Jadi Wadah Pelestarian Budaya
Pelaksanaan Malam Minggu Sidoarjo (MMS) berbeda dari biasanya. Acara tersebut tidak hanya ajang kumpul komunitas. Tapi, juga berlangsung kompetisi tari banjarkemuning dan band.
” ADA 25 band yang ikut lomba kali ini. Malam ini (Sabtu, Red) ada 9 finalis yang tampil,” ujar Kepala Bidang (Kabid) Kepemudaan Dinas Pemuda, Olahraga, dan Pariwisata (Disporpar) Pemkab Sidoarjo Toriqqudin. Yang menjadi juara dalam lomba tersebut akan mewakili Sidoarjo pada Festival Indie Band Nasional yang diadakan Oktober mendatang di Sidoarjo. ”Jadi, mari berkreasi. Daripada malam Minggu berada di jalan-jalan dan tidak jelas, kumpul di MMS saja,” lanjutnya. Dapat hiburan, bisa unjuk prestasi, dapat teman baru, sekaligus melestarikan budaya Sidoarjo. ”Karena tari banjarkemuning ini sudah diakui sebagai tari khas Sidoarjo,” jelasnya ketika ditemui di Pazkul Kahuripan Nirwana Sabtu malam (29/7).
Sejak pukul 19.00, acara berlangsung. Acara diawali dengan penampilan tari remo jenggolo dari anak-anak Sanggar Kreasi Dancer Sidoarjo. Sinar lampu panggung, alunan musik keras, dan hiasan lampion di sekeliling venue serta teriakan dan tepuk tangan penonton menambah meriahnya acara. Setelah tarian pembuka, kompetisi band dimulai.
Ocean Dream misalnya. Menjelang Agustus, mereka memakai kostum dengan warna dominan merah dan putih. Biar kesannya Indonesia banget. Apalagi, salah satu lagu yang mereka bawakan adalah Indonesia Pusaka. ”Lagu kedua lagunya Maroon 5 berjudul Sunday Morning,” ucap Syakilla Putri Aulia, vokalis Ocean Dream.
Tak jauh beda, Nathania Grace Edwin, vokalis grup band Lemonade, mengaku deg-degan. Namun, setelah naik panggung, groginya hilang sendiri. Apalagi penontonnya terlihat menikmati musik yang dia bawakan. ”Yang penting, kemampuan bisa meningkat dengan ikut kompetisi, bukan masalah menang kalah,” terangnya.
Kemeriahan MMS memuncak ketika lima finalis lomba tari banjarkemuning bergiliran tampil. Sejumlah penonton terlihat melongo. Semua penarinya tampak luwes. Tim Renggong Prada dari SMAN 3 Sidoarjo misalnya. Mereka berusaha menunjukkan kekompakan gerakan dan kemenarikan kostum. ”Gerakan harus disesuaikan dengan musik juga,” kata salah seorang penarinya, Annisa Risqi.
Tim Wartrasda (Waru Traditional Dance) dari SMAN 1 Waru tak mau kalah. Walau baru latihan pagi, mereka tidak mau mengecewakan penonton. ”Kami sengaja tampil dengan tiga penari. Namun, itu lebih sulit,” kata Juliana Tamala Bilqisti, salah seorang penari Wartrasda. ”Kalau hanya tiga orang, gerakan tiap personel akan sangat terlihat dibandingkan dengan lima orang,” katanya. Selain itu, pola lantai atau formasi saat di panggung menjadi perhatian penting. (uzi/c6/ai)