Pernah Menderita Membuat Mereka Terpanggil
Sugeng Beny dan Sudarsono sama-sama penderita kanker. Sugeng terkena kanker prostat, tetapi kini sudah sembuh. Adapun Sudarsono terkena leukemia. Penderitaan karena kanker membuat mereka mengabdikan diri untuk membantu pasien kanker lainnya.
WAJAH perempuan paro baya di Gedung Poli Onkologi Satu Atap (POSA) RSUD dr Soetomo itu langsung cerah Senin (10/7). Dengan bahasa Jawa halus, dia mengucapkan terima kasih kepada Sugeng dan Sudarsono.
’’Sudah taruh saja berkasnya. Besok saya uruskan,’’ ujar Sugeng kepada perempuan asal Banyuwangi tersebut. Meski terkesan sepele, ucapan itu merupakan bantuan yang sangat berharga. Sebab, perempuan tersebut bisa segera kembali ke Banyuwangi. Tidak perlu ’’tersandera’’ sehari untuk mengurus administrasi terapi penyakitnya.
Sugeng dan Sudarsono memang terkenal di sana. Terutama bagi penderita kanker prostat dan leukemia. Sebab, dua orang itu pasti berbuat apa pun untuk meringankan urusan para penderita dua jenis kanker tersebut.
Sebab, terkena kanker tidak sekadar menderita secara fisik. Tetapi juga pikiran. Selain tubuh terasa nyeri, penderita harus wira-wiri untuk mengurus terapi dan administrasi. Untuk pasien yang berpunya, urusan tersebut memang bisa lebih mudah. Bisa menyewa perawat atau membayar orang yang bisa membantu mengurus administrasi soal terapi.
Yang lebih sakit adalah penderita kanker dari kalangan menengah ke bawah. Mereka terpaksa mengurus sendiri. Kadang, pekerjaan sampai terbengkalai. Tetek bengek seperti itu bisa membuat penderita semakin menderita lagi. Karena itu, dua orang tersebut begitu mendapat respek dari banyak orang
Ketika diwawancarai, Sugeng dan Sudarsono mengatakan punya prinsip yang sama. Mereka sama-sama ingin bermanfaat untuk orang lain. Mereka juga punya rasa peduli yang tidak pernah padam. Semangat itu membuat keduanya tergabung dalam sebuah komunitas bermisi kemanusiaan. Yakni, menjadi relawan di Himpunan Peduli ELGEKA Yayasan Kanker Indonesia. Tugas itu menjadi bagian dari panggilan jiwa.
Sugeng, misalnya. Dia divonis menderita kanker prostat. Kejadian itu bermula pada 2007. Saat itu dia mengeluh nyeri saat buang air kecil. Sugeng lantas memeriksakannya. Ternyata, dokter menyatakan ada kanker yang bersarang di tubuhnya. Kanker prostat alias kanker pada saluran pencernaan (GIST).
Sugeng sempat menyerah karena merasa tidak memiliki harapan untuk sembuh. Tubuhnya mengecil. Bangun dari ranjang pun susah. Bahkan, dia merasa maut telah menghampirinya. Namun, takdir Tuhan berkata lain. Kini kondisinya sudah membaik. Terlihat lebih bugar. ’’Mumpung saya masih ada kesempatan. Bagaimana kesembuhan saya bermanfaat untuk orang lain,’’ katanya ramah.
Pria asal Surabaya tersebut berperan mengoordinasi pengambilan obat khusus penderita kanker leukemia. Bukan hanya itu, dia harus wira-wiri membantu mengurus administrasi. Bahkan, jika ada ketelatan obat di apotek, dia tidak segan menghubungi pihak farmasi. Sugeng juga membantu mengantar dan mengarahkan pasien untuk memilih dokter buat konsultasi. Karena aktivitas tersebut, tidak heran jika dia mudah akrab dengan pasien dan para dokter spesialis darah.
Setiap Senin dan Kamis Sugeng berada di RSUD dr Soetomo. Sebab, hari itu merupakan hari pengambilan obat khusus bagi penderita leukemia. Adapun hari lainnya dimanfaatkan untuk mencari nafkah. Yakni, sebagai sopir freelance. Meski begitu, kadang sewaktu-waktu ada pasien yang meminta bantuan.
