Lebih dari Simbol Persaudaraan
KREATIVITAS untuk sekadar mendukung tim kesayangan sudah semakin beraneka. Caranya pun kian mengundang decak kagum. Bukan lagi hanya hadir, lalu berteriak lantang dari sisi lapangan atau tribun penonton. Beragam atribut jadi pemanis sekaligus memeriahkan barisan pendukung di stadion.
Nah, selain jersey, salah satu atribut yang seakan menjadi wajib di kalangan suporter sepak bola adalah syal. Atribut itu dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir menjadi tren di kalangan an suporter Indonesia. Syall dengan beragam warna, motif, gambar, dan tulisan yang mewakili klub kerap tampil mencolok, baik di televisi maupun langsung di i tribun stadion.
Begitu juga Bonek, suporter Persebaya. Syal ibarat senjata wajib yang harus dibawa ke mana pun saat Green Force berlaga. Dengan dominasi warna hijau khas klub kesayangan, syal bahkan menjadi salah satu benda yang dimanfaatkan untuk melakukan aksi kreatif di Stadion Gelora Bung Tomo.
Syal yang awalnya digunakan suporter asal Inggris untuk menghangatkan tubuh saat mendukung klub kesayangan dalam cuaca dingin berubah fungsi tatkala masuk ke negara tropis seperti Indonesia. Cara pemakaiannya pun jadi bermacammacam. Ada yang dilingkarkan di leher. Ada pula yang diikatkan di pinggang. Syal kadang juga dijadikan alat untuk membuat atraksi koreografi saat mendukung Persebaya oleh Bonek.
Seperti yang dilakukan saat pertandingan Persebaya melawan Persatu Tuban pada 6 Juli. Ketika menyanyikan anthem menjelang pertandingan, seluruh Bonek yang memadati Stadion Gelora Bung Tomo membentangkan syal. Koreografi indah yang menggetarkan seisi tribun.
Tak cukup? Ketika menyanyikan chantchant favorit, Bonek juga menggunakan syal untuk menambah semangat. Syal biasanya diputar-putar seiring dengan nada chant yang dinyanyikan. Hasilnya, koreografi di atas tribun kian memeriahkan suasana pertandingan sepak bola.
Di luar fungsi syal yang kini sudah masuk ke kultur sepak bola, bagi Bonek sendiri, atribut yang kebanyakan terbuat dari benang rajut itu digunakan untuk mempererat persaudaraan. Bukan hanya antar- Bonek, tapi juga antar suporter seluruh Indonesia, bahkan dunia. Syal digunakan sebagai cenderamata, wujud persaudaraan antar suporter sepak bola.
Beberapa Bonek yang tergabung dalam komunitas Indonesian Football Scarves Collectors (IFSC) Liar Surabaya sepakat dengan hal tersebut. Rudi Susanto, salah satu dedengkot IFSC Liar, menyatakan, melalui syal, persaudaraan antar suporter itu terjalin dan tumbuh sangat subur. ”Lewat syal, kami bisa mengungkapkan rasa cinta tanpa rasis dan anarkistis. Saling tukar syal setelah pertandingan jadi cara mempererat persaudaraan antar suporter,” jelasnya.
Rudi menambahkan, IFSC Liar Surabaya bahkan tidak hanya dihuni Bonek yang mengoleksi syal Persebaya. Ada beberapa suporter lain yang ikut di dalamnya. ”Kami punya teman suporter Persela (Lamongan). Ya biasa, kami tukar cerita serta bertukar kisah tentang syal koleksi. Tanpa permusuhan, hanya ada cinta,” katanya.
Husada Purba, salah satu suporter Persela, mengakui bahwa syal ikut serta menyatukan kedua suporter yang sebelumnya kerap berseteru. Karena syal, rivalitas hanya ada selama 90 menit di lapangan. ”Selebihnya kami saudara. Sama-sama mencintai syal klub masing-masing dan sama-sama jadi kolektor,” ucapnya.
Nah, tidak melulu soal pamer koleksi, syal juga bisa digunakan untuk membantu sesama. IFSC Liar Surabaya sendiri kerap melakukan aksi sosial yang melibatkan syal. Salah satunya adalah membantu rekan-rekan yang kesusahan.
Caranya, menjual syal Persebaya yang bersejarah. Lewat lelang di media sosial, hasil penjualannya diserahkan kepada orangorang yang membutuhkan. ”Ini bukti syal tidak hanya jadi atribut. Bisa jadi alat untuk berbuat baik pula,” ujar Ary May, salah satu anggota IFSC Liar Surabaya. (rid/c23/ady)