Belum Ada Rencana Buka Blokir Telegram
JAKARTA – Publik yang berharap blokir layanan Telegram dibuka harus bersabar. Kemenkominfo belum berencana membuka blokir aplikasi besutan warga Rusia itu meski sudah ada tiga tawaran penyelesaian masalah dari pihak Telegram untuk pemerintah RI
Dirjen Aplikasi Informatika (Aptika) Kemenkominfo Semuel Abrijani Pangerapan mengatakan bahwa pihaknya menyambut positif tawaran yang disampaikan Telegram. Salah satu di antara tiga tawaran itu adalah menutup semua saluran yang ditengarai terkait dengan aktivitas terorisme. Kemudian, pemerintah diberi akses langsung untuk menekan konten teror yang beredar di Telegram. Terakhir, Telegram memfasilitasi pembentukan moderator khusus yang memahami bahasa dan budaya Indonesia. ”Saya sudah balas e-mail Telegram. Kita berharap ke depan ada komunikasi lebih intensif dengan mereka,” tuturnya.
Semuel mengatakan, terlalu dini untuk membahas kapan pemerintah mencabut blokir Telegram. Sebab, masih banyak hal yang harus dibahas secara mendalam antara pemerintah dan CEO Telegram Pavel Durov. Misalnya, Telegram harus mengetahui aturan-aturan teknologi informasi yang dimiliki Indonesia. Kemudian, pemerintah perlu mengetahui aturan-aturan privasi Telegram. ”Kita juga perlu PIC (penanggung jawab, Red) dari Telegram. Supaya lebih cepat berinteraksi,” katanya.
Beredar informasi bahwa Telegram sudah aktif memblokir atau menutup akun serta channel yang berkonten terorisme. Namun, bagi Semuel, upaya itu belum cukup. Dia mengibaratkan Indonesia adalah tuan rumah, sedangkan Telegram tamu. Nah, saat masuk rumah Indonesia, Telegram meninggalkan jejak lumpur dan kotoran lain dari sepatunya.
”Masak, kita sebagai tuan rumah yang membersihkan lumpur?” kata dia. Seharusnya Telegram masuk ke Indonesia dalam keadaan bersih dan tidak meninggalkan kotoran. Dia berharap Telegram memiliki sistem otomatis yang bisa menyortir konten-konten negatif ketika dibuka orang di wilayah NKRI. Dia mengatakan, pemblokiran itu terjadi karena lemahnya komunikasi dari Telegram. ”Negara nyari orang kok susah banget,” tuturnya.
Ketua Dewan Teknologi Infor- masi dan Komunikasi (TIK) Nasional Ilham Akbar Habibie mengatakan, literasi TIK masih perlu ditingkatkan. Ketika literasi masih rendah, sedangkan gempuran teknologi informasi semakin deras, dampak negatifnya bermunculan. Dia menuturkan, perkembangan dunia TIK sebenarnya membawa dampak positif. Misalnya terbukanya lapangan pekerjaan seperti yang ditunjukkan Go-Jek. Kemajuan TIK juga bisa meningkatkan produktivitas nasional serta pengembangan telekomunikasi.
Namun, kemajuan TIK juga membawa dampak negatif. Misalnya kejahatan cyber, terorisme, fraud, pornografi, dan penyebaran kabar bohong alias hoax.
Terkait dengan pemblokiran Telegram, dia mengatakan bahwa pemerintah pasti sudah mengkaji dengan matang. Teknologi asing yang masuk ke Indonesia secara otomatis akan membawa budaya dari negara aslinya ke Indonesia sehingga berpotensi memicu ”perang kebudayaan”. ”Jangan budaya kita kalah dengan budaya asing,” ucap dia. (wan/c11/oki)