tidak me- nyadarinya,” ujarnya.

Ketika memberikan stimulasi, kata Novia, orang tua harus bisa membuat anak nyaman. Sebab, kebanyakan penyandang gangguan wicara juga hiperaktif. ”Harus punya cara agar anak mau memperhati­kan,” tuturnya.

Yang tidak kalah penting ialah gestur dan gerak bibir. Penyandang gangguan wicara tidak hanya diajak berkomunik­asi secara verbal. Perlu juga petunjuk visual melalui gerak bibir. ”Kalau mengucapka­n huruf A ya harus mangap. Kalau U ya harus mecucu. Anak bisa lebih paham,” terangnya. ( adi/c7/roz)

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia