Jangan Pengaruhi Kunjungan Turis Tiongkok
Dia menyebutkan, pengaturan SIM card yang lebih ketat akan sangat membantu pencegahan kejahatan pada era digital seperti saat ini. ’’Pelaku kejahatan, bila menipu menggunakan handphone, bisa langsung ketahuan,’’ ujarnya.
Lazim diketahui, untuk mendapatkan SIM card di Indonesia, apa pun providernya, tidaklah sulit. Tinggal datang ke toko telekomunikasi, bayar, SIM card pun bisa langsung didapat.
Soal regulasi perlunya mendaftar ke nomor 4444, itu juga bukan sesuatu yang sulit. Kalau malas, identitas bisa diisi dengan nama, alamat, dan nomor identitas palsu. Apalagi bagi mereka yang hanya membutuhkan SIM card sekali pakai. Malahan, banyak penjual yang bersedia meminjamkan identitasnya untuk digunakan pembeli.
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) menyadari adanya celah itu. Apalagi, polisi sudah memberikan pernyataan bahwa para pelaku memilih Indonesia karena murahnya harga paket internet yang memiliki kecepatan yang lebih jika dibandingkan dengan Tiongkok.
’’Saat ini sedang dirampungkan proses teknis dan regulasinya untuk penerapan registrasi kartu atau SIM card berbasis e-KTP,’’ jelas Plt Kepala Biro Humas Kemenkominfo Noor Iza.
Regulasi tersebut memang tidak semata-mata disebabkan adanya kasus ratusan warga negara (WN) Tiongkok yang menjadi pelaku kejahatan siber internasional. Kemenkominfo, tampaknya, sangat menyadari bahwa celah itu harus ditambal supaya tidak dimanfaatkan untuk kejahatan. Diharapkan, tahun ini aturan tersebut sudah selesai. ’’Ren- cananya begitu, tahun ini selesai,’’ imbuhnya.
Aturan tersebut tentu mengikat seluruh orang yang ingin menggunakan mobile internet. Tidak peduli orang Indonesia atau warga negara asing yang berada di tanah air. Jika WNI diintegrasikan dengan e-KTP, WNA menggunakan identitas lain. ’’Pasti ada mekanismenya. Tentu tidak sama (antara WNI dan WNA, Red),’’ tuturnya. Namun, Noor Iza belum bisa memberikan informasi detail. Apakah WNA cukup mengguanakan paspor atau ada mekanisme lain.
Selain untuk internet melalui SIM card, Noor menegaskan bahwa regulasi itu mengikat untuk seluruh layanan. Artinya, tidak hanya untuk data, tetapi juga suara. Diharapkan, regulasi baru tersebut bisa mengurangi penyalahgunaan kartu seluler. Sebab, pemiliknya bisa diketahui dengan mudah. ’’Intinya ke pengguna layanan telekomunikasi seluler.”
Untuk sementara, bagi pengguna layanan internet broadband rumahan atau kantor seperti pengguna Indihome, Firstmedia, Biznet, dan provider lain dengan layanan sejenis, tidak perlu ada pengetatan regulasi. Alasannya, data pengguna saat ini sudah akurat.
Jika pemerintah serius mengencangkan regulasi, sosialisasi harus dilakukan dengan serius. Sebab, saat ini penjual bagaikan tidak peduli terhadap pentingnya registrasi pemilik SIM card secara pribadi. Penjual beranggapan, yang penting barang dagangan mereka laku.
Sementara itu, Wakil Presiden Jusuf Kalla ( JK) memastikan, penangkapan warga negara asing yang mayoritas berasal dari Tiongkok itu tidak akan berpengaruh pada bebas visa kunjungan wisata. Dia meminta penangkapan tersebut tidak dikaitkan dengan kebijakan pemerintah itu.
’’Dengan visa pun bisa terjadi. Tapi, ini hasil kerja sama antara polisi Tiongkok dan kita,’’ tegas JK setelah mencanangkan program tahun keselamatan berlalu lintas untuk kemanusiaan di Bundaran Hotel Indonesia kemarin (30/7).
