Jawa Pos

Honor Guru Tapal Batas Rp 250 Ribu

-

WANGGUDU – Jangan bercerita soal kesejahter­aan guru kepada Dedy Herysman Khalik dan kawan-kawannya di Lasolo Kepulauan (Laskep). Mereka hanya tahu soal pengabdian. Mereka mengajar di daerah terpencil dengan honor tak sepadan. Lima atau enam hari sekolah sama saja.

Sejam mengajar diganjar Rp 10 ribu. Bila diakumulas­i, dalam sebulan, mereka membawa pulang duit Rp 250 ribu. Ada juga yang bisa dapat Rp 350 ribu dalam sebulan, bergantung pada jam mengajar. Tapi, nilai itu sering tak sebanding dengan pengeluara­n para honorer tersebut.

Penghargaa­n terhadap jasa Dedy dan kawan-kawan itu sangat minim. Padahal, untuk sampai ke Laskep, mereka harus menantang maut. ”Kalau mau dihitung antara honor yang diberikan dan pengeluara­n, lebih banyak pengeluara­n. Sebab, kadang kami harus menyewa kapal warga yang hendak menuju ke Laskep dengan harga Rp 20 ribu hingga Rp 50 ribu sekali jalan. Tapi, ini panggilan jiwa,” katanya.

Setiap pekan, Dedy harus melintasi lautan dan menerabas gelombang dengan merapalkan doa-doa agar cuaca tak memburuk. Dua hingga tiga jam perjalanan mesti ditempuh Deddy dengan menggunaka­n perahu sewaan menuju tempatnya mengabdi. Dia tercatat sebagai guru di SMA 1 Lasolo Kepulauan.

Dedy tak sendirian. Ada tujuh koleganya yang mengajar yang juga berstatus honorer dan ditempatka­n di Laskep. Mereka adalah Ebin Sahroni, Abdul Wawan, Sumarlin, Nini, Juminah, Erliatin, dan Arista. Lelaki 28 tahun itu memangku mata pelajaran pendidikan jasmani dan kesehatan, sedangkan kawan-kawannya mengajar jurusan berbeda.

Dia mengisahka­n, mengajar di daerah yang sarana dan prasaranan­ya serba terbatas ditambah kemauan peserta didik yang dianggap minim menjadi tantangan tersendiri. Dia harus ikut menyadarka­n orang tua siswa akan pentingnya pendidikan bagi anak-anak. ”Ini yang membedakan mengajar di sekolah daratan dengan kepulauan. Kemauan peserta didik untuk sekolah sangat rendah,” ungkap Dedy. (helmin/c23/ami)

 ?? HELMIN TOSUKI/KENDARI POS/JPG ?? PENGABDIAN: Dedy (tengah) bersama siswa di SMA 1 Lasolo Kepulauan, sekolah di perbatasan Sultra-Sulteng. Untuk sampai ke sekolah itu, Dedy harus bertaruh nyawa karena melawan ombak.
HELMIN TOSUKI/KENDARI POS/JPG PENGABDIAN: Dedy (tengah) bersama siswa di SMA 1 Lasolo Kepulauan, sekolah di perbatasan Sultra-Sulteng. Untuk sampai ke sekolah itu, Dedy harus bertaruh nyawa karena melawan ombak.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia