Warkop Belanja Internet Miliaran
Kebutuhan internet terus meninggi. Di Kota Pudak, sebagian besar warung kopi (warkop) menjadi bagian dari gaya hidup anak-anak, remaja, dewasa, hingga lansia. Belanja untuk selancar di dunia maya pun mencapai miliaran rupiah.
SAERONI tampak santai di sudut warung kopi di kawasan Randuagung. Puluhan pemuda lain tampak duduk berhadapan. Sepi. Obrolan hanya sekali-kali. Semua pemuda di warkop Kopi Giras itu nyaris lebih sibuk dengan gadget masing-masing. Mereka asyik.
Saeroni menyatakan hampir setiap hari cangkruk di warung itu. Untuk apa? Ya, ngopi. Tapi, yang penting dapat internet gratisan,’’ ujar lelaki yang memang indekos di dekat warkop tersebut.
Dengan berterus terang, pemuda 25 tahun itu mengaku kecanduan internet. Bahkan, dia hampir bisa lepas dari ponsel Android hanya saat menjelang istirahat. Tepatnya ketika tidur. Baru lepas ponsel 30 menit saja, bingungnya bukan main. Jadi, ponsel itu terpegang ke mana pun.
Kalau saya sih ke toilet aja pegang handphone. Facebook paling aktif,’’ tuturnya, lantas tertawa kecil. Cuek, lalu menatap ponselnya lagi. Kerjanya memang cuma’’ sebagai tukang pijat di salah satu lokasi wisata religi. Namun, Saeroni tidak mau ketinggalan untuk urusan ponsel. Harga gadgetnya sekitar Rp 4 juta dengan fitur-fitur yang tergolong lengkap.
Gaya. Dia lebih banyak menggunakan akses internet untuk happy-happy saja. Terutama demi eksis di melalui medsos. General Manajer (GM) Telkom Gresik–Madura Purwo Dewantoro membenarkan bahwa warung-warung kopi menjadi salah satu pendongkrak belanja internet di Kota Pudak. Tempat nongkrong tidak pernah sepi. Ngopi sambil menikmati wifi gratis sudah menjadi kebiasaan yang susah ditinggalkan.
Sekarang tinggal bagaimana pemilik warung memberikan suasana yang nyaman untuk ngenet,’’ tutur Putro.
Menurut lelaki 45 tahun itu, hampir semua warung kopi di Gresik sudah pasang jaringan internet. Di satu tempat biasanya sekitar 10 orang yang mengaksesnya setiap saat. Di seluruh wilayah Gresik, tercatat sudah ada sekitar 25 ribu pelanggan internet ke Telkom hingga 2017.
Kuotanya unlimitied dengan angsuran per bulan rata-rata Rp 350 ribu untuk kecepatan 10 Mbps. Sebagian malah sampai Rp 500 ribu per bulan dengan kecepatan 20 Mbps. Jaringan aktif setiap hari. Minimal penggunanya 4–5 orang,’’ ungkap Purwo.
Mereka bukan hanya pelanggan rumah tangga. Sebagian malah berstatus pengusaha. Pengusaha warkop? Benar. Berdasar data Dinas Koperasi, UMKM, Perindustrian, dan Perdagangan (Diskoperindag) Gresik, saat ini telah berdiri sekitar 4.700 warkop di Kota Santri.
Lokasinya tersebar hingga ujungujung kecamatan. Omzet mereka sekitar Rp 9 juta per bulan. Bahkan, ada warkop yang merangkap bisnis
kopi dengan omzet mencapai Rp 250 juta per bulan. Warkop tersebut rata-rata merupakan pelanggan internet ke provider. Khusus warkop-warkop itu saja, belanja internet di Kota Pudak diperkirakan bisa mencapai Rp 2 miliar–Rp 4 miliar.
Kecenderungan baru pun muncul. Warkop-warkop yang dulu hanya hadir dengan meja dan kursi kini mengubah diri menjadi semikafe. Bangunan dikonsep lebih modern. Temanya lebih kuat. Sistem pelayanan pun dimodel kafe sehingga manajemen lebih teratur.
Tempat-tempat nongkrong model semikafe sangat banyak dijumpai di kawasan Jalan Fatimah binti Maimun, Perumahan GKB. Ada puluhan warkop tematik. Kreasinya macam-macam.
Purwo menambahkan, selain warkop, konsumen internet di Gresik tentu pengusaha industri. Kemampuan pabrik jauh lebih tinggi. Ada perusahaan yang membayar Rp 10 juta khusus untuk fasilitas internetnya. Biasanya, penggunaan paling tinggi perusahaan ritel dan logistik,’’ ungkap Purwo. ( hen/adi/c15/roz)