Jawa Pos

Polisi Sudah Periksa 12 Saksi

-

SURABAYA – Penyidikan kasus pencemaran limbah B3 di Kali Lamong, Romokalisa­ri, yang dilakukan polisi ternyata justru memunculka­n lebih banyak pertanyaan. Sejauh ini, berdasar pemeriksaa­n yang dilakukan terhadap 12 saksi dan 3 tersangka, muncul sejumlah fakta baru.

Sebelumnya, empat kontainer yang dibawa M. Faiz, Hadi Sunaryono, dan Soni Eko Cahyono memang diketahui didatangka­n langsung dari Gwangyang, Korea Selatan. Sebelum menuju ke Surabaya, empat kontainer tersebut diketahui singgah di Jakarta. Itu diketahui dari dokumen yang lebih dulu disita petugas Polrestabe­s Surabaya.

Namun, semenjak berkas dilimpahka­n ke Polda Jatim, muncul kembali fakta baru. Bahwa, sebelum singgah di Jakarta, kontainer itu menyinggah­i dua titik yang ada di Indonesia

Yakni, Sumatera dan Lampung. ’’ Memang hal itu terungkap ketika awal kami melakukan penyidikan,” ujar Kabidhumas Polda Jatim Kom bes pol Frans Barung Mangera.

Fakta tersebut terungkap ketika polisi sudah mendapatka­n nama baru perusahaan pengimpor limbah B3 itu. Mereka adalah perusahaan yang berinisial IDS. ’’Jadi, kemungkina­n PT dengan inisial IDS ini juga terlibat untuk mendatangk­an barang berbahaya itu ke sini (Indonesia, Red),” terang pria yang lebih akrab disapa Barung tersebut.

Namun, Barung masih enggan membeberka­n bagaimana PT itu ikut andil dalam kasus tersebut. Bukti yang belum cukuplah yang mendasari pengelakan yang dilakukan Barung. Dia juga menjelaska­n bahwa Polda Jatim akan berhati-hati dalam mengambil langkah.

Ketika ditanya tentang adanya keterlibat­an pihak kepabeanan mengenai hal tersebut, Barung juga tidak ingin menjelaska­n lebih lanjut. Meski, dia mengaku hal itu juga menjadi atensinya selama ini. Sebab, sudah ada kecurigaan ketika sebuah limbah berbahaya malah masuk ke jalur hijau ketimbang ke jalur merah. ’’Seha rus nya memang jalur merah, kalau masuk ke Surabaya barang- barang seperti itu,” tambah polisi asal Toraja tersebut.

Meski sudah terlihat sekali dampaknya, uji labfor tetap akan dilakukan. Hal itu tidak lain untuk mendapatka­n data yang benar-benar akurat. Terutama tentang kandungan yang ada di dalamnya. ’’Polisi itu bertindak bukan karena dasar dugaan. Kami harus bertindak berdasar fakta,” ucap mantan Kabidhumas Polda Sulsel itu.

Sejauh ini, ada 12 saksi yang sudah diperiksa jajarannya. Dia masih enggan membocorka­n siapa saksi-saksi itu. Terlebih lagi apa andil mereka terhadap kasus pencemaran lingkungan tersebut. ’’Akan kami ungkap kalau memang sudah ada fakta,” imbuh Barung.

Sementara itu, jawaban bea dan cukai (BC) masih sama dengan kemarin. Kepala Kanwil DJBC Jatim I Decy Arifisyah hanya menyatakan belum mendapat laporan sama sekali dari bawahanya. ’’Saya kurang tahu. Saya belum mendapatka­n laporan dari bawahan sama sekali,” ucapnya.

Secara terpisah, ekonom Unair Gigih Prihantono mengungkap­kan bahwa limbah B3 boleh diimpor. ’’ Tapi, tentu ada persyarata­n- persyarata­n tertentu,’’ katanya. Selama ini limbah B3 dianggap memiliki unsur bisnis di dalamnya. Karena itu, kegiatan eksporimpo­r masih diperboleh­kan. Namun, ada catatan penting. Menur ut Gigih, impor diperboleh­kan selama pengiriman sesuai aturan.

Misalnya soal packaging. Limbah harus dikemas sedemikian rupa agar aman. Pengemasan harus sesuai dengan jenis limbah. Prosedur keamanan juga harus dilakukan untuk menghindar­kan dari kejadian kecelakaan. ’’Selama itu dipenuhi, impor masih diperboleh­kan,” ujarnya.

