Nurhayati Assegaf Mendaftar Hari Pertama
SURABAYA – Partai Demokrat ingin menampilkan tokoh yang dijaringnya ke kursi gubernur Jawa Timur (Jatim). Kemarin (12/7) partai berlambang mercy itu resmi membuka pendaftaran bakal calon gubernur (bacagub) dan bakal calon wakil gubernur (bacawagub).
Pada hari pertama pembukaan pendaftaran, DPD Partai Demokrat Jatim sudah menerima seorang pendaftar. Dia adalah Nurhayati Ali Assegaf. Tepat pukul 11.15, Nurhayati dan rombongannya datang ke markas Partai Demokrat di Jalan Kertajaya. Dia didampingi Wakil Bendahara Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Demokrat Farina Sugiharto. Bukan hanya itu, simpatisan Nurhayati yang menyatakan diri sebagai Relawan Bu Nur juga menyambut kedatangannya
”Informasi dari masyarakat, warung itu kerap digunakan untuk peredaran gelap narkotika,” ujar Kepala BNNK Surabaya AKBP Suparti.
Petugas pun nyanggong di warkop di tengah permukiman warga itu. Sejak siang. Namun, tidak terlihat tanda-tanda adanya transaksi narkoba. Biasanya, salah satu cirinya adalah dua orang akan datang dan bertukar rokok. Namun, hingga sore belum ada tanda-tanda itu. Hanya ada lima anak berumur 14–17 tahun yang cangkrukan di warung milik SN. ”Mbah, mbayar yo,” ujar Tole (bukan nama sebenarnya) kepada SN.
Namun, ada yang aneh. Tole harus masuk ke sebuah kamar dulu. Kamar itu berada di dalam warung. Diperlukan waktu yang agak lama untuk sekadar membayar makanan. Sekitar setengah jam kemudian, Tole keluar. Jalannya agak sempoyongan. Petugas curiga. ”Kami langsung lakukan tes urine di tempat,” ujar Suparti.
Ternyata, hasilnya positif. Urine- nya mengandung amfetamin. Tak berlama-lama, petugas menggerebek SN yang masih berada di dalam kamar. Ternyata, polisi menemukan sembilan poket sabusabu dengan berat bruto 2,18 gram. Selain itu, ada alat isap sabu-sabu yang diduga baru digunakan. ”Sabu-sabu poket kecil disembunyikan di antara tumpukan kardus bekas,” lanjut Suparti.
Kepada Jawa Pos, SN mengaku sudah lima tahun menjalankan bisnis haram itu. Selama ini dia memang sangat hati-hati. Hanya orang-orang yang dipercayainya yang dilayani. Banyak di antaranya yang masih anak-anak. Bahkan, dia sengaja menjual snack, khusus untuk menarik anak-anak agar datang. ”Pelanggan ya siapa saja yang datang, tapi memang mayoritas anak sekolah,” ujar SN saat ditemui di ruang tahanan BNNK Surabaya kemarin.
Kakek 68 tahun itu menjual sabu-sabu dalam paket hemat. Harganya Rp 100 ribu per paket. Ramah di kantong anak-anak. Dia pun mengaku mendapatkan pasokan sabu-sabu dari seorang temannya yang saat ini masih buron. Dia selalu menyetok sekitar 2 gram sabu-sabu di warungnya. ”Kalau habis, saya pesan, biasanya jam 5 sore datang,” katanya.
Sementara itu, Tole mengaku sudah dua tahun ini mengonsumsi sabu-sabu. Bocah yang tidak bersekolah sejak lulus SMP tersebut termasuk cukup sering menggunakan sabu-sabu. Seminggu bisa lebih dari dua kali. ”Belinya ya di Pak SN. Uangnya kadang ambil uang ibu saya,” jelas bocah 17 tahun itu.
Dia tidak sendirian. Kalau sedang tidak punya uang, dia terpaksa harus patungan. Dia kadang mengajak 3–4 temannya untuk
nyabu bareng. Bisa di dalam kamar warung, kadang juga di rumahnya. ”Kalau ibu sedang kerja, ya nyabu
nya di rumah saja,” ujar anak yang juga bekerja sebagai asisten tukang servis AC itu.
Contoh di atas mungkin hanya bagian kecil. Pasalnya, pengguna narkotika di Jatim menduduki peringkat kedua nasional setelah Jawa Barat. Kepala Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Jatim Brigjen Pol Fatkhur Rahman menjelaskan, mayoritas pengguna berumur 15–35 tahun. ”Pengguna narkoba di Jatim didominasi anak usia sekolah, mahasiswa, dan pekerja-pekerja usia muda,” tutur Fatkhur.
Pria asal Pasuruan itu mengungkapkan, para pengguna narkoba di Jatim masih tergolong tradisional. Pengguna masih mengonsumsi jenis ganja, ekstasi, dan sabu-sabu. Para pengedar pun sering memanfaatkan warung kopi sebagai tempat untuk bertransaksi. ”Terutama di warung-warung di dekat sekolah atau kampus,” ujarnya.
Namun, BNNP Jatim mencatat adanya penurunan peredaran narkoba di wilayah Jatim. Pada periode April–Juni 2017 (triwulan kedua), peredaran narkoba turun sekitar 5 hingga 10 persen.
Penurunan peredaran narkoba itu terjadi pada narkoba jenis sabu-sabu dan ekstasi. Sebab, berdasar pemantauan pihaknya, dua jenis narkoba tersebut sulit didapat di pasaran. Tapi, tentu saja itu tidak bisa membuat petugas menepuk dada begitu saja.
Padahal, transaksi narkoba yang menyasar siswa dan mahasiswa mencapai 30 persen dari jumlah keseluruhan. Nah, setelah libur panjang ini, ada potensi pasar pelajar dan mahasiswa akan kembali bergeliat. Untuk itu, pihaknya bakal menyoroti peredaran sabu-sabu di tempattempat tertentu. ”Selama ini warung-warung di sekitar sekolah atau kampus jadi tempat aman bertransaksi,” urai jenderal polisi bintang satu itu. (aji/c6/ano)