Ingin Banggakan Orang Tua dengan Prestasi
Bledheg Sangheta telah melewati masa-masa kenakalan remaja. Warga binaan Kampung Anak Negeri Dinas Sosial Surabaya itu kini menunjukkan prestasinya. Bledheg baru saja dilantik sebagai anggota Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka) saat upacara HUT K
BLEDHEG Sangheta terlihat gagah dengan mengenakan seragam anggota Paskibraka di Graha Sawunggaling kemarin (15/8). Cowok 18 tahun itu selalu melempar senyum kepada orang-orang yang menyapanya. Ter masuk ketika Wali Kota Tri Rismaharini mengucapkan selamat.
”Kamu hebat. Kamu bisa memberikan contoh dan semangat yang baik untuk teman-teman yang dulu seperti kamu,” kata Risma setelah melantik 100 pelajar yang terpilih menjadi anggota Paskibraka. Mendengar petuah tersebut, Bledheg tampak tersipu. Dia sadar bahwa masa lalu yang kelam adalah pelajaran yang tidak akan diulangi. ”Baik, Bu,” sahutnya.
Bledheg memang sempat terjerumus dalam kenakalan remaja. Usia yang masih labil dengan kondisi orang tua bercerai membuat masa remajanya sempat suram. Kini dia menjadi warga binaan Kampung Anak Negeri Dinas Sosial Surabaya.
Prestasi yang telah diraih cukup banyak. Sebelumnya, dia menyabet juara I Lomba Tinju Kelas Ringan Piala Wali Kota 2016. Kini dia kembali menunjukkan prestasinya sebagai anggota Paskibraka. ”Saya sebenarnya tidak pernah ikut ekstrakurikuler Paskibraka,” ucapnya.
Namun, postur tubuhnya yang tinggi dan tegap menarik perhatian sekolah. Kemudian, dia ditawari untuk mengikuti seleksi Paskibraka. Tawaran tersebut diterima dengan senang. Sebab, momentum tersebut menjadi kebanggaan orang tua. ”Saya ingin sekali orang tua bangga. Bisa lihat saya berprestasi,” ujarnya.
Anak pertama di antara dua bersaudara itu menyatakan, saat masih duduk di bangku SMP, dirinya sangat nakal. Bahkan, dia tidak lagi bisa mengingat berapa banyak kenakalan yang telah dilakukan. Mulai mencuri di toko, minum minuman keras, hingga suka membolos. ”Pokoknya menyusahkan orang tua sekali,” tambahnya.
Menurut dia, kenakalan remaja yang dilakukan saat SMP adalah bentuk pelampiasan. Sebab, orang tua Bledheg bercerai sejak dirinya duduk di bangku SDN kelas IV. Masa saat anak membutuhkan kasih sayang yang lebih dari orang tua. Sejak itu, dia terpengaruh oleh lingkungan sekitar. ”Ikut gerombolan anak-anak nakal. Ramai-ramai mencuri, saya ikut-ikutan saja. Diajak minum dan merokok juga pernah,” tuturnya.
Namun, hal itu adalah masa lalu. Kini Bledheg menjadikan masa kenakalan remaja itu sebagai bentuk pembelajaran. Sebuah proses menuju masa depan yang lebih baik. Tentu, lebih dewasa. ”Saya tidak menyesal pernah nakal. Karena itu, saya bisa belajar,” lanjutnya.
Bledheg sempat putus sekolah saat kelas VIII SMP. Saat itulah, dia masuk dalam binaan Kampung Anak Nasional. Awalnya, dia sangat susah beradaptasi dan berkali-kali melarikan diri, tapi kembali lagi ke Kampung Anak Nasional. ” Takut. Kalau kabur kan dihukum. Lama-lama betah,” ungkapnya.
Bledheg ingin mengubah kehidupan keluarganya. Kini dia duduk di bangku kelas XI Jurusan Pariwisata SMKN 10 Keputih. Dia juga ingin melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi. ”Saya saat ini terus mencari jati diri,” katanya.
Putra pasangan Aminin dan Sulistyowati itu menerangkan, selama ini dirinya hanya berkomunikasi dengan sang ibu. Sementara itu, dia sudah lama tidak berkomunikasi dengan sang ayah. Meski begitu, dia berharap orang tuanya tetap bangga melihat dirinya saat ini. ”Kalau saya bisa berprestasi dan sukses, orang tua pasti bangga,” terangnya.
Bledheg kini bangkit dari masa lalu yang kelam. Dia pun ingin teman-teman seusianya yang terjerumus dalam kenakalan remaja bisa berhenti. Sebab, kenakalan remaja hanya merugikan masa depan. ”Saya senang kalau teman-teman saya dulu juga bisa berubah menjadi lebih baik,” imbuhnya. (*/c16/oni)