Mengasah Taji Satgas Waspada Investasi
Kisah pilu calon jamaah umrah yang gagal berangkat seolah tak ada habisnya. Aksi biro perjalanan umrah dengan modus menggaet calon jamaah lewat promo harga murah rupanya tak berdiri sendiri.
Mereka berkait kelindan dengan skema Ponzi yang dijadikan modus banyak perusahaan abal-abal di bidang investasi. Promo biaya umrah yang hanya Rp 13 juta atau Rp 14 juta tentu tak akan mampu meng- cover biaya tiket pesawat, penginapan, dan konsumsi selama berada di Tanah Suci. Karena itu, tawaran semacam itu jelas tidak masuk akal.
Dengan skema Ponzi, mereka menggunakan uang calon jamaah yang mendaftar untuk memberangkatkan calon jamaah lain yang lebih dulu mendaftar. Tapi, bukan hanya itu. Pemilik biro perjalanan umrah juga diduga memutar uang tersebut ke perusahaan investasi abal-abal yang menjanjikan bunga pasti hingga 10 persen per bulan. Tentu itu adalah imbal hasil yang tak masuk akal.
Terjadilah “tidak masuk akal kuadrat”. Biro perjalanan mematok biaya rendah yang tak masuk akal. Juga menginvestasikan uang jamaah ke instrumen investasi yang tak masuk akal.
Itu persis dengan kasus First Travel yang diduga menginvestasikan sebagian uang pendaftaran calon jamaah ke Koperasi Pandawa. Sebuah modus investasi fiktif yang berhasil mengelabui ratusan ribu nasabah dan mengeruk uang triliunan rupiah.
Selain First Travel, diduga masih banyak biro perjalanan umrah yang menggunakan modus serupa.
Tapi, bisa jadi itu sudah terlambat. Karena itu, langkah preventif mesti diperkuat. Instrumen sudah ada, yakni Satgas Waspada Investasi di bawah koordinasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Selama semester I 2017, Satgas Waspada Investasi sudah membekukan lebih dari 30 perusahaan investasi abal-abal. First Travel yang beroperasi dengan mengumpulkan dana calon jamaah termasuk yang dibekukan.
Tapi, kerusakan telanjur. Dana ratusan miliar rupiah milik sekitar 35 ribu calon jamaah terancam hilang. Karena itu, Satgas Waspada Investasi harus terus mengasah taji.(*)