Ada Yang Tak Sabar Pulang, tapi Banyak Yang Trauma
Tantangan Membangun Kembali Kota dan Memulihkan Mental Warga Mosul
ISIS memang sudah terdepak dari Kota Mosul. Perdana Menteri (PM) Haider al-Abadi sudah dua kali mendeklarasikan kemenangan. Tetapi, ibu kota Provinsi Nineveh itu tetap membara. Pertempuran masih ada dan warga sipil tetap merana.
”TIDAK ada jaminan keamanan di Mosul. Saat ini bahkan di kawasan timur sekalipun masih ada Daesh (akronim ISIS dalam bahasa Arab, Red). Mereka tidak aktif, tetapi bisa melancarkan serangan kapan pun,” kata Salih Mohammad, penduduk kawasan barat Mosul yang memilih bertahan di kamp pengungsi di pinggiran kota. Meski ISIS sudah dipastikan kalah sejak Minggu (9/7), dia tidak berani pulang ke rumah.
Hingga kemarin (12/7), Salih masih menganggap kamp pengungsi yang penuh sesak dan tidak punya banyak fasilitas itu sebagai tempat tinggal. Dia menyatakan lebih nyaman tinggal di sana. Dan yang terpenting, dia merasa lebih aman. ”Nasib dua saudara laki-laki saya masih misterius hingga sekarang. Saya tidak tahu apakah mereka hidup atau mati,” kata pria 36 tahun itu.
Salih sebenarnya bukannya belum kembali ke rumahnya di sisi barat Mosul. Sejak mendengar kemenangan pasukan Iraq atas ISIS di Kota Tua Mosul, dia sudah ancang-ancang pulang. Berbekal kepercayaan diri yang tinggi, dia dan beberapa penduduk Mosul yang lain menengok rumah mereka. ”Rumah saya rata dengan tanah. Tidak ada air bersih. Tidak ada listrik. Semuanya porak-poranda,” ujarnya.
Begitu menyaksikan tanah kelahirannya hancur, Salih ciut nyali. Dia tidak yakin akan kembali ke Mosul. Setidaknya dalam waktu dekat. Pendapat yang sama dipaparkan Hafsa. Perempuan 40 tahun itu menolak meninggalkan kamp pengungsi di pinggiran Mosul yang kini sudah terasa seperti rumah bagi keluarganya. Yakni, dia dan delapan anaknya.
”Kami kehilangan segalanya. Rumah, mobil, suami. Saya tidak mau pulang ke Mosul. Tidak ada kehidupan di sana,” ungkap penduduk kawasan barat Mosul tersebut. Hafsa telah menyaksikan sendiri rumahnya yang telah berubah menjadi puing-puing. Harta kekayaannya lenyap tidak berbekas. Yang tersisa hanyalah kenangan dan kepedihan. Hafsa menyatakan belum siap menghadapi itu semua.
Salih dan Hafsa hanyalah segelintir penduduk Mosul yang trauma dan belum siap menyongsong masa depan. Tetapi, itu wajar. Sebab, kenyataannya, Mosul memang belum aman. Pertempuran dalam skala lebih kecil masih terjadi. Bahkan, sekitar 36 jam setelah deklarasi kedua Abadi di Mosul, pertempuran sengit pecah di salah satu sudut Kota Tua Mosul.
Beberapa helikopter tempur milik militer Iraq mengelilingi Kota Tua Mosul dan melepaskan tembakan ke sejumlah titik. Deru mesin helikopter diselingi dengan desing peluru dan bunyi ledakan. Tidak jelas apakah ledakan yang membuat nyali orang-orang seperti Salih dan Hafsa tambah ciut nyali itu berasal dari pasukan Iraq ataukah ISIS. Yang jelas, asap hitam tebal membubung ke angkasa dan gedung-gedung kembali roboh.
”Kami masih dalam situasi perang meskipun pemerintah sudah mendeklarasikan kemenangan secara resmi,” kata Fahd Ghanim. Pria 45 tahun itu merupakan salah seorang warga yang sejak awal bertahan di Mosul. Dia bersembunyi di tempat rahasia dan harus kucing-kucingan dengan ISIS. Selain itu, dia harus pandai-pandai menghindar dari pertempuran agar tidak menjadi korban.
Apa yang dia katakan tentang pertempuran di Mosul benar adanya. Letjen Stephen Townsend, Jubir militer AS, mengatakan bahwa pasukan gabungan Iraq dan koalisi AS sedang menuntaskan misi mereka di Mosul. Aksi terakhir yang mereka lakukan saat ini adalah pembersihan. Yakni, membersihkan Mosul dari jejak ISIS. Termasuk ranjau dan persenjataan serta mungkin perangkap. (AFP/Reuters/theguardian/ iraqinews/hep/c4/any)