Jutaan Blangko E-KTP Ngendon di Daerah
Printer Rusak hingga Listrik Byar-pet Jadi Penyebab
JAKARTA – Sukses lelang dan produksi blangko e-KTP awal tahun ini tidak lantas membuat masyarakat bisa segera memiliki KTP fisik. Masalah baru justru muncul di tingkat akar rumput. Pencetakan fisik e-KTP di daerah sangat lambat.
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo menyebutkan, di antara 7 juta keping blangko yang dicetak awal tahun ini, 5,9 juta keping sudah didistribusikan ke seluruh penjuru tanah air. Stok 1,1 juta keping lainnya berada di pusat.
Namun, hingga pertengahan Juni lalu, di antara 5,9 juta keping tersebut, yang sudah digunakan baru 1,6 juta keping atau 27 persen. ’’Data kami menunjukkan bahwa masih ada 4,3 juta keping blangko di daerah (yang belum terpakai, Red),’’ ujarnya kepada wartawan kemarin (16/7).
Lambatnya pencetakan e-KTP di daerah sangat disayangkan. Sebab, jika merujuk data Direktorat Jenderal (Ditjen) Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kemendagri, ada sekitar 4,5 juta warga yang sudah melakukan perekaman, tetapi belum mendapatkan KTP fisik.
Dirjen Dukcapil Kemendagri Zudan Arif Fakrulloh mengungkapkan, sebetulnya terjadi lonjakan pencetakan pada beberapa pekan terakhir. ’’Data Bapak Menteri (Mendagri, Red) itu per Juni. Pada pertengahan Juli ini sudah meningkat 40 persen,’’ jelasnya.
Meski begitu, dia mengakui bahwa angka itu tetap tidak ideal bila melihat banyaknya jumlah penduduk yang berstatus menunggu fisik e-KTP. Zudan menjelaskan bahwa keterlambatan tersebut disebabkan sejumlah kendala teknis. Misalnya, printer yang rusak, kehabisan tinta, pegawai dimutasi, hingga arus listrik yang byar-pet. ’’Seperti Ciamis dan Garut itu lambat pencetakan karena printer hanya dua. Padahal, penduduknya banyak. Pokoknya kompleks. Maklum, ada 514 kabupaten/ kota,’’ katanya.
Saat ini upaya percepatan dilakukan. Mulai penguatan sumber daya manusia pegawai hingga koordinasi dengan pemerintah provinsi. Harapannya, pemprov bisa melakukan supervisi dan pengawasan. ’’Bila satu daerah membeludak, bisa pinjam alat ke kota terdekat (yang relatif lebih sedikit, Red),’’ tutur pria asal Jogjakarta tersebut.
Selain itu, pihaknya berharap pemda mau memberikan dukungan anggaran dinas dukcapil di daerahnya. Apalagi, sudah ada peraturan Mendagri (permendagri) yang memberikan payung hukum guna menyukseskan program e-KTP. ’’Saya lihat kantor dinas dukcapil berbeda dengan kantor dispenda atau bappeda yang bagus. Semestinya kantor yang langsung melayani rakyat dibuat nyaman,’’ terangnya.
Terpisah, anggota Komisi II DPR RI Achmad Baidowi menilai masalah tersebut merupakan dampak tidak ditanganinya program e-KTP secara komprehensif. ”Bisa jadi karena lamanya menunggu blanko, tinta yang tersisa jadi kering. Dan printernya menjadi tak berfungsi,” ujarnya.
Seperti diketahui, pengadaan blangko semestinya dilakukan pada oktober 2016 lalu. Namun karena gagal lelang, proses produksinya baru bisa dilakukan awal 2017. (far/c14/fat)