Jawa Pos

Awalnya Guru Geografi

-

MUNGKIN bila tidak ada Colm O’Connell, prestasi pelari-pelari Kenya tidak akan sehebat sekarang. Sudah lebih dari 25 atlet binaannya yang menjadi juara dunia di berbagai negara. Empat atlet meraih emas di Olimpiade. Padahal, sesungguhn­ya, dia tidak memiliki back

ground kepelatiha­n sama sekali. Di sela-sela mengikuti kamp lari di Iten, Kenya, Jawa Pos bertemu dengan Colm O’Connell. Kebetulan rombongan kamp kami makan siang di restoran Kerio View pada Rabu (26/7). Oleh Adharanand Finn, penulis buku

Running with the Kenyan yang juga peserta kamp, Jawa Pos dikenalkan kepada Brother Colm, begitu dia biasa disapa di Kenya. ’’Selamat berlatih di Iten. Ini tempat yang idel untuk berlari,’’ kata Brother Colm.

Selanjutny­a, kami mengundang Colm untuk sharing pengalaman ke kamp kami pada Kamis sore (27/7). Selama satu jam, pria 68 tahun itu menceritak­an pengalaman­nya selama 41 tahun menangani atlet di Kenya. Pria asal Irlandia tersebut datang kali pertama ke Iten pada Juli 1976 sebagai misionaris dan guru geografi di St Patrick’s High School.

’’Saat itu kondisinya jauh berbeda. Tidak mudah hidup di Iten saat itu. Tidak ada telepon. Tidak ada air mineral. Saya hanya ingin tinggal 3 bulan saat itu,’’ ujar Colm. ’’ Ternyata, saya tetap di Iten hingga saat ini meski juga sering pulang ke Irlandia,’’ sambungnya.

Colm mengaku sering dilibatkan oleh Peter Foster, guru olahraga di St Patrick’s, untuk membina siswasiswa­nya menjadi atlet. Peter sengaja mengajak karena ingin Colm menggantik­an dirinya yang masa kontraknya akan habis setahun lagi. ’’Kata dia, sayang sekali kalau anak-anak ini tidak diarahkan,’’ ucap Colm.

Akhirnya, ketika Peter benar-benar pergi, Colm harus merangkap mengajar olahraga. Menurut Colm, prestasi olahraga sekolah itu sangat baik. Di Kenya mereka sering berprestas­i di cabang olahraga sepak bola, bola voli, dan sebagainya. Namun, prestasiny­a hanya sebatas kejuaraan antarsekol­ah.

Di sekolah yang menampung 700 siswa laki-laki berusia lebih dari 15 tahun tersebut, Colm melihat yang berbakat sebagai pelari. Karena tidak mempunyai dasar kuat dalam kepelatiha­n, Colm lebih banyak memotivasi mereka untuk berlari. Hasilnya, banyak siswa St Patrick’s yang kemudian menjuarai kejuaraan atletik tingkat nasional. Beberapa di antaranya kemudian terpilih untuk mewakili Kenya di kejuaraa dunia.

Pada 1978 Kenya meraih 17 medali di kejuaraan dunia atletik di Daegu. Sebanyak 10 medali disumbangk­an oleh siswa St Patrick’s. ’’Saya selalu berkonsent­rasi pada pengembang­an atlet muda,’’ kata Brother Colm. ’’Dari situlah, jalur pasokan Kenya berasal,’’ imbuhnya.

Sejak itu, Colm semakin bersemanga­t mencari siswa-siswa dari berbagai sekolah untuk dididik menjadi pelari. Sejak 1990, dia mulai merekrut siswa perempuan untuk menjadi atlet.

Anak didik Colm yang terkenal adalah Edna Kiplagat, Florence Kiplagat, Lornah Kiplagat, Mary Keitany, Peter Rono, Eliud Kipchoge, Wilson Kipsang, Isaac Songok, dan David Rudisha. Menurut Colm, orang Kenya memiliki bakat alam sebagai pelari. Dia tidak merasa berbuat banyak, kecuali memberikan motivasi. Metode latihannya sederhana. Itu yang sekarang diterapkan di ratusan kamp di Iten.

Apakah tidak ingin melakukann­ya di negara lain? Indonesia, misalnya? ’’ Haha.. saya merasa belum selesai di sini. Mungkin akan berbeda hasilnya kalau saya terapkan di negara lain. Di sini pelari makan ugali (bubur padat dari tepung jagung) saja sudah kuat. Bakat dan alamnya mendukung,’’ jelas Colm. Colm pesiun sebagai guru St Patrick’s pada 1994. Tetapi, dia tetap tinggal di Iten. (tom/c20)

 ?? ENOCH KIROP FOR JAWA POS ?? TANAH LIAT: Peserta High Altitude Training Centre (HATC) melakukan esay run di perkampung­an Iten, Kenya. Kamp HATC merupakan milik Lornah Kiplagat, peraih dua kali world champions.
ENOCH KIROP FOR JAWA POS TANAH LIAT: Peserta High Altitude Training Centre (HATC) melakukan esay run di perkampung­an Iten, Kenya. Kamp HATC merupakan milik Lornah Kiplagat, peraih dua kali world champions.
 ?? TOMY C. GUTOMO/JAWA POS ?? BAGI ILMU: Colm O’Connell (kiri), pelatih legendaris di Kenya, bersama Adharanand Finn, penulis buku Running with the Kenyan.
TOMY C. GUTOMO/JAWA POS BAGI ILMU: Colm O’Connell (kiri), pelatih legendaris di Kenya, bersama Adharanand Finn, penulis buku Running with the Kenyan.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia