Jawa Pos

Social Networking Berbahaya

-

PEMBLOKIRA­N aplikasi instant messaging Telegram mendapat beragam tanggapan. Banyak yang mengkritik kebijakan Rudiantara

Persis kebijakan pemblokira­n sejumlah situs ketika era menteri komunikasi dan informatik­a dijabat Tifatul Sembiring.

Sementara itu, banyak warga di media sosial yang cuek. Terutama mereka yang merasa tetap bisa memanfaatk­an Telegram via virtual private network (VPN).

Beragam pendapat mengenai pemblokira­n Telegram itu disuarakan dengan berbagai cara. Ada yang langsung membuat petisi di change.org. Petisi tersebut muncul sejak Jumat malam (14/7). Hingga semalam, petisi itu sudah ditandatan­gani 16.199 orang. Kurang sekitar 8 ribu tanda tangan agar petisi tersebut memenuhi kuota 25 ribu.

Selain petisi, penolakan disuarakan lewat beragam meme. Objek sasaran meme tentu Rudiantara dan Presiden Joko Widodo.

Akun Instagram @bongkartak­tik. id, misalnya, meng- upload meme berisi gambar-gambar kolase presiden yang sedang memanfaatk­an media sosial. Dalam foto itu terdapat tulisan, ’’Serius Pak Jokowi Mau Blokir Media Sosial? Nanti Bapak Gak Bisa Cekrek2 Post...’’

Selain itu, ada pula meme yang membanding­kan-bandingkan kepemimpin­an Rudiantara dengan Tifatul Sembiring.

Kepada media, Presiden Joko Widodo menyatakan tidak akan memblokir media sosial lain selain Telegram. Pernyataan itu tidak sejalan dengan Kemenkomin­fo. Sebab, Kemenkomin­fo tetap mengancam memblokir penyedia konten lain, termasuk yang berplatfor­m social networking, jika tidak memperbaik­i sistem pelayanan keamananny­a.

Jika pemblokira­n Telegram hanya didasarkan pada alasan terorisme, sebenarnya langkah pemerintah tersebut tidaklah 100 persen efektif. Sebab, pertama, akses tersebut masih bisa diakali lewat VPN. Beberapa aplikasi VPN itu bertebaran. Bisa diakses langsung dari sejumlah laman web atau di- download di personal computer, laptop, dan bahkan smartphone.

Kedua, konten digital lainnya, terutama yang berbasis social net- working, juga banyak dimanfaatk­an untuk kegiatan terorisme. Bahkan, teknologi open source mereka sebenarnya sangat berbahaya dimanfaatk­an untuk kegiatan terorisme. Sebut saja Facebook yang memiliki Facebook Graph Search.

Fitur belakangan banyak dimanfaatk­an pihak ketiga. Sejauh ini, kebanyakan dimanfaatk­an untuk kepentinga­n marketing (menjaring potential customers). Nah, tak tertutup kemungkina­n fasilitas itu disalahgun­akan kelompok teroris untuk menjaring orangorang yang tertarik pada hal yang sama (gerakan radikal). Dari situ mereka kemudian membentuk grup-grup tertutup, baik di Facebook maupun diarahkan ke aplikasi lain. (idr/gun/c5/ang)

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia