Jawa Pos

Andalkan Kekuatan Simpel Elegan

Winda Victoria Pebriani, Owner Callanda Hijab

-

Merek Callanda Hijab begitu tenar di kalangan hijaber. Setiap Callanda merilis item baru, ratusan piece langsung ludes dalam hitungan jam, bahkan menit. Bagaimana Winda Victoria Pebriani merintis dan membesarka­n Callanda Hijab?

WINDA – sapaannya– memutuskan terjun berbisnis karena kecewa. Ya, perempuan asli Bogor kelahiran 26 tahun lalu tersebut kerap merasa kecewa ketika memesan hijab secara online.

’’Waktu kuliah, beberapa kali hijab pasmina yang datang enggak sesuai dengan yang saya harapkan. Biasanya, bahannya yang kurang sesuai,’’ katanya.

Kekecewaan itu mendorong Winda membeli bahan dan membuat jilbab sendiri. Sengaja dia membeli bahan yang lebih banyak dari kebutuhan. Kelebihan kain tersebut dia buat menjadi jilbab yang sama persis dengan miliknya. Jilbab itu dia tawarkan kepada teman-teman kuliahnya, lantas dijual melalui media sosial. ’’ Ternyata responsnya lumayan bagus,’’ ucapnya.

Melihat respons pasar yang baik, Winda makin serius. Pada 2011, bermodal Rp 500 ribu, Winda yang saat itu masih berkuliah di Universita­s Pendidikan Indonesia (UPI) di Bandung merintis usaha di sela-sela waktu kuliahnya. Dari jilbab, Winda memberanik­an diri mulai membikin produk baju hijab dengan ragam daily wear yang simpel tapi elegan.

Karena keterbatas­an waktu, alumnus jurusan pendidikan bahasa Indonesia tersebut menyerahka­n jahitannya kepada penjahit kepercayaa­nnya. Lagi-lagi, respons pasar ternyata baik. Pada 2013, Winda memperluas pasar dengan membuka ’’toko digital’’ di sejumlah media sosial.

Awalnya, dia lebih memilih sistem preorder dengan mengunggah katalog. Waktu pengerjaan mencapai 2–3 hari. Seperti pengusaha online lainnya, Winda menggunaka­n jasa selebgram untuk meng- endorse Callanda Hijab.

’’Waktu itu belum berani kalau langsung produksi ready stock. Selain modal terbatas, saya waktu itu masih sibuk-sibuknya kuliah,’’ jelasnya.

Setelah lulus kuliah, Winda makin berfokus dengan bisnisnya. Melihat respons pasar yang sangat bagus, Winda mencoba sistem ready stock. Sistem itu ternyata jauh lebih disukai para pelanggann­ya. Produkprod­uk Callanda Hijab pun menjadi rebutan. Barang baru hampir selalu habis dalam hitungan jam. Tidak jarang dalam hitungan menit.

’’Untuk jilbab, saya biasanya memproduks­i 1.500–2.000 piece per item desain. Kalau untuk baju sekitar 200–300 piece per model,’’ terang alumnus program S-2 Manajemen dan Bisnis Institut Pertanian Bogor (IPB) tersebut.

Kisaran produksi itu khusus untuk produk-produk best seller. Untuk produk baru, Winda akan lebih dulu menjajal pasar dengan hanya memproduks­i 100–150

piece per model. Untuk mempertaha­nkan konsumen loyal, Winda beberapa kali me-restock produk-produk

best seller. ’’Biasanya untuk produk yang banyak peminatnya dan mereka tidak kebagian saat rilis,’’ tuturnya.

Saat ini Winda mulai menikmati manisnya buah kesuksesan. Dalam sebulan, Winda bisa mengantong­i omzet sekitar Rp 200 juta. Dia juga dibantu lima pegawai yang mengurus administra­si serta 15 penjahit dan pemotong pola. Setelah enam tahun berjalan, konsumen Callanda Hijab kini tersebar dari Sabang sampai Merauke. ’’Alhamdulil­lah, dari awalnya baru ada satu mesin jahit, sekarang sudah ada delapan dan satu mesin obras,’’ paparnya. (ken/c14/noe)

 ?? HENDRA EKA/JAWA POS ??
HENDRA EKA/JAWA POS
 ?? HENDRA EKA/JAWA POS ?? NO FRILL: Winda menunjukka­n baju hijab buatannya. Meski lazim dipakai untuk harian, busana itu masih layak dipakai untuk kebutuhan khusus.
HENDRA EKA/JAWA POS NO FRILL: Winda menunjukka­n baju hijab buatannya. Meski lazim dipakai untuk harian, busana itu masih layak dipakai untuk kebutuhan khusus.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia