Operasi Bos Kayu Belanda Sukses
Sadar Selama Prosedur Dilakukan
SURABAYA – Satu koper dan tas tangan tampak tertata rapi di salah satu sudut kamar inap National Hospital kemarin (15/8). Sementara itu, Wim de Vries terlihat tengah berdiri sambil bercengkerama dengan sang istri, Grace de Vries. Dia tampak segar. Tidak terlihat adanya tanda-tanda bahwa tiga hari lalu Wim baru saja menjalani operasi
’’Lihat, saya sudah bisa jalanjalan. Tidak kelihatan kan kalau habis operasi,’’ ujar Wim dalam bahasa Inggris. Wim merupakan pasien yang baru saja menjalani operasi pemasangan stent. Pada Desember 2013, saat masih berada di Hongkong, Wim dideteksi mengalami abdominal aortic aneurysm (AAA). Yakni, pembengkakan pembuluh darah aorta di bagian perut. Aorta abdominal merupakan pembuluh darah yang menyalurkan darah dari jantung ke bagian perut.
Hal tersebut berbahaya. Jika AAA dibiarkan, pembuluh darah akan pecah. Terjadi internal bleeding (pendarahan di dalam) yang bisa mengakibatkan kematian dalam hitungan menit.
Wim baru mengetahui penyakitnya. Saat itu dia sedang melakukan medical check-up rutin yang dijalani setiap tahun. Ketika itu dokter melihat ada pembengkakan di pembuluh darah aorta perut. Ukurannya masih belum besar, yakni 3,5 cm. Dokter sudah mengingatkannya bahwa pembengkakan tersebut bisa terus membesar setiap tahun.
Tetapi, saat itu ukuran AAA di tubuhnya masih dalam batas wajar. Setiap tahun terus dilakukan pengecekan untuk mengetahui ukuran AAA tersebut. Namun, saat melakukan CT-scan pada Selasa (8/8), aneurisma di tubuhnya membesar hingga 5,8 cm. Padahal, normalnya, pembuluh darah berukuran 2,5 cm. Berdasar hasil itu, Wim diberi tahu oleh dokter bahwa operasi harus segera dijalankan agar risiko tidak semakin besar.
Sebab, ketika ukurannya sudah melebihi 5,5 cm, risiko untuk pecah akan menjadi 5–10 kali lipat. Risikonya bahkan melebihi operasi. Pendarahan akibat pecahnya aorta itu akan sulit dihentikan hingga akhirnya mengakibatkan kematian dalam hitungan menit.
Begitu mendapat peringatan tersebut, Wim langsung berkonsultasi dengan dokter mengenai tindakan yang akan dilakukan. Apalagi, selain memiliki aneurisma, pria kelahiran Desember 1949 itu mengidap penyakit paru obstruktif kronis (PPOK). Operasi besar tentu akan sangat berisiko.
Pencarian dokter untuk melakukan operasi pun dimulai. Melalui bantuan internet dan rekomendasi dari dokter internis, Wim akhirnya memutuskan melakukan operasi di Indonesia. Tim dokter pun memberikan penjelasan dengan baik kepadanya. Semua diberitahukan secara gamblang. Mereka juga tidak segan memberikan masukan. ’’Mereka membantu meyakinkan saya untuk mau menjalani operasi dengan baik. Teknologi dan dokter di sini juga tidak kalah dengan di luar Indonesia. Lagi pula ini dekat dengan rumah saya,” katanya, lantas tersenyum.
Selain itu, dia khawatir aneurisma di perutnya akan pecah jika melakukan perjalanan jauh. ’’Sebenarnya, ada dua jenis operasi untuk mengatasi aneurisma jenis ini. Yakni, bedah terbuka dan endovascular aneurysm repair (EVAR),” jelas Yan Efrata Sembiring SpB SpBTKV, operator dalam operasi tersebut. Dengan kondisi Wim yang memiliki PPOK, EVAR menjadi pilihan paling aman.
Teknik itu hanya membutuhkan sayatan kecil di bagian selangkangan untuk memasukkan stent ke dalam pembuluh darah. Anestesi pun bisa dilakukan lokal maupun total. Namun, dalam kasus Wim, dokter hanya menggunakan anestesi lokal. Artinya, dia sadar sepenuhnya saat menjalani operasi.
’’Saya sempat mengintip sedikit. Oh my God, tangan mereka berlumuran darah saya. Memang tidak ada rasa sakit di area yang dibedah, tetapi melihat langsung itu rasanya...” ungkapnya mengingat saat operasi dijalankan pada Sabtu (12/8). Ada sebersit rasa takut yang dirasakan. Karena itu, dia lebih memilih menyaksikan melalui monitor yang memperlihatkan stent tersebut dimasukkan ke pembuluh darah aorta.
Operasi itu tidak berlangsung lama. Sebelumnya, pukul 12.00 Wim dibawa masuk ke ruang operasi. Setelah melakukan persiapan dan anestesi, tim dokter mulai mengoperasi Wim pada pukul 13.00. Sekitar dua jam kemudian, operasi EVAR tersebut selesai.
Setelah menjalani operasi itu, pemilik Timber World Asia Corporation tersebut lantas dipindahkan ke ruang ICU untuk diobservasi selama 24 jam. Namun rupanya, selama di ruang ICU, Wim justru tidak bisa beristirahat. Hampir sepanjang malam dia terjaga. Sebab, setelah menjalani operasi, dia tidak boleh menekuk kakinya. Padahal, dia terbiasa tidur dengan posisi miring.
Esoknya, dia pun sudah bisa dipindahkan ke ruang rawat biasa. Sempat terjadi kehebohan ketika Wim sudah berada di kamarnya. Saat perawat masuk untuk memeriksa, lelaki 67 tahun itu tidak berada di tempat tidur. Ternyata dia sudah berjalan sendiri ke kamar mandi. ’’Mereka mencari keberadaan suami saya. Lalu teriak-teriak kalau harusnya masih belum boleh jalan-jalan,’’ jelas Grace, lalu tertawa.
Awalnya, Wim sama sekali tidak merasakan apa-apa ketika aneurisma itu terdeteksi di tubuhnya. Gejala sakit pun baru dia rasakan tiga bulan lalu. Saat itu dia mengalami nyeri punggung bagian bawah dengan frekuensi seminggu sekali. (dwi/c20/ano)