Korut Kembali Rilis Prangko Anti-AS
SEOUL – Korea Utara (Korut) kembali merilis prangko untuk memperingati bulan anti-imperialisme. Kali ini peringatan yang berlangsung selama sebulan dan berbarengan dengan anniversary Perang Korea itu ditandai dengan dua prangko bertema perjuangan melawan imperialisme Amerika Serikat (AS). Sejak diperkenalkan akhir Juni lalu, prangko itu sudah tersebar ke berbagai negara.
”Gambar dua prangko terbaru Korut itu berbicara banyak tentang krisis nuklir yang dipicu perkembangan teknologi rudal negara tersebut,” kata Koen de Ceuster, pengamat Korut dari Leiden University. Kemarin (17/7)
menunjukkan gambar dua prangko tematik yang dirilis pada 25 Juni itu. Ada gambar rudal dan lambang AS pada prangko colorful tersebut.
”Itu cara Korut untuk mengklaim bahwa Gedung Putih kini berada dalam jangkauan tangan mereka,” kata Ceuster. Dia menyebut dua prangko itu sebagai cara Korut untuk menarik perhatian internasional. Sebab, meski pasarnya kian menyusut, prangko-prangko Korut menjadi incaran kolektor dari seluruh penjuru dunia.
Korut selalu berada dalam kondisi bermusuhan dengan AS karena negara tersebut berpihak pada Korsel saat terjadi Perang Korea pada 25 Juni 1950–27 Juli 1953. Perang tersebut sejatinya belum berakhir. Korsel dan Korut hanya sepakat untuk gencatan senjata. Gencatan senjata itu pun sudah berlangsung lebih dari setengah abad. Karena itu, ketegangan sangat terasa di Semenanjung Korea. Ditambah lagi, Korut gemar menguji coba rudal miliknya.
Kemarin Moon Jae-in yang dua bulan lalu baru terpilih sebagai presiden Korsel berusaha mewujudkan niatnya untuk merangkul Korut. Secara formal, pemimpin 64 tahun tersebut mengajak Korut untuk berdialog militer. Jika Pyongyang menerima undangan tersebut, dialog militer dua Korea itu bakal menjadi yang pertama.
Kementerian Pertahanan Korsel mencantumkan 21 Juli sebagai tanggal pertemuan dua Korea untuk membahas keamanan. Rencananya, dialog itu berlangsung di Gedung Tongilgak di Desa Panmunjom, Provinsi North Hwanghae, perbatasan dua negara. (Reuters/ CNN/hep/c15/any)