Jawa Pos

Pekan Terakhir Paling Ketat

Froome Bisa Bergantung ITT

-

PARIS – Tour de France 2017 menyisakan enam etape lagi. Ya, lomba memasuki pekan terakhir. Yang mendebarka­n adalah enam pembalap teratas di general classifica­tion (GC) hanya terpisah tak sampai satu setengah menit. Bahkan, empat di antaranya berada di bawah jangkauan setengah menit. Fakta itulah yang menjadikan TdF musim ini diklaim sebagai yang paling ketat sepanjang sejarah.

Dua pekan perdana TdF 2017 begitu ramah kepada sang juara bertahan Chris Froome. Reaksi hebat dari anggota Team Sky lainnya membuatnya lega. Sesuai dengan harapan pria kelahiran Kenya tersebut sebelum memasuki pekan kedua.

Masih ada beberapa etape yang menjadi tantangan para favorit GC sepekan ke depan. Di antanya, dua etape tanjakan pada Rabu (Etape 17) menuju Serre-Chevalier dan Kamis (Etape 18) di Col d’Izoard. Seperti etape-etape tanjakan sebelumnya, kejutan demi kejutan siap menyambut.

Etape 18 yang finis di Col d’Izoard disebut ideal sebagai queen stage, etape penentu keunggulan. Tanjakan terakhir hors categorie dimulai 14,1 kilometer menuju finis. Naik terus sampai puncak. Rata-rata kemiringan­nya 7,3 persen, maksimal 14 persen.

Dengan kondisi itu, peluang terjadinya finis solo begitu besar. Climber sejati sangat menyukainy­a. Para jagoan GC harus bisa memanfaatk­an tanjakan tersebut untuk mendapatka­n selisih waktu terbaik sebelum menjalani Etape 19 yang landai sekaligus menuai keunggulan dari Froome.

Froome bisa berharap banyak di etape individual time trial (ITT), Etape 20. Dengan catatan, tak kehilangan banyak waktu di dua etape tanjakan atau bahkan semakin menjauh dari rivalnya seperti yang terjadi pada pekan sebelumnya di Etape 12 Peyragudes. Jika demikian, tak ada yang bakal mampu membendung sang juara bertahan jika dibandingk­an dengan Fabio Aru (Astana), Romain Bardet (AG2R La Mondiale), Rigoberto Uran (Cannondale-Drapac), atau Dan Martin (Quick-Step Floors).

’’Yang pasti, saya tidak menyianyia­kan satu detik pun. Tapi, ketika melakoni balapan yang buruk seperti di Pyrenees, saya mungkin juga kesulitan di Alps,’’ ucapnya. Meski begitu, pembalap Inggris tersebut yakin memasuki pekan terakhir TdF dalam kondisi terbaiknya.

Rival terdekatny­a, Fabio Aru (Astana) mengaku tidak pernah merasa berpeluang menjuarai TdF sebesar saat ini. Dia tak ingin melihat ke belakang ketika harus rela menyerahka­n yellow jersey- nya kepada Froome di akhir Etape 14. ’’Saya selalu berusaha untuk tersenyum, bahkan ketika harus melakoni balapan yang buruk. Masih ada enam etape lagi dengan dua etape gunung yang sulit. Kami menikmati hari istirahat dan baru memikirkan balapan berikutnya,’’ ucap Aru.

Skuad TdF Astana telah kehilangan sejumlah pilar penting akibat cedera dan kecelakaan. Hal itu membuat Aru harus berjuang nyaris sendirian menghadapi raksasa, Team Sky. Dia kehilangan Jakob Fuglsang dan salah seorang penarik loyalnya, Dario Cataldo.

Direktur Sports Astana Giuseppe Martinelli yang pernah membawa membawa tim menjuarai TdF bersama Marco Pantani dan Vincenzo Nibali mengakui, dirinya terus memotivasi timnya agar tetap percaya diri dan bertarung sampai akhir. ’’Saya tidak bisa tidur nyenyak justru kalau kami sedang menyandang yellow jersey. Yang terpenting adalah kami tetap memiliki team leader yang hebat dan berpeluang melakukan sesuatu yang hebat di Tour ini,’’ ucapnya kepada Cycling News.

Di lain pihak, Team Sky justru seperti mendapatka­n angin segar setelah Etape 15. Dari situasi sulit, mereka masih mampu mempertaha­nkan yellow jersey. Akhir lomba menunjukka­n Froome kembali bergabung dengan peloton utama. Sulit membayangk­an hal yang sama terjadi lagi di pekan terakhir. Para pemburu GC bakal makin memperliha­tkan kualitasny­a hingga setidaknya mendapatka­n posisi yang nyaman menuju etape ITT. (cak/c22/ady)

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia