Wali Murid Khawatir Ada Pungutan Tambahan
SURABAYA – Dinas Pendidikan Jawa Timur terus menggagas sumbangan pembinaan pendidikan (SPP) tunggal atau uang sekolah tunggal (UST). Saat ini penerapan SPP tunggal tersebut dimatangkan. Respons wali murid juga masih beragam. Ada yang oke. Ada pula yang tidak sependapat
Diah Purwaningsari, misalnya. Wali murid SMAN 5 itu mengatakan sudah mengetahui rencana Dinas Pendidikan Jawa Timur untuk menerapkan SPP tunggal. Besaran SPP tiap siswa nanti bisa tidak sama. Bergantung pada kemampuan ekonomi wali murid.
Terkait dengan hal itu, Diah tidak sependapat. Sebenarnya Diah tidak berkeberatan jika harus membayar SPP lebih dari Rp 150 ribu. Hanya, dia tidak yakin meski besaran SPP sudah disesuaikan, siswa terbebas dari tarikan atau iuran lain. Sebab, realitanya iuran tiap siswa beragam. Bergantung pada kegiatan yang diikuti murid. ”Mungkin mau bikin kaus untuk kesenian atau apa. Jadi, tidak hanya Rp 150 ribu,” tuturnya. ”Pada praktiknya, masih ada tarikan tambahan,” lanjut dia.
Untuk kegiatan ekstrakurikuler, misalnya, dana yang dibutuhkan tidak sedikit. Saat akan mengikuti lomba ke luar kota atau ke luar negeri, tentu siswa membutuhkan tiket untuk transportasi dan akomodasi. Nah, lantaran kemampuan keuangan sekolah terbatas, mereka membutuhkan dukungan dari orang tua. Tujuannya, kegiatan tersebut tetap berjalan.
Selain itu, Diah menilai celah atau peluang adanya tarikan akan semakin besar ketika SPP tunggal diterapkan. Sebab, besaran SPP tunggal yang dikenakan kepada para siswa atau wali murid bisa tidak sama. Besaran SPP si A belum tentu sama dengan SPP si B. ”Itu mengukurnya dari mana, bisa dilanggar, bisa suka-suka yang menilai. Iya kalau tim verifikasinya bagus, kalau tidak?” ujarnya.
Karena itu, dia sepakat jika besaran SPP tetap Rp 150 ribu. Alasannya, saat ini kondisi di Surabaya sudah mengalami banyak perubahan. Misalnya, dari semula sekolah gratis kini membayar SPP. Jika memang SPP tunggal dimaksudkan untuk subsidi silang, dia menyarankan para orang tua yang berkecukupan bisa menjadi donatur.
Hal senada disampaikan wali murid lain, Djoko Mulyono. Menurut Djoko, jika SPP dinaikkan dalam batas normal, dirinya mungkin masih mampu alias tidak berkeberatan. Tapi, untuk masyarakat menengah ke bawah, tentu perlu pertimbangan lagi. ”Saya wiraswasta, pendapatan tidak bisa ditebak,” ujar ayah tiga anak tersebut. Karena itu, jika memang ada kenaikan, sebaiknya nilainya tidak banyak.
Kepala Dinas Pendidikan Jawa Timur Saiful Rachman mengatakan, saat ini rencana penerapan SPP tunggal memang sedang dikaji. Salah satunya dengan mendengar respons masyarakat. Jika respons mereka positif, tidak ada salahnya untuk diterapkan. Terutama untuk SPP yang lebih berkeadilan.
Terkait dengan SPP tunggal, pihaknya juga tidak menggodoknya sendirian. Mantan kepala Badan Diklat Jatim tersebut mengatakan akan membahasnya dengan banyak pihak. Mulai Dewan Pendidikan Jawa Timur, PGRI Jawa Timur, hingga pakar pendidikan. ”Diajak ngomong bareng karena banyak yang ingin SE gubernur tentang SPP diubah,” terangnya.
Sementara itu, kegiatan penghematan oleh sekolah karena anggaran yang terbatas terus berlanjut. SMAN 19, misalnya. Pihak sekolah telah mencopot seluruh AC di ruang kelas. Tujuannya, menghemat penggunaan listrik dan menekan pengeluaran.
Hal tersebut diungkapkan Wakahumas SMAN 19 Tri Kurniawati. Di antara total 33 rombel, sebelumnya 10 kelas menggunakan AC. Ruangan itu dikhususkan murid kelas XII agar lebih nyaman menjelang ujian. Namun, kini semua siswa harus merasakan ruangan dengan kipas angin. ’’Hemat sampai 15 persen,” ujarnya.
SMAN 19 kini berfokus pada computer based test (CBT). Hal tersebut, menurut Tri, merupakan salah satu upaya untuk menghemat penggunaan kertas. Kini dana yang tersedot untuk kelengkapan kertas ujian ataupun ulangan siswa bisa dialokasikan untuk kebutuhan lain. (puj/kik/c7/git)