Jawa Pos

25 Penjahat Narkoba di Filipina Didor

Katanya Baku Tembak, tapi Tak Ada Polisi Terluka

-

MANILA – Razia antinarkob­a Filipina berlanjut. Kemarin (17/8) sedikitnya 25 tersangka penjahat narkoba dilaporkan tewas setelah operasi 24 jam di Metro Manila sejak Rabu (16/8). Sebelumnya, sekitar 32 tersangka lainnya tewas dalam baku tembak dengan tim antinarkob­a Kepolisian Nasional Filipina (PNP) di Provinsi Bulacan.

”Sebanyak 25 tersangka tewas dalam razia simultan di 18 lokasi berbeda di Metro Manila,” ujar Komisaris Besar Polisi (Kombespol) Erwin Margarejo, petinggi Kepolisian Distrik Manila, dalam jumpa pers di ibu kota. Dia menyebut razia yang melibatkan baku tembak dan berujung dengan kematian banyak tersangka narkoba tersebut sebagai respons positif terhadap imbauan Presiden Rodrigo Duterte.

Pada Rabu lalu, presiden 72 tahun itu mengapresi­asi positif operasi antirazia di Bulacan yang menewaskan 32 tersangka penjahat narkoba. Baik pengedar maupun bandar. Dalam pidato tanggapann­ya, Duterte menuturkan bahwa razia antinarkob­a yang berujung dengan kematian banyak tersangka bisa menjadi pesan yang tegas bagi para penjahat narkoba. Dia berharap banyaknya korban jiwa dapat memberikan efek jera.

Kemarin, saat berkunjung ke kantor polisi Ozamiz di Kota Ozamiz, Provinsi Misamis Occidental, Duterte menyatakan bahwa Filipina telah menjadi negara narkotika. ”Sekarang silakan kalian bertanya kepada rakyat Filipina begini, ’Apakah sekarang kita telah menjadi negara narkotika?’ Jawabannya akan iya,” tutur mantan wali kota Davao tersebut.

Sementara itu, Jubir PNP Kombespol Dionardo Carlos menjelaska­n bahwa para tersangka narkoba itu tewas dalam baku tembak ka- rena tim antinarkob­a PNP membela diri. Dia menepis rumor yang beredar tentang kekejian tim antinarkob­a kepolisian yang seenaknya menembaki para tersangka. ”Apakah kalian masih menyalahka­n polisi setelah tahu bahwa yang memicu baku tembak adalah para tersangka?” kritiknya.

Namun, seperti dalam razia besar-besaran di Bulacan, di Metro Manila tidak ada seorang polisi pun yang menjadi korban. Jangankan tewas, terluka pun tidak ada. Fakta itu membuat para aktivis HAM curiga. Wilnor Papa, salah seorang petinggi HAM Filipina di Amnesty Internatio­nal, khawatir aparat sengaja menggunaka­n razia antinarkob­a serentak tersebut sebagai alasan untuk membantai para penjahat narkoba.

Kemarin Papa menyalahka­n Duterte atas jatuhnya banyak korban jiwa dalam dua razia berdurasi masing-masing 24 jam tersebut. ”Gara-gara pernyataan presiden, jenis pembunuhan seperti ini bakal terus berlanjut,” katanya dalam wawancara dengan Agence France-Presse. Dia mengacu pada pernyataan Duterte yang akan dengan senang hati menghabisi 3 juta pecandu narkoba.

Aktivis HAM yang lain, Chito Gascon, mengungkap­kan bahwa jaminan yang Duterte berikan kepada tim antinarkob­a yang terlibat baku tembak dengan para penjahat narkoba membuat polisi lepas kendali. ”Polisi bebas melakukan apa pun dalam razia antinarkob­a karena presiden merestui kebrutalan mereka,” tegas pria yang menjabat chairman Komisi HAM Filipina tersebut.

Kepala PNP Ronald dela Rosa langsung membela Duterte. ”Presiden tidak memerintah saya untuk membunuh dan membunuh lagi. Saya juga tidak menginstru­ksikan anak buah saya untuk membunuh tanpa henti. Presiden hanya menegaskan bahwa perang melawan narkoba tidak bakal pernah berhenti,” paparnya. (AFP/ Reuters/sunstar/hep/c14/any)

 ?? REUTERS ??
REUTERS
 ?? DONDI TAWATAO/REUTERS ?? LANGSUNG DIEKSEKUSI: Dua perempuan menangis di depan mayat pria yang diduga pemakai atau pengedar narkoba di Manila kemarin.
DONDI TAWATAO/REUTERS LANGSUNG DIEKSEKUSI: Dua perempuan menangis di depan mayat pria yang diduga pemakai atau pengedar narkoba di Manila kemarin.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia