Dosen Harus Agresif Raih Beasiswa
Pemerintah Buka Lebar Peluang
SURABAYA – Pemerintah terus mendukung peningkatan kualitas dosen. Terutama untuk memacu pendidikan dosen hingga ke jenjang doktor. Bahkan, ada hampir 3 ribu beasiswa pendidikan bagi para dosen. Baik S-2 dan S-3 di dalam maupun luar negeri.
Sekretaris Koordinator Perguruan Tinggi Swasta (Kopertis) Wilayah VII Prof Ali Maksum menyatakan, tidak ada batasan kuota tertentu. Para dosen bisa mengajukan beasiswa studi. Tentu kelayakan mereka akan diseleksi. ’’Bebas dan peluangnya sangat terbuka,’’ katanya.
Meski demikian, jatah beasiswa itu hampir tidak pernah terambil 100 persen. Rata-rata setiap tahun kuota yang terisi hanya 80–90 persen secara nasional. Padahal, para dosen bisa memanfaatkan peluang tersebut untuk meningkatkan kualifikasi.
Permasalahannya, kata dia, tidak sedikit dosen yang ingin berkuliah di kota tempat tinggalnya. Banyak pertimbangan mereka. Salah satunya adalah pertimbangan keluarga. Selain itu, ada dosen yang khawatir sertifikasinya dihentikan jika mengambil beasiswa.
Kekhawatiran itu memang beralasan. Sebab, kegiatan mengajar dosen yang fokus studi bakal terhenti. Nah, jika kegiatan mengajar berhenti, tentu sertifikasi dosen juga akan dihentikan sementara. Padahal, kebijakan penghentian itu disampaikan agar dosen bisa berfokus studi. ’’Studinya juga segera selesai dan pikirannya juga tidak terpecah dengan mengajar,’’ ujarnya.
Di Kopertis Wilayah VII, jumlah dosen yang belum memenuhi kualifikasi S-2 dan S-3 makin kecil. Sebab, standar kelayakan mereka sebagai dosen, yakni S-2 dan S-3, makin terpenuhi. ’’Kecuali yang rekrutmen baru,’’ ucapnya.
Mereka yang termasuk dosen baru bisa mengajukan beasiswa. Yakni, ketika sudah punya nomor induk dosen nasional (NIDN). Mendapatkan NIDN juga butuh waktu. ’’Kalau sudah memenuhi syarat, ya cepet,’’ tuturnya. Hanya, kadang persyaratan mereka kurang lengkap. Misalnya, syarat TOEFL, syarat TPA, dan sebagainya. ’’Kendalanya di sini, persoalan teknis,’’ jelasnya.
Persyaratan itu memang harus dipenuhi. Sebab, dosen dituntut untuk meningkatkan mutu. Bahasa asing, terutama bahasa Inggris, juga harus kuat. Apalagi, banyak sumber informasi atau jurnal yang berbahasa Inggris.
Terpenting, ujar Prof Ali, adalah peluang beasiswa yang memang sangat terbuka. Para dosen bisa mengoptimalkannya. Beasiswa itu, jelas dia, memang memiliki banyak fungsi. Yaitu, untuk kualifikasi dosen dan peningkatan percepatan jumlah doktor. Kua- litas perguruan tinggi juga bisa terdongkrak dengan kehadiran doktor yang berkualifikasi.
Di Kopertis Wilayah VII, rata-rata pengajuan beasiswa dosen mencapai 100–200 orang. Jumlah itu masih sangat kurang. Sebab, masih banyak dosen yang berstatus S-1. Terutama mereka yang memang tidak bersemangat dan ingin pensiun. ’’Meski ada beasiswa, tapi tidak ada minat, ya susah,’’ tuturnya.
Pihaknya sudah sering mengingatkan atau mengajak para dosen. Seorang dosen harus berfokus dan punya keberanian untuk keluar dari zona nyaman. Jika tidak, tentu yang rugi adalah diri sendiri. Institusi juga akan dirugikan karena nilai akreditasi bisa berkurang. ’’Akses mendapatkan hibah jadi terbatas,’’ terangnya.
Urusan administrasi untuk mengakses beasiswa sebenarnya sudah dipermudah. Meski begitu, tetap saja minat untuk mengakses beasiswa studi tidak besar. Ke depan, dia berharap para dosen bisa mengoptimalkan peluang yang disediakan pemerintah. (puj/c14/oni)