Yang harus dilakukan, kata dia, adalah memperketat pemeriksaan turis-turis yang akan datang ke Indonesia. Tugas tersebut menjadi kewenangan pihak imigrasi dan instansi lain dalam pengawasan orang asing. JK hanya mengisyaratkan, penangkapan itu tidak sampai berpengaruh terhadap pariwisata di Indonesia. ’’Sekarang ini Tiongkok merupakan turis terbesar di Indonesia,’’ ungkapnya.
Berdasar data Kementerian Pariwisata, mulai Januari hingga Mei lalu, turis asal Tiongkok mencapai 831.424 orang. Jumlah tersebut meningkat 44,87 persen bila dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, yakni 573.889 orang. Sementara itu, turis dari Taiwan mencapai 93.589 orang. Buru Otak Sindikat
Sementara itu, 92 warga Tiongkok yang ditangkap di tiga rumah di kompleks perumahan elite Graha Famili, Surabaya, telah diterbangkan ke Jakarta. Berikutnya, penyidik di Surabaya memburu otak kejahatan berat itu.
Saat ini, polisi melalui Kepala Tim Tindak Target Surabaya Satgas Khusus Cyber Crime Mabes Polri AKBP Susatyo Purnomo memeriksa empat orang yang bertugas menjadi pelayan mereka. Yaitu, Sulaiman, Supriyanto, Eko, dan Siti. Tiga nama terakhir adalah tenaga kasar yang bekerja sebagai sopir, pembantu, serta tukang bersih-bersih. Adapun Sulaiman alias Ahan, dia adalah atasan mereka.
Dari keterangan Ahan, polisi mendapat gambaran yang cukup banyak. Menurut Ahan, ada satu orang yang menjadi pengendali tiga rumah yang disewa Rp 150 juta–Rp 157 juta per tahun melalui jasa broker sewa rumah swasta tersebut. Total Rp 614 juta untuk sewa rumah selama setahun. ’’Inisialnya DN,’’ kata Susatyo. Dia mengungkapkan, Ahan dan DN merupakan kawan lama.
Kepada penyidik, Ahan mengaku menjadi mucikari di Batam. Di sanalah dia bertemu DN. Hingga, akhirnya, DN mengajaknya bekerja di Surabaya. ’’Saya hanya disuruh menjadi penerjemah apa yang menjadi kebutuhan mereka,’’ ucapnya. Mulai pembelian alat teknis seperti router wifi hingga kebutuhan mereka seperti makan dan minum.
Ahan mengaku baru datang pada 15 Juni lalu. Dia mengajak serta Supriyanto, Eko, dan Siti untuk bekerja. ’’Mereka tidak langsung banyak datang, tapi bergiliran. Tiap hari ada 5–10 orang yang datang,’’ terangnya kepada penyidik.
Polisi menduga bahwa DN merupakan mitra lokal sindikat tersebut yang mempunyai kedudukan strategis. ”Masih kami dalami. Tampaknya dia (DN, Red) juga menjadi operator jaringan di Batam, Bali, dan Jakarta,” kata Susatyo.
Terpisah, pihak imigrasi mengaku cukup kesulitan jika harus mengawasi semua orang asing yang masuk ke Indonesia. Sumber di Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Surabaya mengatakan, kebijakan bebas visa menjadi salah satu penyebab sulitnya pengawasan itu. Tim pengawasan orang asing (timpora) mengandalkan stempel yang tertera pada paspor.
Menurut aturan, orang tinggal di negara lain dengan hanya menggunakan paspor paling lama 30 hari. Warga negara Tiongkok yang tinggal di Indonesia menyiasati dengan pelesir sejenak ke negara lain. Misalnya, masa tinggal sudah mencapai 28 hari, mereka akan pergi ke negara tetangga. ”Seperti Malaysia, Singapura, dan Thailand,” ujar sumber tersebut.
Di negara itu, mereka tinggal paling lama sepekan. Selanjutnya kembali lagi ke Indonesia. Masa tinggal kembali mulai nol hingga 30 hari ke depan. Cara itulah yang digunakan warga negara Tiongkok yang memiliki bisnis di Indonesia. (idr/jun/ tyo/mir/riq/ ano)