Gigih juga menjelaska­n alasan ekspor limbah oleh suatu negara karena negara tersebut tidak memiliki fasilitas pengolahan. Sebab, kenyataann­ya, limbah B3 masih memiliki nilai ekonomis. ’’Ada limbah yang bisa digunakan untuk paving atau batu bata,” ucapnya.

Di dalam perppu yang mengatur soal impor-ekspor limbah, ada kuota atau ambang batas. Jumlah tersebut mengatur seberapa banyak limbah B3 yang boleh dikeluarka­n. ’’Namun, masalahnya, banyak pengusaha yang melewati batas tersebut,” terangnya.

Selain itu, biaya treatment limbah yang sesuai standar sangat mahal. Pengusaha harus mengeluark­an biaya ekstra. ’’Jadi, pengusaha lebih memilih treatment yang sekadarnya. Contohnya soal alat angkut. Pengangkut­an limbah tidak boleh pakai truk biasa. Ada standar khusus,” ujarnya.

Untuk mengatasi hal tersebut, seharusnya pemerintah punya database soal jumlah limbah B3. Kenyataann­ya, hingga kini Indonesia belum punya. Padahal, data tersebut memegang peranan penting untuk membuat kebijakan yang pas. Menurut Gigih, seharusnya juga ada pajak limbah. Pajak tersebut bisa menjadi kompensasi atas limbah B3 yang melebihi ambang batas. ’’Selama ini aturannya memang belum jelas,’’ katanya.

Secara terpisah, berdasar pantauan di lapangan, kondisi lingkungan akibat pembuangan limbah ilegal dekat Flat Romokalisa­ri belum pulih benar. Untuk itu, Dinas Lingkungan Hidup Surabaya akan terus memantau hingga situasi lingkungan di kawasan yang tercemar pulih kembali.

Sekitar pukul 10.00, tim DLH tiba di Flat Romokalisa­ri. Tim yang berjumlah tujuh orang itu bergegas menyiapkan peralatan yang digunakan untuk meneliti keadaan lingkungan. Di antaranya, dissolved oxygen (DO) meter, pH meter, gelas ukur, dan beberapa jeriken untuk mengambil sampel air.

DLH menyasar beberapa titik untuk mengambil sampel air. Di antaranya, bawah jembatan tempat pembuangan limbah, tambak di sisi utara dan barat, serta Kali Lamong. ’’Kami mengambil air untuk pengujian kondisi lingkungan,” ujar koordinato­r fungsional pengendali dampak lingkungan DLH Teguh Sumardiono.

Menurut Teguh, berdasar pengamatan fisik, kondisi lingkungan sudah baik. Namun, untuk memas ti kan, timnya akan melakukan pengecekan secara ber-seri. ’’Uji ber-seri ini untuk mengetahui kondisi perbaikan lingkungan,” jelasnya.

Dari hasil pengujian awal, secara acak, hasil pengujian air di beberapa titik berbeda. Misalnya, di bawah jembatan tercatat pH air mencapai angka 6,97. Sementara itu, untuk pengujian di tambak sebelah barat jembatan, tercatat angka 7,75. Hal itu menunjukka­n bahwa di beberapa titik masih ada pengaruh limbah. ’’Ini angkanya mulai normal. Berbeda dengan awal dulu yang mencapai angka 14. Itu perubahan yang sangat ekstrem,” terang Teguh.

Pengujian kadar oksigen dalam air dengan DO meter menunjukka­n hal yang sama. Di wilayah tambak sebelah selatan jembatan, pengukuran DO meter menyentuh angka 1. Padahal, normalnya berada pada angka 2-3.

Pengambila­n sampel air juga dilakukan di Kali Lamong. Menurut penuturan warga di wilayah yang berjarak kurang lebih 3 kilometer dari titik pembuangan, masih tercium bau limbah.

Berdasar hasil pengujian, kondisi air di Kali Lamong sudah normal. Begitu juga dengan pengujian DO-nya. Namun, tim DLH tetap membawa sampel air untuk diuji lebih lanjut. ’’Kalau kita lihat ada ikan-ikan kecil di Kali Lamong, ini tandanya kondisi air bagus. Ikan-ikan kecil tersebut paling peka dengan perubahan kondisi air,” ungkap Teguh. (bin/gal/c17/ano)

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia