Berburu Klaras Superenteng untuk Bahan Baku Tinta
Di tangan mereka, daun pisang kering alias klaras berhasil diolah menjadi tinta. Karena bahannya organik, tinta yang dihasilkan lebih ramah lingkungan.
MOCHAMAD Nashrullah memakai jas laboratorium putih. Bercak hitam telah menempel di beberapa bagiannya. Dibantu Nur Mukaromaini, Nashrul meletakkan tabung kaca yang akan digunakan dalam pembakaran daun pisang kering yang biasa disebut klaras.
Nashrul dan Aini sangat berhati-hati dalam proses tersebut. Klaras yang dipilih juga tidak boleh sembarang. Jika klaras kurang ideal, bisa jadi abu yang dihasilkan dari pembakarannya akan gagal. ”Harus yang betul-betul kering dan kecokelatan,” terang Nashrul Sabtu (12/8).
Klaras yang masih terlalu basah akan memakan waktu pembakaran yang lebih lama. Risikonya, gelas kaca yang kurang tebal bisa pecah. Tak kuat menahan panas. Nashrul dan timnya sudah belasan kali mengalami hal itu. Percobaan pun gagal.
Tahun lalu tim tersebut sengaja dibentuk untuk mengikuti ajang program kreativitas mahasiswa (PKM). Penyelenggaranya adalah Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi.
Nashrul dan Aini, bersama tiga rekannya yang lain, yaitu Eka Santi Budiandini, Anin Asri Wati, dan Adinda Mililea, berusaha mengembangkan tinta spidol dari bahan baku klaras. ”Ini penelitian pertama kami. Alhamdulillah langsung dapat pendanaan (dari kementerian, Red),” kata Nashrul.
Nah, pembakaran klaras yang diperlihatkan Nashrul itu merupakan bagian dari pembuatan tinta spidol. Ada empat rangkaian proses. Yakni, pengeringan, pembakaran, pengayakan, dan pelarutan.
Meski prosesnya tampak mudah, Nashrul mengaku, timnya dari Prodi Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida) sempat kewalahan. ”Pas pelarutan kan harus dapat komposisi ideal. Nah, persentase antara bubuk klaras dan resinnya itu yang paling susah,” terangnya.
Karena harus melakukan percobaan hingga puluhan kali untuk menemukan komposisi yang pas, mereka harus berkali-kali pula mencari bahan baku. ”Kami sampai harus berburu klaras ke rumah-rumah tetangga,” kata Eka.
Mahasiswa semester VII yang tinggal di Wonoayu itu mengambil klaras di mana pun dia melihatnya. Sebab, tidak semua klaras bisa dipakai. Harus dipilah lagi. ”Harus sesuai standar yang kami mau. Kering, sampai kalau dipegang superenteng,” ujarnya.
Kerja keras tim tersebut berbuah manis. Nashrul dan kawan-kawannya berhasil menemukan formula tinta spidol dari klaras. Salah satu kelebihan tinta itu adalah tidak ber bau dan warna hitamnya lebih pekat. Tentu, ramah lingkungan.
Meski demikian, Nashrul menegaskan, timnya masih akan menyempurnakan formula tersebut. Terutama komposisi resinnya. ”Masih ada kelemahan. (Tintanya, Red) agak lama kering,” kata Nashrul sambil mengisi ulang spidol dengan tinta yang dihasilkan timnya. (via/c25/pri)