Dalam situasi apa pun, Sugeng tetap memberikan pelayanan. Bahkan saat kondisi badan kurang baik. Pria kelahiran 1958 itu mengatakan pernah menjalankan tugasnya saat sakit. Karena tekadnya yang kuat demi membantu sesama penderita, sakit pun kadang tidak terasa. ’’Apa pun kondisinya, saya gak peduli. Kasihan pasiennya. Kan tidak boleh telat minum obat,’’ katanya penuh semangat.
Dukungan dari keluarganya pun mengalir. Terlebih dari istri tercinta, Siti. Sang istri kerap ikut mengingatkan jadwal untuk pergi ke rumah sakit. Mengoordinasi pengambilan obat. Sugeng bercerita, dirinya awalnya sempat berunding dengan sang istri. Hingga kini, keluarga mendukung sepenuhnya. ’’Karena ingat juga masa saya sakit dulu,’’ ungkapnya.
Ayah tiga anak itu senang dengan tugasnya. Sebab, saat kondisinya membaik, dia menganggapnya sebagai ungkapan syukur. Bahkan, kini aktivitasnya tersebut dianggap sebagai kewajiban yang menjadi rutinitas sehari-hari.
Dalam menjalankan tugasnya sebagai relawan, dia kerap menahan rasa sakit hati. Sebab, pasien baru sering menganggapnya makelar. Tuduhan itu dia balas dengan bukti nyata. Dia tulus membantu setiap pasien yang kesulitan, baik jarak maupun waktu. Sugeng pun ikut berduka ketika ada salah seorang pasien yang meninggal dunia. ’’Biasannya ketemu guyonguyon sekarang kehilangan. Sakitnya pasien sakit saya juga. Karena saya sendiri kan pernah merasakan sakit,’’ ungkapnya sembari memelankan suara.
Selain Sugeng, relawan lainnya, Sudarsono, punya latar belakang serupa. Dia memilih mengabdikan diri sebagai relawan karena juga merasakan sakit chronic myeloid leukemia (CML). Hingga kini, dia harus mengonsumsi obat Tasigna empat kali sehari. Mengonsumsi obat tersebut tidak boleh telat. Karena itu, dia selalu sigap membantu melayani kesulitan pasien lain.
Berbeda dengan Sugeng, aktivitas Dar, panggilan akrab Sudarsono, berbeda. Selain menjadi relawan di Yayasan ELGEKA, setiap Jumat dia membantu mengepel masjid. Tindakan tersebut dilakukan atas kemauannya diri. Tujuannya, memiliki jiwa sosial yang tinggi.
Dar juga mendapat dukungan penuh dari istri. Kebetulan istrinya juga mengabdikan diri di salah satu lembaga sosial masyarakat. Perjuangannya pun sama dengan Sugeng yang tidak mengenal waktu kapan harus dibutuhkan. ’’Niatnya lillahi taala,’’ ujarnya, lantas tersenyum ramah.
Sugeng dan Sudarsono membantu pasien penderita leukemia yang kondisinya darurat. Artinya, jika ada pasien luar Surabaya, mereka ikut membantu. Bantuan itu berupa pengambilan obat dan pengurusan administrasi. Dari jasa mereka, kadang ada sebagian pasien yang memberikan ucapan terima kasih. Namun, mereka tidak pernah mengharap pamrih. Keduanya justru tulus memberikan pelayanan.
Kini keduanya membuat program. Namanya Tabungan Bersama. Tujuannya, mempersiapkan para penderita kanker leukemia saat evaluasi setiap akhir tahun. Evaluasi itu bertujuan melihat perkembangan penyakit yang diderita. Membaik atau justru memburuk. Biasanya, evaluasi tersebut membutuhkan dana yang cukup besar. Karena itu, Sugeng dan Dar mencetuskan program Tabungan Bersama untuk menanggulangi hal tersebut.
Program tabungan bersama itu sudah berjalan selama enam bulan. Baru ada 30 dari sekitar 150 pasien yang turut aktif menabung. Sisanya masih pasif. Keduanya mengaku berterima kasih kepada pelayanan BPJS Kesehatan. Sebab, dengan adanya program BPJS, pasien leukemia bisa mengonsumsi obat secara gratis. Mengingat harga obat cukup mahal. ’’Kami berterima kasih kepada BPJS. Sangat merasa terbantu,’’ jelasnya. (*/c15/ano)